28.9 C
Jakarta
19.05.2025
Mata Hukum
Home » Catatan Akhir PekanAdi WarmanMinggu, 4 Mei 2025: Purnawirawan Bicara, Preman Bertindak, Guru dan Buruh Nyaris Terabaikan
NewsOpini

Catatan Akhir PekanAdi WarmanMinggu, 4 Mei 2025: Purnawirawan Bicara, Preman Bertindak, Guru dan Buruh Nyaris Terabaikan

“Preman boleh bertindak, tapi jangan sampai hukum tunduk di bawah kaki mereka. Serta
guru dan buruh boleh diam, tapi negara punya kewajiban mendengar mereka.
Sebab republik ini berdiri bukan di atas suara paling keras, tetapi di atas nilai paling luhur”

Mata Hukum, Jakarta – Pekan pertama Mei 2025 menyuguhkan potret yang tajam sekaligus getir tentang wajah Republik.

Presiden Prabowo saat hadir ditengah Buruh 1 Mei 2025

Di tengah peringatan Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional, publik justru disuguhkan tiga hal yang mencemaskan: pernyataan politik atas nama purnawirawan, kekerasan terorganisir yang semakin brutal, dan sunyinya kepedulian terhadap buruh serta guru yang mestinya menjadi pilar bangsa.

Pernyataan sikap yang beredar luas dan mengatasnamakan Forum Purnawirawan Prajurit TNI ternyata merupakan dokumen yang tertulis sejak Februari 2025 tanpa tanggal resmi. Namun, kemunculannya diakhir april ke ruang publik memicu kegaduhan politik. Lebih parah lagi, sebagian publik sempat mengira bahwa pernyataan itu mencerminkan sikap resmi institusi purnawirawan. Padahal, organisasi resminya sendiri, seperti PPAD, PPAL, dan PPAU telah membantah keterlibatan mereka, dan dengan tegas menyatakan bahwa mereka tetap menjunjung konstitusi dan netralitas TNI.

Jenderal TNI Purn Wiranto bersama purnawirawan TNI-Polri nyatakan dukungan terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran

Klaim yang tak mewakili kebenaran bisa menyesatkan arah bangsa. Demokrasi memberi ruang bagi kebebasan berpendapat, tapi bukan untuk memanipulasi suara kolektif. Politik yang sehat adalah yang jujur dalam representasi, bukan berlindung di balik nama besar organisasi & institusi.

Bersamaan dengan itu, masyarakat juga dihadapkan pada lonjakan kekerasan terorganisir. Premanisme kini tampil bukan hanya sebagai gejala kriminal, tetapi juga sebagai “cara baru” menyelesaikan konflik sosial. Ini adalah bentuk keputusasaan terhadap sistem hukum. Ketika rakyat merasa hukum lamban, mereka mencari keadilan sendiri. Tapi keadilan tanpa hukum adalah kekacauan. Negara tidak boleh membiarkan hukum dikalahkan oleh intimidasi.

Ironisnya, di tengah kegaduhan ini, dua hari penting bagi rakyat pekerja dan pendidik—1 Mei dan 2 Mei—berlalu tanpa perhatian yang maksimal. Hari Buruh seharusnya menjadi momentum memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan industrial. Namun para buruh tetap menghadapi ketidakpastian kerja, upah yang belum layak, dan sistem jaminan sosial yang belum merata. Kita seolah terbiasa dengan seremonial peringatan dan mengucapkan “selamat Hari Buruh” tanpa benar-benar mendengar jeritan mereka.

Begitu pula Hari Pendidikan Nasional. Pendidikan bukan sekadar soal kurikulum atau anggaran, tetapi soal menanamkan karakter dan membentuk bangsa. Ketika kekerasan menjadi bahasa publik, kita harus bertanya: sudahkah kita mendidik dengan benar? Sudahkah guru kita dimuliakan sebagaimana seharusnya?

Jujur saya tegaskan bahwa, purnawirawan boleh bicara, tapi jangan membawa nama yang tak mewakili. Dan
Preman boleh bertindak, tapi jangan sampai hukum tunduk di bawah kaki mereka. Serta
guru dan buruh boleh diam, tapi negara punya kewajiban mendengar mereka.
Sebab republik ini berdiri bukan di atas suara paling keras, tetapi di atas nilai paling luhur.

Dr. H. Adi Warman, S.H., M.H., M.B.A.
Ahli Hukum / Pengamat Politik dan Keamanan.

Berita Terkait

Pimpinan Komisi 3 DPR RI Dukung Wacana Kampung Lobster, Perkuat Potensi Perikanan Lombok Timur NTB

Farid Bima

Kejagung Geledah Kantor Maqdir Ismail Buntut Uang Rp 27 M Dikasus Korupsi BTS Keminfo

Farid Bima

Maaf Sandy Walsh dan Jordi Amat Belum Bisa Membela Timnas Indonesia di FIFA Match Day

Farid Bima

Leave a Comment