Adi Warman: Pemisahan Bareskrim dari Polri Layak Dipertimbangkan demi Independensi Penegakan Hukum

Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden (Wantipres) Republik Indonesia, H. Adi Warman SH.

“Reformasi Hukum yang Dilontarkan oleh Preiden Jokowi harus dimaknai secara luas, karena lembaga penegak hokum banyak termasuk Polri”

Mata-Hukum, Jakarta – Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menghadiri acara Seminar Sekolah Peserta Didik Sespimti Polri Dikreg Ke-31 dan Sespimmen Polri Dikreg Ke-62 T.A. 2022 di  Gedung The Tribrata Jl. Darmawangsa III No. 2, Jakarta Selatan, Rabu 21 September 2022. Dikutip dari laman setneg.go.id

Pada kesempatan tersebut, Wapres menuturkan bahwa di tengah perbincangan publik yang luas atas Polri saat ini, merupakan momentum yang baik untuk melakukan percepatan reformasi di tubuh Kepolisian sebagai ikhtiar untuk menghadirkan pelayanan terbaik dan meningkatkan kepercayaan publik.

“Mengembalikan dan memperkuat kepercayaan publik menuntut profesionalisme dan integritas yang dibangun dari internal institusi Polri. Profesionalisme dan integritas harus ditanamkan sejak proses rekrutmen anggota Kepolisian,” ungkap Wapres.

Wapres Ma’ruf Amin. (Foto: dok. Setwapres)

Lebih lanjut Wapres menuturkan, bahwa Profesionalisme dan integritas tersebut harus tercermin dalam perilaku seluruh jajaran Polri, termasuk dalam menangani kasus secara efektif dan bebas dari penyimpangan. Dengan demikian, teladan yang baik sangat diperlukan mulai dari jajaran pimpinan tinggi hingga pelaksana.

“Dalam konteks reformasi internal ini, peran pimpinan Polri sangat penting sebagai penentu visi profesionalisme Polri, sekaligus sebagai teladan yang memberikan contoh dan semangat kepada jajaran kepolisian di seluruh Indonesia,” imbau Wapres.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD akan berdiskusi dengan sejumlah pakar untuk membahas upaya reformasi hukum yang ditugaskan Presiden Joko Widodo kepadanya. Mahfud mengatakan, ia akan mendengarkan pendapat para pakar untuk mengetahui instrumen hukum mana saja yang perlu direformasi. “Hari Selasa saya mengundang para pakar untuk membicarakan itu, karena itu terkait dengan berbagai instrumen hukum yang harus ditata tak bisa instan,” kata Mahfud di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Sabtu 1 Oktober 2022.

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, dalam upaya reformasi hukum ini ia akan berfokus pada instrumen-instrumen yang dimiliki pemerintah, tanpa mencampuri urusan Mahkamah Agung. “Enggak, kita tidak akan mencampuri MA tapi sejauh mana pemerintah itu punya instrumen hukumnya sendiri berdasarkan batas-batas yang ditentukan undang-undang,” ujar dia. Sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan, reformasi di bidang peradilan penting dilakukan setelah hakim agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK.

“Saya lihat ada urgensi sangat penting untuk mereformasi bidang hukum kita dan itu sudah saya perintahkan ke Menko Polhukam, jadi silakan tanyakan ke Menko Polhukam,” kata Jokowi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin 26 September 2022.

Presiden Joko Widodo. (setkab.go.id)

Terkait perintah Presiden tentang reformasi hokum dan arahan Wakil Presiden agar seceptnya dilakukan reformasi di tubuh Polri, Adi Warman selaku Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden (Wantipres) Republik Indonesia sangat sepakat. Namun Adi Warman sedikit ekstrim, kalau mau hukum di negeri ini berjalan dengan lebih baik harus dilakukan revolusi hukum, kalau hanya reformasi ya jangan berharap banyak akan berubah lebih baik. Hal itu diungkapkan oleh Adi Warman saat berbincang dengan Mata-Hukum di ruang kerjanya, Jakarta pada Senin 3 Oktober 2022.

