Di Hadapan Komisi 3 DPR, Jaksa Agung Ungkap 2.103 Kasus Disetop Via Restorative Justice
“Jaksa Agung, sejak dicanangkannya tahun 2020, Kejaksaan Agung telah melakukan penghentian penuntutan sebanyak 2.103 perkara”
Mata-Hukum, Jakarta – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memamerkan program unggulannya mengenai penanganan perkara dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice. Burhanuddin mengungkapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyelesaikan ribuan perkara dengan menerapkan restorative justice sejak 2020 hingga kini.
Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada, Rabu 23 November 2022. Hadir di rapat itu Burhanuddin dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto.
Mulanya, Ketua Komisi III DPR menyampaikan salah satu agenda dalam rapat kerja tersebut, yakni berfokus pada pembahasan penerapan restorative justice oleh Kejagung. Dia menyebut restorative justice menjadi program unggulan.
“Kemudian yang kedua ini agenda yang mendapat apresiasi dunia, yaitu program restorative justice. Ini program yang membuat Pak Jaksa Agung kita mendapat penghargaan luar biasa di luar negeri. Ini perlu kita pahami semua para anggota Dewan, sehingga tidak keliru-keliru di dalam melakukan restorative justice,” ungkapnya.
“Ini program unggulan dan untuk itu dimasukkan dalam anggaran bidang pidum. Implementasi program penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice termasuk dalam anggaran 2022 bidang pidana umum sebesar Rp 238.337.734.000,” lanjutnya.
Burhanuddin lalu memaparkan soal penerapan restorative justice yang dilakukan Kejagung. Dia mengungkapkan sudah2.103 perkara yang diselesaikan dengan restorative justice sejak 2020 hingga November 2022.
“Sejak dicanangkannya tahun 2020, Kejaksaan Agung telah melakukan penghentian penuntutan sebanyak 2.103 perkara,” katanya.
Burhanuddin merinci, pada 2020 ada sebanyak 230 perkara, tahun 2021 sebanyak 422 perkara, kemudian tahun ini sebanyak 1.451 perkara. Selain penerapan restorative justice, dia mengatakan Kejagung telah membentuk sebanyak 1.536 Rumah Restorative Justice atau Rumah RJ dan 73 balai rehabilitasi.
“Pada tahun 2020 sebanyak 230 perkara, 2021 sebanyak 422 perkara, 2022 sebanyak 1.451 perkara. Di samping itu, berdasarkan pendekatan keadilan restoratif, Kejaksaan telah membentuk Rumah Restorative Justice atau Rumah RJ sebanyak 1.536 serta telah dibentuk 73 balai rehabilitasi di seluruh Indonesia,” ujarnya.