Arsul Sani Tidak Menjadi PLT Ketum PPP Karena Tidak Ingin Rangkap Jabatan
Mata-Hukum, Jakarta – Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengungkap alasan mengapa tidak menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum DPP PPP menggantikan posisi Suharso Monoarfa. Karena Suharso telah diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketum PPP berdasarkan hasil rapat Mahkamah Partai.
“Sebagai Ketua Umum Partai harus ada pemisahan fungsi antara kerja kepartaian dan pemerintahan,” Jelas Arsul kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin 5 September 2022.
Dalam kesempatan tersebut Arsul menegaskan, untuk menjadi pimpinan PPP, seseorang tidak bisa merangkap jajaran di pemerintahan. “Jadi di PPP itu sudah lama ada diskusi, ada concern, bahwa ada riak-riak itu iya,” Ungkapnya.
Anggota Komisi 3 DPR itu menegaskan bahwa dirinya lebih menginginkan agar konsolidasi PPP sebagai partai itu bisa lebih dimasifkan, diintensifkan, ditingkatkan. Dan itu kalau yang menjadi pimpinan PPP itu tak merangkap di jajaran pemerintahan. “Jadi itu kombinasi dari kesadaran atau keinginan agar pemisahan fungsi antara fungsi kepartaian yang dibutuhkan untuk meningkatkan konsolidasi, untuk memfokuskan kerja-kerja kepartaian dengan fungsi yang diemban kader, pimpinan partai yang ada di pemerintahan,” Tuturnya
Untuk itu, Arsul yang juga menjabat Wakil Ketua MPR itu tidak bisa menjabat sebagai Plt Ketua Umum PPP. Selain menjadi Wakil MPR, Arsul juga merupakan Anggota Komisi 3 DPR. “Itulah mengapa kok Plt tidak Pak Arsul? Karena saya punya fungsi di sini, selain wakil pimpinan MPR, juga anggota Komisi III yang punya tugas banyak, RKUHP, RUU Narkotika, itu saja,” Jelas Arsul.
Untuk diketahui, Muhammad Mardiono ditunjuk menggantikan Suharso Monoarfa sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum DPP PPP. Mardiono merupakan Ketua Majelis Pertimbangan PPP sekaligus Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Suharso telah diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketum PPP berdasarkan hasil rapat Mahkamah Partai. Pemberhentian Suharso terkait pernyataannya mengenai amplop kiai yang menjadi polemik di internal partai.