Dewan Nyaris Tak Terdengar

0

Dewan Pertimbangan Presiden [tribunnewswiki]

Dewan Pertimbangan Presiden adalah reinkarnasi dari Dewan Pertimbangan Agung. Sejak lahir sudah mengundang kritik. Kredibilitasnya diragukan.

MENDIANG Prof Dr Harun Al Rasyid, pakar hukum tata negara, pernah menyatakan Dewan Pertimbangan Presiden atau Dewan Pertimbangan Agung tak lagi diperlukan. Selain landasan hukum lembaga ini tidak jelas, begitu juga dengan tata tertib dan mekanisme kerjanya pun tak jelas. Termasuk pula tentang apa dasar pertimbangan jumlah anggota Wantimpres yang sembilan orang itu.

Harun Al Rasyid mengatakan bahwa DPA itu warisan Belanda dengan mengutip ucapan Soepomo bahwa DPA itu tidak diperlukan. Dulu namanya Raad van Nederlandsch-Indie. Karena lembaga negara yang ada dalam UUD 1945, sebagian besar hanya meniru warisan kolonial Belanda. Seperti Gouverneur General menjadi Presiden, Raad van Gouverneur General menjadi Wakil Presiden, Algemene Reken Kamer menjadi BPK, Volksraad menjadi DPR, Hogerechthoft menjadi Mahkamah Agung dan Raad van Indie menjadi DPA. Raad van Naderladsch-indie bertugas menyampaikan usul-usul Gouverneur General (Gubernur Jenderal).

Bahkan ternyata tugas dan kewenangan Raad van Nederlandsch-Indie justru lebih luas dari pada DPA, karena dalam beberapa hal Gubernur Jenderal harus mendengar nasihat-nasihat Raad van Nederlandsch-Indie tersebut. Oleh karena itu DPA di zaman Soekarno hampir tidak pernah difungsikan.

***

DPA adalah lembaga tinggi negara Indonesia menurut UUD 45 sebelum diamandemen. Fungsinya memberi masukan atau pertimbangan kepada presiden. DPA dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 45 sebelum diamandemen. Ayat 2 pasal ini menyatakan bahwa DPA berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 16 disebutkan bahwa DPA berbentuk Council of State yang wajib memberi pertimbangan kepada pemerintah.

Pada 25 September 1945, DPA dibentuk melalui pengumuman pemerintah (Berita Republik Indonesia Nomor 4) dengan ketua R Margono Djojohadikusumo. Anggota DPA pertama ini berjumlah sebelas orang. Di antaranya adalah Radjiman Widiodiningrat, Syekh Djamil Djambek, Agus Salim dan dr Latumeten.

Tidak banyak yang dikerjakan DPA pertama ini. Ketika pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer, keberadaan DPA menjadi makin tidak berarti. Walau tetap eksis sampai pada 1949 tapi nasib DPA sebagai lembaga konstitusional terpuruk.

Periode selanjutnya posisi DPA makin tidak jelas. Kondisi ini berlangsung hingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. DPA Sementara dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959, 22 Juli 1959. Ketuanya dirangkap oleh Presiden Soekarno. DPA definitif baru muncul pada 1967 melalui UU Nomor 3 Tahun 1967 yang disahkan pejabat Presiden Soeharto. Pada masa Reformasi, berdasarkan UUD 45 yang telah diamandemen, lembaga ini dihapus dengan Keputusan Presiden Nomor 135 /M/ 2003 pada tanggal 31 Juli 2003.

Namun dalam perjalanannya lembaga ini kemudian mendapat wadah baru. Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) adalah versi baru DPA. Dasar legalitasnya: Undang-Undang Nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Pijakan konstitusional tetap, yakni Pasal 16 Undang-Undang Dasar 1945. Presiden SBY akhirnya meneken keppres pembentukan Wantimpres pada 26 Maret 2007. Anggota Wantimpres berjumlah 9 orang dan digaji lewat Sekretariat Negara.

Dalam tatanan trias politika keberadaan lembaga ini juga tak jelas. Lebih mirip sebagai lembaga konsultatif bukan sebagai lembaga kontrol. Makanya sejak kelahirannya, Wantimpres selalu mengundang kritik. Utamanya karena selalu diisi sosok-sosok yang berperan mendukung presoden saat pilpres. Lebih mengedepankan pertimbangan politik alias bagi-bagi kursi ketimbang fungsional. Tidak pernah ada satu pun tokoh oposisi yang diajak duduk di Wantimpres. Pembentukan Wantimpres waktu itu karena SBY tidak berani konfrontasi dengan kelompok penentang. “Itu cara dia untuk membendung kelompok-kelompok yang selama ini berseberangan,” kata Hariman Siregar kala itu.

