“Menkopolhukam Mahfud MD: Ada Permainan soal Putusan Penundaan Pemilu 2024 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat “
Mata-Hukum, Jakarta – Putusan perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengulang tahapan Pemilu 2024 selama 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari, memantik kecurigaan publik. Pasalnya, wacana penundaan pemilu bukanlah barang baru.
Wacana bahkah pernah menuai polemik beberapa waktu lalu. Bahkan, hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga survei juga membuktikan bahwa mayoritas publik melawan narasi yang berkembang dalam berbagai bentuk itu.
Putusan PN Jakpus yang memenangkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) ini pun turut menjadi polemik berikutnya. Beragam tokoh penting hingga LSM-LSM menaruh kecurigaan.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD memastikan pemerintah, melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melawan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan Pemilu 2024. Ia tidak memungkiri ada unsur permainan dari putusan hakim atas gugatan yang diajukan Partai Prima itu.
“Ini urusan hukum administrasi kok masuk ke hukum perdata? Ada main mungkin di belakangnya. Iya lah pasti ada main. Pasti,” kata Mahfud dalam keterangan yang dikutip dari Youtube Kemenko Polhukam, pada Senin 6 Maret 2023.
Mahfud lantas menganalogikan dengan seseorang yang sudah menikah, tetapi memperkuat legalisasi pernikahan ke pengadilan militer padahal seharusnya ke pengadilan agama.
Mahfud menilai, putusan tersebut juga bukan masalah independensi hakim. Ia mengakui bahwa putusan hakim tidak bisa diganggu gugat, tetapi bisa dinilai lewat sikap independensi dan etik.
Ia menganalogikan seperti dokter yang disidang dalam sidang etik saat dokter salah melakukan kode etik. Mahfud menilai, hakim perkara sudah salah menerapkan aturan hukum serta melanggar Perma 2 tahun 2019 tentang sengketa pemilu. “Ini kan ilmunya salah ini. Sudah jelas kalau pemilu itu pengadilannya ke sana, kok dia yang mutus dan sudah ada itu petunjuk dari Mahkamah Agung kalau ada urusan administrasi masuk ditolak,” tegas Mahfud.
Mahfud mengatakan pemerintah tetap pada pendiriannya untuk melaksanakan Pemilu 2024 sesuai tahapan yang sudah diatur KPU. Bahkan, kata Mahfud pemerintah akan mengabaikan putusan ini, meski nanti pada tingkat banding hasilnya kembali kalah. “Saya katakan kalau pemerintah sih akan terus jalan dengan persiapan ini dan bahkan kemudian kalau mau ini karena ini salah kamar ya diabaikan saja kalau sudah banding kalau kalah lagi,” kata Mahfud.
Sementara Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menilai putusan PN Jakpus keluar dari akal sehat. “What is really going on?” ungkap SBY lewat akun Twitter-nya, pada Jumat 3 Maret 2023.
SBY menyinggung agar tidak ada pihak yang coba bermain-main dan membahayakan negara.
“Ingat rakyat kita. Jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Jangan ada yang menabur angin, kena badai nanti,” tambahnya.
CSIS: keinginan kelompok tertentu
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nooru Okhtariza curiga bahwa putusan ini merupakan pesanan keinginan kelompok tertentu.
PDI-P: ada kekuatan besar
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto tugas menyatakan bahwa pihaknya menolak penundaan pemilu yang diperintahkan oleh PN Jakpus.
Mirip dengan CSIS, Hasto menilai bahwa putusan ini tidak lahir dari ruang hampa. “Kita melihat pada suatu kekuatan besar di balik peristiwa pengadilan di PN Jakpus tersebut yang mencoba untuk menunda pemilu,” kaya Hasto kepada wartawan, pada Sabtu 4 Maret 2023.
Pasalnya, bukan ranah PN Jakpus untuk memutus perkara ini. Namun, Hasto tak menjawab lugas siapa sosok kekuatan besar itu.
“Operasi kekuasaan” Direktur Eksekutif Institute for Democratic and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam curiga putusan PN Jakpus merupakan lanjutan dari operasi kekuasaan. Ia menduga, elite-elite sejak dulu menginginkan penundaan pemilu lewat ide perpanjangan masa jabatan Jokowi, kepala desa, hingga perubahan sistem pemilu, telah mengintervensi putusan pengadilan terkait hal ini.
“Dangkalnya argumen dalam amar putusan PN Jakpus tentang penundaan pemilu menegaskan bahwa operasi kekuasaan untuk menunda Pemilu terbukti masih terus berjalan,” sebut Umam, Jumat.
Menurutnya, modus operandi ini tampak jelas. Lantaran upaya-upaya itu gagal, paling mudah dan efektif yakni dengan memanfaatkan jalur penegakan hukum.
PRIMA dianggap sebagai pion untuk mempersiapkan dan melancarkan agenda besar menunda pemilu. “Semua orkestrasi sedemikian rupa untuk menghadirkan ketidakpastian persiapan menuju Pemilu 2024,” kata Umam. PN Jakpus dan PRIMA sengaja tunda pemilu Gugatan untuk menunda pemilu ada pada petitum nomor 5 gugatan PRIMA. Dalam salinan putusan perkara 757/Pdt.G/2022 itu, majelis hakim PN Jakpus mengaku paham maksud PRIMA dalam petitum tersebut bertujuan menunda pemilu.
“Tentang petitum nomor 5 gugatan, penggugat yang memohonkan agar pengadilan memerintahkan tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 … dengan kata lain adalah bertujuan untuk penundaan pelaksanaan tahapan pemilu sementara waktu.”
Majelis hakim PN Jakpus juga dengan tegas menyebut bahwa petitum itu “akan dikabulkan dengan perbaikan”. Pertimbangan majelis hakim sama persis dengan pertimbangan dalam gugatan PRIMA, yaitu penundaan pemilu perlu dilakukan untuk “terciptanya keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan” dari KPU. PRIMA mengutip pasal 2 kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Mereka menilai, larangan untuk KPU menyelenggarakan tahapan pemilu “adalah tuntutan yang rasional”.
Petitum menunda pemilu ini dikabulkan oleh majelis hakim karena “memperhitungkan keadaan yang terjadi masih berada pada awal mula tahapan Pemilu”. Oleh karena itu lah, majelis hakim PN Jakpus, masih dalam salinan putusan yang sama, memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari sejak putusan diucapkan. “Dan kemudian melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari,” tulis majelis hakim dalam pertimbangannya.