Menteri koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menjawab pertanyaan sejumlah wartawan di Komplek DPR RI. (tempo.co)

Untuk menelisik lebih mendalam, berikut wawancara Abdul Farid dari Mata-Hukum dengan Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden (Wantipres) Republik Indonesia, H. Adi Warman SH. Berikut nukilannya;

Menurut anda dari mana apabila Kepolisian Republik Indonesia mau direformasi. Bisa anda jelaskan?

Khusus untuk memperbaiki Polri coba kita evaluasi UU N0 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI terutama pasal 13 nya, tentang Tugas Polri yaitu;  1. Menjaga keamanan dan ketertiban Masyarakat. 2. Peneggakan Hukum. 3. Melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Nah dari situ lah kita mulai evaluasi satu sisi Polri menggakan hokum. Dan sisi lain melayani akibatnya dilapangan sering terjadi salah penerpan “melayani” penjahat dan “penggakan hukum” kepada pihak lainnya. Independensi Penyidik sulit ditegakan karena atasan para penyidik tersebut tidak hanya dari satker Bareskrim aja. Ditambah lagi seringnya mutasi atasan penyidik yang kurang memahami ilmu penyidikan karena sebelumnya mereka mengemban jabatan di satker polri lainnya. Oleh sebab itu Penyidik Wajib Mandiri dan Profesional serta berintegritas tinggi. Maka perlu penisahan Satker penyidik dari Polri tanpa harus menghapus tugas polri sebagai penegak hukum. Secara detail bisa saya sampaikan pada acara seminar atau rakor khusus. Jadi apa yang saya sampaikan tidak ekstrem tapi memang harus ambil langkah “ Out Of The Box “ kalau kita cinta dan mau menyelamatkan institusi Polsi.

Mantan Kadiv Propam Polri bersama istrinya Putri Chandrawati saat menjalani rekontruksi kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. (foto istimewa)

Bagaimana anda memaknai perintah Presiden Jokowi terkait reformasi hokum dan arahan Wapres agar segera dilakukan reformasi di tubuh Polri untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pasca kasus Sambogate?

Menurut kacanata saya, sederhana saja kita melihatnya. Pertanyaanya, kan tidak hanya MA yang bermasalah Karen  kebetulan salah satu Hakim Agung nya di tahan KPK karena kasus korupsi, bagaimana rumitnya penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri. Tidak hanya itu, kasus Sambogate ini selain melibatkan istri, dan salah satu penasehat Kapolri juga melibatkan begitu banyak perwira dan anggota polisi. Setidaknya ada 97 anggota Polri diperiksa terkait kasus Sambogate.

Kasus Sambogate ini menurut informasi yang saya dengar, selain melibatkan banyak polisi juga melibatkan pihak pihak luar, ya DPR, ada juga menteri, pemimpin media dan bahkan pihak Istana. Belum lagi dugaan penyuapan terhadap LPSK, nah pertanyaanya juga, bagaimana dengan Kompolnas, Komnas yang ikut terlibat dalam pengawasan penyelidikan kasus tersebut. Apakah tidak bisa disuap?

Kalau berkaca dari kasus sambogate dan banyak kasus kasus lainya, seperti saat ini terbongkar beberapa pejabat Polri terima uang setoran judi, terlibat setoran uang dari kasus narkoba. Apa komentar Anda?

Saya sering kali mengatakan, kalau pemerintah serius mau membernahi hokum, apalagai dimasaa Pemerintahan Presiden Jokowi ini sudah melontarkan reformasi hokum. Ya menurut saya kalu mau jangan tangung tangung harus sedikit ekstrim yaitu revolusi hukum kita. Kalau potong satu generasi tidak mungkin. Ga bisa kita tidak polisi walaupun satu hari, akan kacau. Oleh karena itu saya sarankan pisahkan Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia

Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari intervensi intervensi penyidik dari pihak lain didalam internal Polri. Contoh sederhana, penyidik kalau ditelepon oleh pejabat polri yang pangkatnya lebih tinggi dari si penyidik itu pasti si penyidik itu akan tunduk apalagi kalau yang telepon perwira tinggi atau jenderal. Belumlagi kita sering mendendar di internal Polri itu istilah kakak asuh, senior junior

Oleh karena itu saya pandang perlu Bareskrim dipisahkan dari Polri dan kalau saya usul buat lembaga tersendiri setingkat Kejaksaan Agung yaitu Lembaga Penyelidik dan Penyidik Nasional dan langsung dibawah Presiden. Pimpinan lembaga itu bisa Sipil, bisa dari pensiunan Perwira Tinggi Polri, Kejaksaan dan KPK.

Apakah memungkinkan di Indonesia Membuat lembaga Penyelidik dan Penyidik tersebut. Bisa anda jelaskan?

Kita ambil contoh FBI (Federal Bureau of Investigation) Biro Federal untuk Investigasi sebenarnya adalah salah satu kepolisian utama dari pemerintah federal. Sebagai informasi, Amerika Serikat itu adalah negara serikat (federal. Jadi setiap negara bagian adalah “negara” sendiri, di mana gubernur berkuasa penuh. Di negara-negara federal tiap negara bagian punya polisi mereka masing-masing. Tapi untuk kejahatan-kejahatan yang sifatnya lintas negara bagian atau kasus-kasus berat tertentu, yurisdiksinya adalah milik FBI. Tapi FBI tidak bisa mengambil alih kasus-kasus kriminal di negara bagian dengan sembarangan, karena itu berarti melanggar yurisdiksi. Nah kalau FBI di Amerika berada di bawah Jaksa Agung (General Attorney) yang mengepalai Departemen Keadilan (Departement of Justice). Jadi direktur FBI melapor ke Jaksa Agung.

Kalau di Indonesia lembaga semacam FBI itu tadi saya usul langsung dibawah Presiden. Hal itu perlu dilakukan supaya pemerintah bisa mengambil langkah langkah cepat kalau terjadi persoalan persoalan hokum yang berskala besar, contoh kasus tragedy kemanuasian di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur yang menewaskan lebih dari 100 orang. Disitu presiden bisa langsung perintahkan aparatur penegak hokum terkait bahkan lintas atar lembaga penegak hokum. Contoh lain ya di kasus Sambogate. Pemerintah bisa ikut campur tangan langsung, nah itu untungnya kalau lemabaga itu langsung dibahwa Presiden.

Nah itu semua tergantung dari bagaimana sikap poltik hokum di negeri kita, yaitu DPR dan Pemerintah, tanpa itu tdak akan bisa. Karena pemerintah dan DPR lah yang punya wewenang membuta dan merancang undang undangnya.

Brigjend Hendra Kurniawan. (anatara)

Kapolri perintahkan Propam dan Tipikor Bareskrim Turun Tangan Telusuri Jet Pribadi Brigjen Hendra Kurniawan saat mendatangi keluarga Brigadi J di Jambi. Apa komentar Anda?

Kalau betul Brigjend Pol. Hendra Kurniawan memakai sewaan Jet pribadi, dapat dipastikan perbuatan itu melanggar SOP Perjalanan Dinas Polri. Dan itu tindakan yang  menyakiti hati masyarakat, karena gaya hidup Hedonisme dan menumbuh kembangkan kecemburuan instasi Pemerintah lainnya.  Saya setuju dengan langkah Kapolri, itu perlu disidik dengan tegas apakah uang pembayaran sewa  pesawat tersebut pemberian pihak lain. Kalau terbukti maka Pasal 12 UU Tipikor sudah terpenuhi kalau tidak terbukti perlu disidik uang dari mana seorang Brigadir Jenderal (jenderal bintang satu) di keplosian itu mampu sewa pesawat pribadi dan berapa gaji dia ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *