Eks Kakanwil BPN Jaktim Divonis 3,5 Tahun Penjara
“Sebelumnya, Jaya selaku Kakanwil BPN DKI Jakarta dituntut 5 tahun penjara karena terbukti terlibat mafia tanah ditubuh BPN”
Mata-Hukum Jakarta – Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Jaya, divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti melakukan pemalsuan dokumen. Majelis menyatakan, Jaya memalsukan dokumen pembatalan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT Salve Veritate, sehingga menimbulkan kerugian sekitar Rp 600 miliar.
“Menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Henny Trimira Handayani, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis 15 Desember 2022.
Hakim menilai, Jaya terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.
Sebagaimana dakwaan alternatif pertama. Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian dan dianggap tidak menjalankan sistem pemerintahan yang baik.
“Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, sudah berusia lanjut, dan sudah mengabdi selama 38 tahun di kantor pertanahan,” ujar hakim.
Usai mendengar putusan, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.
Sementara tim kuasa hukum terdakwa, Erlangga Lubay mengaku akan berkoordinasi lebih dulu dengan kliennya untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.
Namun, ia membuka peluang untuk mengajukan banding. Sebab dalam sidang, tidak ada dokumen otentik yang dihadirkan jaksa sebagai barang bukti.
Mudah-mudahan kalau banding, hakimnya akan berpikir lebih realistis. Karena dari 133 bukti-bukti yang dihadirkan itu tidak ada yang asli satu pun. Semua dilegalisir,” ujarnya.
Menurutnya, pihak yang bisa menentukan apakah dokumen tersebut palsu atau tidaknya adalah Mabes Polri. Sehingga dia menganggap, majelis hakim tidak mengerti soal masalah pertanahan.
Oleh karena itu, Erlangga berharap agar ke depan, pengadilan negeri setidaknya memiliki tiga hakim yang fokus menanganai perkara soal sengketa tanah. Agar dapat memberi putusan yang adil.
Jangan hakimnya tipikor (tindak pidana korupsi) campur pertanahan. Jangan dokter umum dijadikan dokter bedah,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT Salve Veritate, Kristiawanto yang menjadi pelapor kasus ini mengapresiasi putusan majelis hakim. Menurutnya, kinerja penegak hukum sudah bekerja secara profesional.
Klien kami sebagai pencari keadilan menghormati keputusan hakim yang berdasarkan fakta fakta, bukti bukti dan keterangan saksi-saksi di dalam persidangan secara utuh,” ujarnya.
Kristiawanto menambahkan, kliennya adalah pemilik tanah sejak tahun 1970-an yang secara terus menerus menguasai obyek maupun surat. Serta taat membayar pajak.
Sampai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) oleh Terdakwa pada Tahun 2019. Ia menilai, SK yang dikeluarkan oleh Terdakwa sangat merugikan kliennya.
“Semoga keputusan ini dapat menjadi keputusan yang baik bagi pencari keadilan dan tidak ada lagi ke depannya korban mafia tanah sebagaimana yang dicanangkan oleh Pemerintah terkait pemberantasan mafia tanah,” tandasnya.
Sebelumnya, Jaksa menuntut Jaya dengan pidana penjara selama 5 tahun. Adapun perkara ini berawal pada 2019, ketika seseorang bernama Abdul Halim, mengaku mempunyai Akta Jual Beli (AJB) atas lima girik dan berhak atas tanah di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Namun di atas tanah itu, ada SHGB milik PT Salve Veritate. Melalui Hendra SH & Partners, Abdul Halim meminta BPN membatalkan SHGB tersebut.
Permohonan itu, diketahui eks Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.
Ia pun menghubungi Jaya lewat pesan WhatsApp, agar dicek alas haknya. Jaya mengartikan, Sofyan Djalil memberi atensi khusus. Akhirnya, Jaya menghubungi pihak BPN Jakarta Timur dan meminta percepatan pengurusan.
Kemudian, pada 30 September 2019, dikeluarkan surat pembatalan 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Benny Simon Tabalujan beserta turunannya, yang telah menjadi 38 SHGB atas nama PT Salve Veritate.
Pembatalan ini dikeluarkan melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: 13/Pbt/BPN.31/IX/2019. Luas bidang tanah yang dibatalkan yaitu 77.852 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur.
Nilai tanah mencapai triliunan rupiah. Namun terbitnya surat itu tidak dilaporkan kepada Sofyan Djalil. Kemudian dilakukan audit investigasi oleh Inspektorat Jenderal.
Walhasil, Jaya dianggap melanggar hukum. Jaya pun diproses oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan perkaranya ditangani Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
JPU Tuntut Mantan Kakanwil BPN DKI Jakarta Lima Tahun Penjara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam persidangan yang dibacakan Andri, menuntut mantan Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Jaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi jalan Bungur Besar Raya No.24,26,28, Jakarta Pusat pada Senin 5 Desember 2022, dengan tuntutan lima tahun penjara.
“Terdakwa, saudara Jaya telah terbukti melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP, telah melakukan pemalsuan dokumen untuk pembatalan surat Hak Guna Bangunan (HGB),” ucap Andri dalam sidang pembacaan tuntutan.
Dalam proses persidangan tuntutan yang dilakukan dan dibacakan JPU dan terdakwa Jaya dituntut selama lima tahun penjara.
Menurut JPU yang disampaikan dan dibacakan Andri dalam sidang tuntutan, bahwa mantan Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, selaku terdakwa tidak ada yang dapat menghapuskan sifat perbuatan melawan hukum dari perbuatan yang dilakukannya. Sehingga, sudah sepantasnya terdakwa mempertanggung jawabkan perbuatan yang dilakukannya.
“Untuk itu kami (JPU) meminta, menuntut terdakwa Jaya dengan pidana penjara selama lima tahun dan dikurangi selama masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” ujarnya.
Masih dalam pembacaan tuntutan, JPU juga mempertimbangkan hal yang memberatkan perbuatan terdakwa, sehingga mengakibatkan kerugian korban PT. Salve Veritate mencapai Rp 600 miliar.
Sedangkan dinyatakan JPU, terdakwa dalam persidangan selalu berbelit- belit dalam keteranganya dan yang meringankan terdakwa, bahwa terdakwa sopan selama dalam persidangan, katanya.
Lanjutnya, dalam uraian pembacaan tuntutan tersebut. JPU meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk menetapkan terdakwa Jaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, menggunakan surat palsu atau dipalsukan yang menyebabkan kerugian korban hingga mencapai Rp 600 miliar.
“Atas hal tersebut, JPU meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menjatuhkan hukuman lima tahun penjara,” pintanya.
Sementara itu Ketua Majelis Hakim, Henny Trimira Handayani dalam sidang tuntutan yang disampaikan JPU menegaskan kepada terdakwa melalui penasehat hukumnya untuk dapat mengajukan pembelaan atas tuntutan yang disampaikan JPU dalam isi uraiannya.
“Bagimana saudara terdakwa atas tuntutan ini. Saudara punya hak, saudara di sini bisa melakukan pembelaan secara tertulis atau lisan, atau diwakili oleh penasehat hukumnya. Sidang kita lanjutkan jum’at depan (9/12/2022), dengan agenda pembacaan pembelaan (pledoi) dari terdakwa atau melalui kuasa hukumnya,” tutup Henny Trimira Handayani.