“Rumah sakit di Jalur Gaza hanya memiliki bahan bakar yang cukup untuk beroperasi selama tiga hari ke depan, kata Kementerian Kesehatan Gaza pada Ahad, sehingga bisa mengancam ribuan nyawa warga setempat”
Mata Hukum, Jakarta – Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kian memburuk. Hal itu disebabkan oleh gempuran tentara dan blokade Zionis Israel di Gaza Palestina.

Saat ini awal Mei 2025 blokade Israel menginjak bulan ketiga berturut-turut, yang secara signifikan membatasi masuknya makanan, air, dan pasokan-pasokan penting ke daerah kantong pesisir tersebut, rumah bagi lebih dari 2 juta warga Palestina.
Antrean panjang di luar dapur-dapur amal dan pusat-pusat distribusi makanan menjadi pemandangan yang kerap ditemui di seluruh Gaza. Di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, ratusan warga menunggu selama berjam-jam dengan harapan mendapatkan satu porsi makanan.

“Situasinya sangat sulit. Tidak ada cukup makanan atau air bersih,” kata Umm Rami, seorang ibu dari empat anak, ketika sedang menunggu di luar sebuah pusat distribusi.
Dapur-dapur amal, yang kerap menjadi satu-satunya sumber makanan bagi para pengungsi, saat ini mengalami kesulitan untuk dapat terus beroperasi di tengah menipisnya pasokan. Sebagian besar makanan yang tersedia bersumber dari bantuan kemanusiaan atau sumbangan lokal yang terbatas, yang keduanya menurun drastis akibat penutupan perbatasan yang berkepanjangan.

“Jika perbatasan terus ditutup, kemungkinan kami terpaksa berhenti beroperasi dalam beberapa hari ke depan,” kata Abdullah Skaik, pengawas sebuah dapur amal di permukiman al-Amal di Khan Younis, kepada Xinhua. “Sebelumnya, kami bisa mendapatkan beras, kacang lentil, dan tepung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sekarang, kami mengandalkan stok sisa yang sudah hampir habis.”

Israel menghentikan masuknya barang dan pasokan ke Gaza sejak 2 Maret setelah berakhirnya perjanjian gencatan senjata tahap pertama dengan Hamas yang mulai diberlakukan pada Januari. Perjanjian gencatan senjata tahap kedua belum dapat terlaksana karena ketiadaan konsensus antara Israel dan Hamas.
Skaik menggambarkan tekanan emosional yang dialami para sukarelawan dan keluarga pengungsi yang mereka bantu. “Kami menyaksikan malanutrisi menyebar di depan mata kami. Jika tidak ada perubahan, yang terjadi bukan hanya kekurangan makanan, tetapi kelaparan akut,” paparnya.

PBB telah memperingatkan tentang bencana kemanusiaan yang akan terjadi di Gaza. PBB melaporkan bahwa tanda-tanda kelaparan akut semakin meningkat, khususnya di kalangan anak-anak.
Meskipun ada upaya-upaya berkelanjutan oleh institusi lokal dan lembaga bantuan internasional, para pekerja bantuan kemanusiaan mengatakan bahwa sumber daya saat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat besar dan terus bertambah.
Hamas menuduh Israel memanfaatkan “kelaparan sebagai senjata perang sistematis,” dan menegaskan bahwa lebih dari 1 juta anak di Gaza menderita kelaparan setiap harinya.

Kepresidenan Palestina juga mengutuk blokade dan operasi militer Israel yang sedang berlangsung, serta mendesak masyarakat internasional untuk bertindak. Dalam pernyataan yang dikeluarkan melalui kantor berita resmi Palestina, WAFA, kepresidenan Palestina menyerukan intervensi mendesak untuk menghentikan apa yang digambarkannya sebagai pelanggaran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap rakyat Palestina.
Bahan bakar rumah sakit di Gaza tersisa 3 hari, ribuan nyawa terancam

Rumah sakit di Jalur Gaza hanya memiliki bahan bakar yang cukup untuk beroperasi selama tiga hari ke depan, kata Kementerian Kesehatan Gaza pada Ahad, sehingga bisa mengancam ribuan nyawa warga setempat.
“Saat ini, pasokan bahan bakar di rumah sakit hanya cukup untuk tiga hari … Blokade terhadap pasokan bahan bakar untuk rumah sakit akan menghentikan operasi mereka yang menggunakan generator listrik,” katanya.

Sejak Israel melanjutkan serangannya di Gaza pada 18 Maret, lebih dari 2.400 orang tewas dan 6.400 lebih lainnya terluka, menurut data kementerian.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza Munir al-Barsh pada akhir April mengatakan kepada Al Jazeera bahwa hanya 20 dari 38 rumah sakit di Gaza yang beroperasi sebagian.
Menurut dia, penutupan akses pintu masuk ke wilayah kantong Palestina tersebut memperburuk situasi di Gaza dan berdampak buruk terhadap rumah sakit.
Sementara pada 18 Maret silam, pasukan Zionis Israel kembali menggempur Jalur Gaza lantaran kelompok pejuang Palestina, Hamas, menolak rencana Amerika Serikat untuk memperpanjang gencatan senjata yang berakhir pada 1 Maret.
Israel kemudian memutus pasokan aliran listrik ke pabrik desalinasi di Jalur Gaza, serta menutup pintu masuk bagi truk-truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan.