Anak Kombes Aniaya Calon Akpol Hingga Bonyok di PTIK, Polisi Bilang Cuma Candaan
“Ketua IPW Sugeng, bibit kekerasan sudah ada. Karenanya, kalaupun RC mengikuti pendidikan, menjadi catatan bahwa tindakan kekerasan tersebut tidak ditolerir”
Mata-Hukum, Jakarta – Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan anak Kombes masih terus bergulir.
RC (19), anak polisi berpangkat kombes, diduga melakukan penganiayaan pada FB (16).
Polisi menyatakan insiden pemukulan tersebut berawal dari candaan, namun keluarga korban tak terima.
Yusna, orangtua FB (16), kesal melihat polisi yang terkesan diam saja atas kejadian yang menimpa anaknya.
Namun, polisi tak mengusut kasus itu lantaran hanya dianggap candaan.
Hasil visum dari kepolisian disebut hingga saat ini belum diterima keluarga korban pemukulan yang dilakukan RC (19), terduga anak polisi berpangkat Kombes.
Menurut Yusna, anaknya sudah menjalani visum saat melapor pada Sabtu pekan lalu, 12 November 2022.
Laporan yang dibuat ke Polres Metro Jakarta Selatan itu terdaftar dengan nomor LP/3596/XI/2022/RJS, Sabtu 12 November 2022.
“Sudah seminggu yang lalu (visum), dimulai dari hari Sabtu kejadian, sampai hari ini belum ada hasil,” ujar Yusna, Sabtu 19 November 2022.
Usai diduga dianiaya RC di kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, permintaan hasil visum sudah diupayakannya. Namun, hasilnya hingga saat ini belum ada.
Yusna pun mengungkapkan pernyataan dari pihak Polres Metro Jakarta Selatan bahwa kasus yang dialami anaknya bukan masalah serius.
“Ini cuma candaan anak-anak, terus bukan masalah serius. Kalau ini bukan masalah serius, gimana ceritanya anak saya bonyok. Terus dikiranya ini cuma candaan anak-anak,” katanya.
“Yang anak-anak itu anak saya, si pelaku itu sudah 19 tahun, sudah dewasa. Bukan di bawah umur lagi, sedangkan korban di bawah umur,” sambungnya.
Di sisi lain, Yusna sempat meminta kepada penyidik agar dirinya turut hadir dalam olah tempat kejadian perkara (TKP), tetapi tidak diizinkan.
“Saya sempat mengajukan ke penyidik minta saya hadir di olah TKP, secara tertulis juga sudah saya bawa ada bukti tanda terimanya, tapi dia tidak mengizinkan,” ucap dia.
“Alasannya nanti mereka dinyatakan berat sepihak, pro ke korban. (Untuk saksi pelapor siapa saja yang diperiksa), cuma saya dengan saudara korban. Ini saya juga minta penambahan BAP untuk meminta saksi dari anak-anak bimbel yang lain,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia berharap dengan penambahan saksi-saksi dapat mengungkap persoalan yang sebenarnya.
“Iya, kalau yang saksi yang diajukan sekarang otomatis sudah diintervensi pihak-pihak yang lain. Karena si pelatih ini pro ke RC, waktu FB dipukul aja tidak melerai. Kalau dia pelatih yang baik, jelas melerai dong pada saat kejadian,” kata Yusna.
Ancaman Anak Kombes ke Korban Seusai Menganiaya
Terkuak ancaman anak kombes berinisial RC (19) seusai melakukan penganiayaan terhadap FB (16).
Dugaan penganiayaan itu terjadi saat RC dan FB mengikuti bimbel di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, untuk calon pendaftar taruna Akademi Kepolisian (Akpol) pada Sabtu 12 November 2022 lalu.
Orangtua FB, Yusna mengemukakan bahwa putranya mengalami trauma sejak peristiwa penganiayaan tersebut.
Yusna lalu menyebut tak cuma menganiaya, RC juga menyampaikan ancaman kepada FB.
“Dia (FB) takut keluar rumah karena dia diancam untuk dihabisi sama si RC ini,” ujar Yusna kepada wartawan pada, Jumat 18 November 2022.
Yusna mengatakan, ancaman RC pada putranya itu disampaikan seusai penganiayaan terjadi.
FB dan RC mulanya diminta pelatih untuk bersalaman guna menyelesaikan perselisihan yang berujung pada penganiayaan.
“(Ancaman) itu diucapkan pada FB meminta maaf, waktu diminta pelatih FB ulurkan tangan,”
“Si RC menepis tangannya, “sudah oke gue maafin kali ini, tapi ntar gua abisin lo”,” kata Yusna menirukan cerita putranya.
Yusna sebelumnya sudah membuat laporan kepolisian terkait dugaan tindakan kekerasan itu.
Menurut Yusna, FB dianiaya karena dituduh menyembunyikan topi.
Kemudian, anaknya dipukuli di lapangan dan area parkir PTIK.
Aksi itu disebut terjadi di depan pelatih, tetapi sang pelatih tidak berbuat apa-apa untuk melerai.
Akibat pemukulan itu, FB mengalami sejumlah luka memar dan trauma.
“Anak saya bilang, ‘dia (RC) anak kombes, Bu. Pelatih aja takut sama dia karena di mana-mana dia bikin masalah selalu bawa-bawa nama anak kombes’,” ucap Yusna.
Sang Kombes Minta Maaf
Yusna selaku ibu korban mengatakan setelah kasus ini mencuat di media massa, orang tua pelaku yang berpangkat Kombes sudah meminta maaf dan berharap mereka berdamai.
Namun Yusna mengaku menolak damai dan ingin kasus penganiayaan anaknya tetap diproses hukum.
Dirinya menolak secara tegas kasus pemukulan anaknya itu diselesaikan secara kekeluargaan.
“Sebelum media nasional ngangkat kasus ini, kami tidak ada diajak mediasi dari pihak bimbel maupun orangtua terlapor,” kata dia.
“Baru ada setelah sudah tershare di media. Kita jawab secara normatif. Kita selesaikan melalui hukum,” lanjut Yusna.
Menurutnya, orang tua terlapor pun telah menyampaikan permohonan maaf melalui aplikasi perpesanan pada Rabu 16 November 2022.
“Ya, sudah ada dihubungi sama bapak terlapor. Kita tetap ingin melanjutkan secara hukum,” kata dia.
“Kalau damai kita tidak mau damai biar ada efek jera. Karena ini bukan sekali dua kali dia melakukannya,” sambungnya.
Polisi: Korban dan Pelaku Tengah Bercanda
Pelaksana tugas (Plt) Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi mengatakan, peristiwa penganiayaan itu bermula ketika korban dan pelaku tengah bercanda.
“Pemicu adalah mereka bercanda, kemudian topi yang dipakai masih ada di korban. Jadi itu saja pemicunya, jadi nggak terlalu bermasalah,” kata Nurma di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat 18 November 2022.
Nurma mengungkapkan, korban dan pelaku menjalin pertemanan selama mengikuti bimbel Akademi Kepolisian (Akpol).
Keduanya, lanjut Nurma, juga kerap bergurau satu sama lain.
“Cuma waktu itu mungkin ada sesuatu sekiranya mungkin permasalahan, kemudian yaitu terjadi pemukulan,” ujar dia.
“Ini kan anak kecil, jadi anak kecil. Mungkin ya itu, emosinya belum stabil,” tambahnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Irwandy Idrus mengatakan, penyidik masih mendalami kasus dan sudah memeriksa sejumlah saksi.
Ada lima saksi yang telah diperiksa, yakni dua orang pelatih, asisten pelatih, korban, dan kakak kandung korban yang berada di lokasi saat dugaan penganiayaan itu terjadi.
“Sementara masih kami dalami semua peristiwa itu, kami tidak langsung ke sana, kami klarifikasi terkait peristiwanya,” kata Irwandhi.
IPW Desak Proses Hukum Diduga Anak Kombes Pukul Remaja di Jaksel
Penyelidikan kasus pemukulan yang diduga dilakukan anak perwira polisi berpangkat komisaris besar (kombes) di Jakarta Selatan masih berlanjut. Indonesia Police Watch (IPW) meminta penegakan hukum tak pandang bulu dalam kasus pemukulan ini.
“IPW mendesak agar proses hukum terhadap pelaku kekerasan diproses oleh Polres Jakarta Selatan tidak pandang bulu, apalagi melindungi, walaupun ayahnya adalah seorang anggota polisi berpangkat kombes,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Sabtu 19 November 2022.
Sugeng mengatakan perlu dilakukan reformasi kultural Polri mulai sikap mental para calon anggota. Sugeng juga menilai kasus tersebut menunjukkan adanya bibit kekerasan pada calon anggota Polri.
“Reformasi kultural yang harus mengedepankan polisi yang humanis sebagai polisi sipil adalah polisi yang menjauhkan diri dari pendekatan kekerasan, tindakan kekejaman yang merendahkan martabat, kemudian beking-membekingi,” kata dia.
“Terjadinya penganiayaan yang dilakukan oleh seorang calon Akpol RC kepada calon Akpol lain berinisial FB, ini sudah menunjukkan bahwa bibit-bibit mentalitas kekerasan sudah ada pada calon Akpol RC,” imbuhnya.
Sugeng menambahkan tindakan yang dilakukan pelaku dalam hal ini juga bisa menjadi pertimbangan penentuan masuk tidaknya pelaku di instansi kepolisian.
“Bibit kekerasan sudah ada. Karenanya, kalaupun RC mengikuti pendidikan, menjadi catatan bahwa tindakan kekerasan tersebut tidak ditolerir, bisa menjadi alasan untuk menolak masuknya RC dalam jajaran calon Akpol,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sugeng meminta Polres Metro Jakarta Selatan memberikan sanksi terhadap pelatih yang diduga membiarkan kasus tersebut. Sebab, lanjut dia, pelatih seharusnya melaporkan ketika pertama kali melihat tindakan yang dilakukan pelaku.
“Pelatih yang melihat tetapi mendiamkan telah melakukan satu pelanggaran, karena di dalam undang-undang, seorang pejabat sipil, pejabat negara, ketika melihat terjadinya tindak pidana, harus segera melaporkan atau setidak-tidaknya menindak sendiri karena terjadi di depan matanya, harus diperiksa dan diberikan satu sanksi, sanksi disiplin maupun etik,” pungkasnya.
Dari berbagai sumber/matahukum/rid