Mumbai, Mata-Hukum — Di India, ayah seorang dokter yang meninggal setelah divaksin menggugat Bill Gates dan beberapa otoritas India.
Kasusnya terjadi setahun lalu, pada 2021. Korban bernama dr Snehal Lunawat, seorang wanita berusia 33 tahun. Ia dokter dari Maharashtra yang bekerja di Gurugram, sebuah kota di sebelah utara New Delhi, India. Pada 28 Januari 2021, Lunawat terpaksa menjalani vaksin karena ia masuk dalam kategori tenaga kesehatan. Ia disuntik vaksin Covishield, produksi Serum Institute of India.
Delapan hari kemudian, dia mengalami sakit kepala parah dan muntah-muntah lalu dilarikan ke rumah sakit. Dokter yang menangani menemukan pendarahan di otaknya. Dia meninggal pada 1 Maret 2021.
Tujuh bulan kemudian, setelah diselidiki intensif, kematian Lunawat diakui sebagai kematian akibat vaksin ketiga oleh KIPI India (National Adverse Event Following Immunization India).
Pada 31 Januari 2022, ayah korban, Dilip Lunwat, mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rs.10.000 crores atau Rs.100.000.000.000 (USD 1,34 miliar) di Pengadilan Tinggi India. Ia menggugat delapan pihak, antara lain CEO Serum Institute Adar Poonawalla, Bill Gates sebagai mitra dalam pembuatan vaksin Covishield, otoritas kesehatan India dan negara bagian Maharashtra.
Covishield adalah vaksin Oxford-AstraZeneca yang dibuat oleh Serum Institute of India. Vaksin Oxford-AstraZeneca telah ditangguhkan atau penggunaannya dibatasi di banyak negara karena masalah keamanan dan kemanjuran.
Bill Gates mendanai upaya pembuatan vaksin Covishield. Yayasan Bill dan Melinda Gates melalui Dana Investasi Strategis menyediakan dana berisiko sebesar USD 150 juta yang digunakan untuk mendukung Serum Institute memproduksi calon vaksin yang potensial. Vaksin diproduksi SII yang direncanakan diedarkan ke 92 negara.
Pengadilan Tinggi India menerima gugatan tersebut pada 26 Agustus 2022. Pengacara Bill Gates telah menerima pemberitahuan tersebut.
Bill Gates, Adar Poonawalla dan para tertuduh lainnya dituntut atas pembunuhan massal melalui vaksin. Mereka juga didakwa atas pelanggaran menipu masyarakat luas dengan narasi palsu dan teori konspirasi.
Klaim tersebut juga meminta tindakan terhadap operator media sosial seperti Facebook, YouTube, Google, dan media korporat yang “memberikan narasi palsu dan teori konspirasi bahwa vaksin benar-benar aman dan sebaliknya menyembunyikan berita dan informasi mengenai efek samping, ketidakmanjuran atau kegagalan vaksin.”
Ayah korban, Dilip Lunwat, menuntut lembaga pemerintah yang terlibat untuk memberikan laporan lengkap tentang apa yang telah terjadi. Dia menyatakan menginginkan keadilan untuk putrinya, dan untuk memperjuangkan “lebih banyak orang yang kemungkinan besar akan dibunuh” dalam keadaan yang sama.
Kasus ini dijadwalkan disidangkan pada 17 November 2022 di Pengadilan Tinggi Bombay.
the expose/jotz