Adian Napitupulu: Komisi VII DPR Bakal Panggil Menteri ESDM dan ‘Ratu Batu Bara’ Terkait Ismail Bolong

Mantan anggota satuan Intelejen dan Keamanan (Intelkam) Polresta Samarinda. (istimewa)
“Sebab, nama Tan Paulin pernah disebut dalam Rapat Komisi VII DPR bersama Menteri ESDM pada Januari 2022. Saat itu, Anggota Komisi VII, Muhammad Nasir menyebut ada penambangan diduga ilegal di Kalimantan Timur yang dikuasai oleh Tan Paulin atau dikenal ‘Ratu Batu Bara”
Mata-Hukum, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu mengatakan Komisi VII akan memanggil Tan Paulin dan Menteri Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) Arifin Tasrif terkait kasus kegiatan tambang batu bara yang disebut dalam video mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda, Aiptu Ismail Bolong.
Sebab, nama Tan Paulin pernah disebut dalam Rapat Komisi VII DPR bersama Menteri ESDM pada Januari 2022. Saat itu, Anggota Komisi VII, Muhammad Nasir menyebut ada penambangan diduga ilegal di Kalimantan Timur yang dikuasai oleh Tan Paulin atau dikenal ‘Ratu Batu Bara’. Ajaibnya, penambangan ilegal tiap bulan 1 juta ton itu bisa ekspor.
nggota DPR Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut, pengakuan Ismail Bolong bisa menjadi bukti baru untuk didalami dan pelajari lagi oleh Komisi VII DPR.
“Kalau begitu pengakuan polisi Ismail Bolong itu bisa menjadi bukti baru. Kita akan jadikan novum,” kata Adian kepada wartawan di Gedung DPR, Kamis 10 November 2022.

Namun, Adian mengatakan, Komisi VII saat ini belum membahas lagi soal Tan Paulin semenjak ramai videonya di media sosial. Tentu, Adian memastikan Komisi VII bakal menggelar rapat lagi dengan Menteri ESDM termasuk Tan Paulin untuk konfirmasi video Ismail Bolong tersebut.
“Pasti kita panggil dong. Tan Paulin juga kita panggil dong, Menteri ESDM kita panggil. Tentang waktunya, nanti akan kita bicarakan sama-sama. Kita belum rapatkan soal itu,” jelas dia.
Diketahui, mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda Aiptu Ismail Bolong menyebut nama Tan Paulin dalam kasus dugaan konsorsium tambang yang melibatkan aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Dalam videonya, Ismail Bolong menjelaskan terkait adanya penambangan batu bara ilegal di Kalimantan Timur yaitu daerah Marangkayu, Kukar, wilayah hukum Polres Bontang sejak Juli 2020 sampai November 2021.
“Bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin, dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang,” ungkapnya.
Ia mengaku melakukan pengepulan batu bara ilegal tidak ada perintah dari pimpinan, melainkan atas inisiatif pribadi. Oleh karena itu, Ismail Bolong menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang dilakukannya.
“Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp5 sampai Rp10 miliar dengan setiap bulannya,” jelas dia.
Ternyata, pengakuan Ismail Bolong juga tertuang dalam dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) Nomor: R/LHP-63/III/2022/ Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022. Laporam hasil penyelidikan itu juga sudah diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam, saat itu Ferdy Sambo melalui surat Nomor: R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022.
Dalam LHP itu, terdapat keterangan Ismail Bolong pada halaman 24, bahwa uang koordinasi diberikan kepada pejabat Mabes Polri. Antara lain Kepala Bareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto; Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri; Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri.
Uang koordinasi diberikan setiap satu bulan sekali Rp5 miliar dalam bentuk mata uang Dolar Singapura dan Dolar Amerika. Adapun, pembagiannya untuk Kabareskrim sebanyak Rp2 miliar (diserahkan langsung) dan sisanya Rp3 miliar diserahkan kepada Kasubdit V Dittipidter Bareskrim. Sedangkan, untuk pembagiannya tidak mengetahui.
Adapun, kesimpulan hasil penyelidikan tersebut ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).
Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kalimantan Timur dan Bareskrim Polri, karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kalimantan Timur.
Pun tiba-tiba, Ismail Bolong membuat pernyataan membantah melalui video juga hingga tersebar. Dalam video keduanya itu, Ismail Bolong memberi klarifikasi permohonan maaf kepada Kabareskirm Komjen Agus Andrianto atas berita yang beredar.
“Saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Saya pastikan berita itu saya pernah berkomunikasi dengan Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal,” kata Ismail.
Ismail Bolong mengaku kaget videonya baru viral sekarang. Makanya, ia perlu menjelaskan bahwa bulan Februari itu datang anggota Mabes Polri dari Biro Paminal Divisi Propam untuk memeriksanya. Saat itu, Ismail Bolong mengaku ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri.
“Bulan Februari itu datang anggota dari Paminal Mabes Polri memeriksa saya untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dalam penuh tekanan dari Pak Brigjen Hendra. Brigjen Hendra pada saat itu, saya komunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan membawa ke Jakarta kalau tidak melakukan testimoni,” lanjut Ismail.
Habis itu, Ismail Bolong tidak bisa bicara karena tetap diintimidasi sama Brigjen Hendra saat itu. Akhirnya, Anggota Biro Paminal Mabes Polri memutuskan membawa Ismail Bolong ke salah satu hotel yang ada di Balikpapan.
“Sampai di hotel Balikpapan sudah disodorkan untuk baca testimoni, itu ada kertas sudah ditulis tangan nama oleh Paminal Mabes dan direkam HP dari Anggota Mabes Polri. Saya tidak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim,” ungkapnya.
Henry Yosodiningrat: Ismail Bolong Berbohong, Cerita Kayak Orang Mabuk!

Kuasa hukum Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat, membantah pernyataan Ismail Bolong yang mengklaim bahwa dirinya mendapat tekanan dari Hendra Kurniawan untuk membuat video terkait penyerahan uang setoran tambang batu bara ilegal kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Adrianto.
“Ismail Bolong berbohong. Itu satu ya. Keterangan dia itu, cerita seperti kayak orang mabuk,” tegas Henry Yosodiningrat kepada wartawan, usai sidang pemeriksaan saksi-saksi terhadap Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria terkait kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 10 November 2022.
Henry juga mengatakan bahwa kliennya tak pernah memaksa Ismail untuk membuat video tersebut. Ia bahkan mengklaim kliennya tak mengenal Ismail. Ia juga menekankan bila rekaman testimoni itu tidak hanya dibuat oleh Ismail Bolong. Rekaman tersebut, kata Henry, juga dibuat oleh semua pihak yang diperiksa terkait perkara tersebut.
“Bukan hanya Ismail Bolong membuat rekaman testimoni itu tapi semua yang terkait yang diperiksa waktu itu, agar memperkuat antara keterangan yang satu dengan keterangan yang lain. Jadi bukan hanya Ismail Bolong,” kata Henry.
Sebaliknya, Henry justru balik mempertanyakan pernyataan Ismail yang tiba-tiba mencabut pernyataannya. Ia curiga bahwa ada pihak yang justru menekan Ismail Bolong untuk membuat pernyataan klarifikasi tersebut.
“Sekarang, siapa yang menekan dia (untuk) mengatakan bahwa minta maaf, kemudian (bilang), ‘Yang saya ceritakan dulu, yang saya buat dulu, adalah ditekan oleh Hendra Kurniawan’,” kata Henry dalam kesempatan tersebut.
Henry mengatakan bahwa sebelum pernyataan tersebut ia sampaikan berdasarkan jawaban Hendra Kurniawan ketika ia tanyai mengenai isu tersebut. Henry menegaskan bahwa kliennya itu menampik adanya kabar tersebut.
“Saya hanya tanya sama Pak Hendra, ‘Apakah benar, Anda menekan Ismail Bolong untuk membuat testimoni seperti itu?’. Dia bilang dia enggak, kenal juga enggak. Itu fitnah,” ungkap Henry.
Sebelumnya, Hendra Kurniawan juga sempat memberikan respons singkat mengenai isu terkait keterlibatannya dalam perkara tersebut. Hendra hanya meminta awak media yang mencecarnya untuk mengklarifikasi kebenaran kasus tersebut dengan Henry Yosodiningrat sebagai kuasa hukumnya.
“Sama Pak Henry Yoso ya nanti,” kata Hendra Kurniawan saat berjalan kembali ke ruang tunggu tahanan pasca persidangan terkait perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J, Kamis (10/11).
IPW Duga Ismail Bolong Dapat Tekanan Saat Cabut Pengakuan Soal Setoran ke Kabareskrim

Indonesia Police Watch (IPW) menduga Ismail Bolong mendapatkan tekanan sehingga mencabut pengakuan menyetorkan uang Rp 6 miliar kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Agus Andrianto. Pernyataan itu sebelumnya terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial. Ia menyebut setoran diberikan terkait bisnis tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur. Selang beberapa waktu setelah video itu viral, Ismail kemudian menyatakan pernyataannya tidak benar. “Keterangan testimoni kedua, kami menduga kuat Ismail Bolong mendapatkan tekanan dari pihak tertentu,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa 8 November 2022.
Sugeng menilai, pada pernyataan pertama yang beredar, Ismail bisa menyebutkan dengan detail waktu peristiwa hingga jumlah uang yang diberikan. IPW meminta Mabes Polri membentuk tim khusus (Timsus) karena Andrianto merupakan jenderal bintang tiga. Sementara, Divisi Propam Polri hanya dipimpin oleh jenderal bintang dua. “Oleh karena itu, melalui mekanisme pemeriksaan yang adil tentu dengan semua pihak dan itu hanya bisa dilakukan oleh Timsus,” ujar Sugeng. Menurut Sugeng, meski Ismail telah mencabut keterangannya, apa yang ia sampaikan sebelumnya tetap harus didalami. Tujuannya, agar terdapat kepastian terkait kebenaran kasus tersebut.
Ia menyebut terdapat dokumen hasil pemeriksaan terkait kasus dugaan setoran uang dari bisnis tambang ilegal ini. “Jadi ini harus didalami supaya tidak menjadi fitnah dan kemarin kan sudah ada yang melaporkan kalau tidak salah dari Prodem,” tutur Sugeng.
Untuk diketahui, ketua kelompok yang mengatasnamakan Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi, Iwan Samule melaporkan dugaan setoran bisnis tambang ilegal itu ke Divisi Propam, kemarin. Laporan tersebut masih dalam tahap menunggu tindak lanjut dari Karo Paminal Divisi Propam,. Brigjen Anggoro Sukartono “Dalam rangka memberikan laporan terhadap gratifikasi atau suap atau penerimaan uang koordinasi yang disebut uang koordinasi kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto,” kata Iwan di Mabes Polri, Jakarta, Senin 7 November 2022. Dalam sebuah video yang beredar di media sosial Ismail mengaku menjadi pengepul batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Saat itu, ia menjabat sebagai Satuan Intelijen dan keamanan (Sat Intelkam) Kepolisian Resor Samarinda. Ismail mengaku menyetor uang Rp 6 miliar dalam tiga tahap, yakni September, Oktober, dan November 2021. Uang itu bersumber dari penjualan batubara yang dikumpulkan sekitar Rp 5-10 miliar per bulan. Namun, selang beberapa waktu setelah pernyataan itu beredar luas di media sosial, Ismail mengklarifikasi pernyataannya.
Ngaku Ditekan Hendra Kurniawan, Ismail Bolong Minta Maaf ke Kabareskrim

Ismail Bolong mengaku berada di bawah tekanan mantan Karo Paminal Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan saat video pengakuan dirinya menyetor uang Rp 6 miliar hasil aktivitas tambang ilegal kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto beredar di media sosial.
“Saya tidak pernah berkomunikasi dengan pak Kabareskrim, apalagi memberikan uang,” kata Ismail dalam unggahan video klarifikasinya, Minggu 6 November 2022.
Ismail membeberkan bawah video tersebut direkam pada Februari 2022. Ketika itu, Ismail mengaku berada di bawah tekanan oleh Hendra Kurniawan saat menjabat sebagai Karo Paminal Propam Mabes Polri.
Ismail disuruh membaca konsep tulisan yang telah dibuat kemudian direkam pakai HP salah satu anggota paminal mabes.
“Bulan Februari 2022 anggota Paminal periksa saya, untuk membikin testimoni kepada Kabareskrim dengan penuh tekanan dari Brigjen Hendra pada saat itu, saya diancam akan dibawa ke Jakarta kalau tidak melakukan testimoni,” beber Ismail.
Sebelumnya, Ismail Bolong dalam sebuah video memberikan pengakuan terkait dengan aktivitas pertambangan ilegal di Kalimantan Timur.
Ismail mengatakan kalau aktivitas pertambangan yang dilakukan tanpa surat izin beroperasi di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar yang menjadi wilayah hukum Polres Bontang. Aktivitas pertambangan ilegal ini, Ismail mengaku telah berjalan sejak bulan Juli tahun 2020 sampai dengan bulan November 2021.
“Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp 5 sampai 10 miliar dengan setiap bulannya,” ujar dia.
Ismail kemudian mengakui telah melakukan koordinasi dengan Perwira Tinggi (Pati) Polri dengan tujuan untuk membekingi kegiatan ilegal yang dilakukan Ismail juga perusahaan tambang batubara agar tak tersentuh hukum.
Pengakuan Ismail Bolong, dirinya menyerahkan duit kepada jenderal bintang tiga sebesar Rp 6 miliar yang disetor sebanyak tiga kali dan diserahkan langsung kepada Pati polri tersebut.
“Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali. Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp 2 miliar,” beber Ismail. Dari berbagai sumber/matahukum/rid