Padahal yang namanya memberi pertimbangan seharusnya juga menyertakan semua aspirasi masyarakat, baik yang pro maupun yang kontra. Dengan demikian pertimbangan yang diberikan kepada presiden akan lebih obyektif dan komprehensif.

Jika pertimbangan hanya diberikan tokoh-tokoh yang pro maka dipastikan nasihat yang disampaikan tidak benar-benar menyentuh akar persoalan sehingga saran yang disampaikan tidak pas dengan kebutuhan sosio-politik bangsa.

Namun lain yang terjadi dengan Adnan Buyung Nasution. Mengetahui bahwa lembaga Wantimpres tidak berkuku dan tidak responsif atas hal-hal mendesak dalam persoalan bangsa dan negara, mendiang Buyung Nasution putar otak mengambil langkah-langkah personal.

Advokat tiga zaman ini membeberkan pengalamannya saat menjabat sebagai anggota Wantimpres dalm buku “Nasihat untuk SBY”. Salah satunya adalah soal sulitnya anggota Wantimpres berkomunikasi dengan SBY. Padahal, pasal 4 ayat 1-3 UU Dewan Pertimbangan Presiden No 19/2006 menyebutkan, anggota Wantimpres mempunyai kewajiban menasihati dan memberi pertimbangan kepada presiden baik diminta maupun tidak diminta. “Dalam berurusan langsung dengan presiden muncul kendala dari jajaran di bawah presiden sendiri. Ada kepala biro rumah tangga, sekretaris presiden, staf khusus, Menseskab dan Mensesneg. Ketika kami meminta sekjen menjembatani komunikasi dengan presiden melalui jajaran di bawahnya itu, jalannya tidak lancar. Untuk mengetahui jadwal dan kegiatan presiden saja sulit,” ungkap Buyung di halaman 72.

Buyung juga menceritakan soal Presiden SBY seringkali tidak memberikan respons yang jelas terhadap masukan dan nasihat yang diberikan anggota Wantimpres. Masukan atau nasihat itu bahkan tidak ditanggapi, tidak mendapat jawaban atau balasan. Bahkan selama 2009, tahun terakhir mereka menjabat, tidak ada pertemuan sama sekali antara Wantimpres dengan presiden.

“Anggota Wantimpres yang aktif harus berjuang sekuat tenaga agar nasihat dan pertimbangannya sampai kepada presiden. Sedangkan presiden jarang meminta nasihat kepada Wantimpres. Tidak seperti yang dianjurkan dalam undang-undang,” kata Buyung.

Sulitnya komunikasi secara langsung dengan Presiden SBY membuat Buyung putar otak. Salah satunya saat mencoba memberi nasihat kepada Presiden SBY yang kala itu hendak mengadukan wartawan ke Dewan Pers. Buyung berbicara melalui koran dengan maksud agar perkataannya itu dibaca oleh presiden. “Presiden rupanya membaca dan menyetujui pendapat saya, maka rencana itu tidak dilaksanakan.”

Sejarah mencatat, sampai saat ini, peran Wantimpres yang paling menonjol adalah ketika Adnan Buyung Nasution ditunjuk memimpin Tim Delapan untuk mencari fakta dan memverifikasi dugaan kriminalisasi terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain dari itu, peran Wantimpres nyaris tidak pernah terdengar.

Beberapa alasan tidak dibutuhkan adanya Dewan Pertimbangan Presiden:

Pertama, dalam jajaran kabinet sebagai pelaksana pemerintahan di bawah Presiden telah ada tenaga-tenaga profesional di bidangnya, sehingga Presiden lebih tepat minta nasihat dan pertimbangan kepada mereka dibandingkan dengan minta nasihat dan pertimbangan kepada Wantimpres.

Kedua, walau sekalipun anggota Wantimpres dipilih orang-orang profesional dibidangnya, kalau tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan pemerintahan maka nasihat dan pertimbangan tidak aplikatif dan implementatif. Hal ini disebabkan para anggota Wantimpres tidak terlibat langsung dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Sehingga tidak paham realitas kenegaraan dan kepemerintahan yang terjadi.

Ketiga, penyelenggaraan pemerintahan, apabila sistem berjalan dengan baik maka tidak dengan begitu mudahnya membentuk dewan yang mempunyai tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden. Sistem yang dimaksud, meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta nasihat dan pertimbangan.

Alasan lain: tercatat selama empat tahun sejak DPA dihapus (2002-2006), penyelenggaraan pemerintahan tetap berjalan walau tanpa ada kekuasaan konsultatif.

Hal tersebut menunjukkan bahwa eksistensi Wantimpres tidak bermanfaat dalam penyelenggaraan bernegara.

jotz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *