26.2 C
Jakarta
23/01/2025
Mata Hukum
Home » Bagi Perempuan Pakistan, Media Sosial Bisa Menjadi Ancaman Mematikan
DuniaNews

Bagi Perempuan Pakistan, Media Sosial Bisa Menjadi Ancaman Mematikan

“Pada Mei 2012, lima perempuan dibunuh setelah sebuah video muncul di media sosial yang memperlihatkan mereka bernyanyi dan menari di sebuah upacara pernikahan”

Aksi demo terkait Kasus Noor Muqaddam, perempuan Pakistan yang dibunuh karena menolak lamaran. (Istimewa)

Mata-Hukum, Jakarta – Di Negara Pakistan, praktik brutal “pembunuhan demi kehormatan” sering dilakukan oleh anggota keluarga laki-laki ketika mereka menganggap perilaku anggota keluarga perempuan “tercela”, apakah itu karena menolak perjodohan yang diatur keluarga, menjadi korban pemerkosaan, atau karena postingan di media sosial.

Aktivitas perempuan Pakistan.


Januari lalu, seorang remaja perempuan ditembak mati di sebuah desa di provinsi Khyber Pakhtunkhwa di barat laut Pakistan, karena dianggap melakukan tarian tercela. Dia bekerja sebagai pembantu dan diduga menolak rayuan romantis seorang pria yang juga berasal dari desanya dan bekerja sebagai pembantu. Pria itu lalu mengunggah video tariannya di TikTok dan mengirimkannya ke beberapa warga desanya.

Ini bukan pertama kalinya di remaja perempuan dibunuh di Paksitan karena menari dalam sebuah video di media sosial. Pada Mei 2012, lima perempuan dibunuh setelah sebuah video muncul di media sosial yang memperlihatkan mereka bernyanyi dan menari di sebuah upacara pernikahan.

Perempuan Pakistan demo pembunuhan untuk kehormatan. ©2016 Merdeka.com

Kedua kasus itu sempat memicu protes, tetapi sedikit yang dilakukan untuk melindungi perempuan Pakistan di media sosial. Nighat Dad, pendiri Digital Rights Foundation, sebuah LSM yang mengadvokasi hak-hak perempuan di ruang digital mengatakan, banyak perempuan mendapat masalah setelah mengizinkan teman dan keluarga mereka mengakses informasi pribadi mereka secara online, termasuk gambar dan video.

Aktivis Perempuan Pakistan dan pemenang Nobel Perdamaian, Malala YousafzaiFoto: MICHAEL TRAN/AFP

Soal “kehormatan” dan “pelecehan agama”
Nighat Dad kepada DW mengatakan, dia menerima keluhan dari para perempuan Pakistan tentang penggunaan informasi dan konten tanpa persetujuan mereka, yang kemudian berujung pada pemerasan, ancaman, kontak yang tidak diminta, serta pencemaran nama baik. Jenis pengaduan ini mencapai sekitar lebih 70% kasus pengaduan yang dia terima melalui hotline organisasinya.

“Perempuan dari semua lapisan masyarakat Pakistan menghadapi ancaman, pemerasan, dan pelecehan online,” kata Bushra Gohar, mantan anggota parlemen dari Kawasan Khyber Pakhtunkhwa, kepada DW. Dia sendiri telah diancam secara online oleh lawan politiknya.

“Media sosial telah menjadi ruang beracun bagi perempuan di Pakistan,” papar Gohar.

Terutama di kawasan yang dikenal sangat konservatif seperti di di provinsi Khyber Pakhtunkhwa, perempuan menghadapi bahaya jika mereka difoto atau jika gambar mereka dipublikasikan. Hal ini bahkan dapat menimbulkan bahaya yang mematikan, jika keluarganya menganggap “kehormatan” mereka telah direndahkan.

Nighat Dad mengatakan, beberapa perempuan telah dilecehkan secara fisik oleh keluarga mereka hanya karena nama dan wajah mereka ada di internet.

Tuduhan penistaan agama di media sosial juga bisa menjadi sangat berbahaya di Pakistan. Tahun lalu, pengadilan Pakistan

menjatuhkan hukuman mati kepada seorang perempuan Muslim karena diduga memposting materi yang menghujat di WhatsApp.

Kishwar Zehra, seorang anggota parlemen Pakistan, percaya bahwa tuduhan penistaan agama yang dilontarkan kepada perempuan sangat sulit untuk dibantah, apalagi undang-undang penistaan agama memang sering digunakan untuk menekan perempuan.

“Alih-alih menghapus undang-undang ini, yang digunakan untuk menindas perempuan, malah lebih banyak undang-undang agama yang dibuat dan yang akan menciptakan lebih banyak masalah,” kata Zehra.

Kabur dari suami, tiga perempuan Pakistan ditembak mati

Kerabat sebuah keluarga di Pakistan menembak mati tiga perempuan di daerah pedalaman setelah salah seorang perempuan itu kabur meninggalkan suaminya.

Pembunuhan demi alasan kehormatan keluarga itu terjadi di Desa Jawaki di Kabupaten Darra Adam Khel, di antara Kota Peshawar dan Kohat, seperti dilansir kantor berita AFP, Senin 16 September 2013.

Pejabat setempat mengatakan seorang perempuan 22 tahun asal Kota Karachi dituduh kabur setelah menikahi seorang pria penjaga toko asal Jawaki dua tahun lalu. Dia dituding telah menikahi lelaki lain di Lembah Swat setelah dibantu bibi dan sepupu perempuannya.

Dewan desa atau jirga campur tangan atas kasus ini dan kemarin memutuskan ketiga perempuan itu harus dibunuh.

Kerabat keluarga kemudian menembak mati ketiga perempuan itu di rumah pada Ahad malam dan menguburkan mayat mereka pagi ini.

“Ini adalah kasus pembunuhan demi kehormatan keluarga di daerah pedalaman. aturan hukum Pakistan tidak berlaku di tempat ini,” kata pejabat setempat itu.

“Menurut informasi dari penduduk setempat perempuan itu tidak bahagia dengan suaminya.”

Komisi Hak Asasi Pakistan mengatakan sebanyak 943 perempuan dibunuh pada 2011 setelah dituding menodai kehormatan keluarga.

Apa yang dilakukan pihak berwenang?

Mantan anggota parlemen Bushra Gohar mengatakan, ketika dia menghadapi ancaman, polisi federal Pakistan FIA tidak mengambil tindakan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Kishwar Zehra, yang partainya merupakan bagian dari pemerintahan saat ini, juga menilai lembaga aparat hukum tidak efektif menjalankan tugasnya.

“Saya tahu ada perempuan yang bekerja di parlemen yang dilecehkan dan diperas, tetapi ketika saya berbicara dengan anggota laki-laki untuk menangani kasus ini, mereka menunjukkan keengganan yang ekstrem,” katanya.

Zehra menambahkan, FIA juga terlalu banyak mengajukan pertanyaan yang tidak relevan

“Jika Anda difitnah di media sosial, maka Anda menjadi orang buangan secara sosial, dan jika pihak berwenang juga menekan pengadu, alih-alih memeriksa dan menangkap tersangka, buat apa perempuan maju untuk mengajukan pengaduan mereka?” tanyanya ironis.

Neghat Dad mengatakan, FIA memang telah menunjukkan kemajuan dalam menanggapi kasus-kasus yang mengorbankan perempuan, terutama atas gambar-gambar intim,” tetapi masih ada banyak hal yang dapat dilakukan, jika lebih banyak sumber daya tersedia.

Berita Terkait

AMN: Kesalahan PT OSM-Sinarmas Sudah Tampak Jelas di Depan Mata

jotz

Polisi Buru Sopir Audi Tersangka Kecelakaan yang Tewaskan Selvi Amalia Mahasiswi Cianjur

Farid Bima

Jampidum Menyetujui 8 Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Farid Bima

Leave a Comment