“Penyidik tengah memeriksa pihak PT Afi Farma Pharmaceuticals Industries, salah satu perusahaan farmasi yang diduga melakukan pelanggaran. Dia berharap mengantongi bukti formil untuk bisa menetapkan tersangka”
Mata-Hukum, Jakarta – Bareskrim Polri tengah mengumpulkan bukti formil terhadap perusahaan farmasi yang melakukan pelanggaran dalam memproduksi obat sirop. Langkah itu dilakukan untuk penetapan tersangka.
“Pembuktian formil tentunya kita kaitkan dengan pasal yang disangkakan, memang ada yang dilanggar di situ dan telah terjadi tindak pidana, maka kita tingkatkan ke penyidikan,” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Pipit Rismanto di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 2 November 2022.
Dalam kesempatan tersebut Pipit yang juga ketua tim investigasi kasus gagal ginjal akut itu mengatakan penyidik tengah memeriksa pihak PT Afi Farma Pharmaceuticals Industries, salah satu perusahaan farmasi yang diduga melakukan pelanggaran. Dia berharap mengantongi bukti formil untuk bisa menetapkan tersangka.
“Siapa yang bertanggung jawab apakah itu korporasi, apakah itu ada pihak-pihak lain seperti perorangan, atau pihak lain di luar produsen, ini bisa berkembang sampai ke sana,” ungkapnya.
Pipit juga memastikan semua yang bertanggung jawab akan dikenakan sanksi jika diketahui lalai. Dia berharap semua pihak transparan, termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab, kata Dirtipidter itu, upaya ini adalah untuk memberikan kepastian kepada masyarakat.
“BPOM harus transparan, semua harus transparan, kita (Polri) juga harus transparan, kita kan enggak ada kepentingan sebenarnya di sini, tapi kepentingan kita adalah tuntutan publik yang harus mendapatkan kepastian, karena kita akan mengurut, ini barang yang dipesan oleh produsen-produsen kesehatan ini kan ada yang direkomendasikan, ada yang tidak, pasti ada alasannya,” jelasnya.
Menurut dia, barang yang tidak direkomendasikan pasti berbahaya. Sebaliknya, barang yang direkomendasikan tidak berbahaya. Dia mempertanyakan produk yang tidak direkomendasikan, seperti etilen glikol (EG) ada dalam obat sirop.
“Kita jangan bicara melebihi dulu, tapi kok bisa ada itu dulu, baru ada yang bilang bahwa ini batas amannya paling engga 0,1 mg. Ini aturannya dari mana, bagaimana pengawasannya dari penggunaan bahan itu seperti apa,” tegas jenderal bintang satu itu.
PT Afi Farma Pharmaceuticals Industries, yang beralamat di Kediri, Jawa Timur, memproduksi lima obat sirop. Salah satu obat sirop bermerek paracetamol (obat generik) mengandung etilen glikol (EG).
“Mengandung EG melebihi ambang batas yaitu 236,39 mg (yang harusnya 0,1 mg) setelah di uji lab oleh BPOM,” kata Pipit kepada wartawan, Selasa, 1 November 2022.
BPOM juga menemukan dua perusahaan farmasi yang melakukan pelanggaran. Keduanya adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Kedua perusahaan itu memproduksi obat sirop bermerek Unibebi. Beberapa produk Unibebi yang diteliti mengandung cemaran etilen glikol (EG) yaitu Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops.
Kasus gagal ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) yang menyerang anak-anak kini mencapai 304 kasus per Senin, 31 Oktober 2022. Dari jumlah tersebut, 46 anak dirawat dan 99 anak sudah dinyatakan sembuh.
Sedangkan, 159 anak dinyatakan meninggal dunia. Ratusan anak meninggal diduga kuat akibat meminum obat sirop tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
BPOM Beberkan Kesalahan PT Yarindo Farmatama
Untuk diketahui bahwa Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengungkap ada bahan baku pelarut Propilen Glikol dan produk jadi mengandung EG dan DEG pada obat sirup Plurin yang diproduksi PT Yarindo Farmatama.
Pihaknya bersama Bareskrim Polri pun menindak dan memberi sanksi dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar kepada produsen obat itu.
“Kesimpulan adanya konsentrasi kadar sangat tinggi bukan hanya pencemaran tapi bahan baku sudah mengandung EG DEG bukan hanya pencemaran tapi bahan baku sudah keracunan,” ucap Penny dalam konferensi pers, Senin 31 Oktober 2022.
Ia menyebut selain temuan EG dan DEG, ada beberapa kesalahan lain PT Yarindo.
Seperti menggunakan bahan baku obat tak memenuhi syarat (TMS), tidak melakukan kualifikasi bahan pemasok obat termasuk tidak melakukan pengujian suppllier bahan baku obat termasuk tidak uji coba untuk parameter cemaran EG dan DEG.
Kemudian, tidak menggunakan metode analisa untuk bahan baku sesuai referensi terkini, dimana produk PT Yarindo terbukti menggunakan propilen glikol yang mengandungEG 48mg/ml syaratnya kurang dari 0,1 mg/ml.
Menurut Penny, PT Yarindo telah memiliki banyak rekam jejak pelanggaran dalam produksi obat sirup.
“Untuk yang maturitasnya rendah sering melakukan pelanggaran. Dan kebetulan PT Yarindo (Farmatama) rekam jejaknya banyak sekali pelanggaran, demikian juga dengan yang lain termasuk PT Afi Farma,” ungkap Penny.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM telah melakukan pengamanan dan penyitaan terhadap barang bukti pada industri tersebut.
Pada PT Yarindo ditemukan sejumlah barang bukti yaitu Flurin DMP Sirup (2.930 botol), Bahan Baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD (44,992 Kg), Bahan Pengemas Flurin DMP Sirup (110.776 pcs), dan sejumlah dokumen (catatan bets produksi Flurin DMP Sirup dan sertifikat analisis bahan baku Propilen Glikol).
Bantahan dari PT Yarindo
Perusahaan industri farmasi yaitu PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) membantah produksi obat sirupnya menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol yang mengandung Etilen Glikol(EG) dan Dietilen Glikol(DEG) melebihi ambang batas.
Hal itu berdasarkan temuan hasil pengawasan BPOM bersama Bareskrim Polri terkait adanya cemaran EG dan DEG yang memicu gangguan ginjal akut yang dialami ratusan anak di Indonesia.
Legal Manager PT Yarindo Farmatama, Vitalis Jebarus menyatakan, PT Yarindo Farmatama telah memproduksi Flurin DMP 60 ml sudah 20 tahun lamanya. Dan mengklaim produksi dilakukan dengan memenuhi syarat Cara Pembuatan Obat yang Baik atau CPOB.
“Semua kita lakukan di sini sudah memenuhi syarat, dan sampai saat ini tidak ada orang yang meninggal karena Plurin DMP, dari 102 list yang dikeluarkan Kemenkes tidak ada Plurin milik PT Yarindo,” tegasnya kepada wartawan di Serang seperti dilansir dari Tribun Timur, Selasa 1 November 2022.
Pihaknya menyatakan tidak pernah membeli bahan baku Propilen Glikol (PG) yang memicu EG dan DEG, sehinga merasa bingung dengan temuan BPOM tersebut.
“Kami juga bingung ini, kami tidak pernah membeli EG dan DEG. Kita pernah sekali melaporkan pergantian manufacturing pembuatnya sebelumnya dari Jepang dan pindah ke Dow Chemical Thailand sejak 2015,” terang dia.
Ia pun mempertanyakan, pengawasan yang dilakukan BPOM selama 2020-2025, yang telah memberikan daftar ulang untuk izin edar sebanyak 3 kali.
“Selama itu kita juga sudah 3 kali renewal atau daftar ulang kalau salah kenapa izin keluar dari 2020-2025. Ini artinya Badan POM memberikan pengawasan untuk izin edar ini,” imbuh Vitalis.
Sebelumnya, dari hasil pemeriksaan dan pendalaman, PT Yarindo membeli bahan baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dari CV Budiarta.
Dari berbagai sumber/matahukum/rid