Gugat UU PSK ke MK, Dosen M Ibnu Minta Saksi Ahli Tak Bisa Dipidanakan
“Menjadi ahli atau memberikan keterangan ahli merupakan kewajiban hukum yang dilakukan oleh seorang warga negara. Hal itu untuk berpartisipasi dalam proses peradilan untuk membantu penegak hukum dan para pencari keadilan dalam menemukan kebenaran materiil”
Mata-Hukum, Jakarta – Dosen Universitas Presiden, Bekasi, Muh Ibnu Fajar Rahim mengajukan judicial review UU Perlindungan Saksi dan Korban (PSK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ahli hukum pidana itu meminta saksi ahli juga dilindungi dan tidak bisa dituntut secara pidana dan perdata.
Pasal yang dimaksud yaitu Pasal 10 (1) UU PSK yang berbunyi:
Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.
“Menyatakan Pasal 10 UU 31/2014 bertentangan dengan UUD 1945 secara dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang berbunyi ‘Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik’, tidak dimaknai ‘Saksi, Korban, Saksi Pelaku, Pelapor dan/atau Ahli tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian, laporan dan/atau keterangan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian, laporan dan/atau keterangan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik,'” demikian petitum Muh Ibnu Fajar Rahim dalam berkas permohonan yang dikutip dari website MK, Minggu 6 November 2022.
Dalam kesempatan tersebut Muh Ibnu Fajar Rahim menjelaskan bahwa , menjadi ahli atau memberikan keterangan ahli merupakan kewajiban hukum yang dilakukan oleh seorang warga negara. Hal itu untuk berpartisipasi dalam proses peradilan untuk membantu penegak hukum dan para pencari keadilan dalam menemukan kebenaran materiil.
“Oleh karena itu, hak untuk tidak dapat dituntut secara hukum baik secara pidana maupun perdata merupakan hak fundamental bagi seorang ahli yang sama dengan profesi lainnya seperti pemberi bantuan hukum maupun advokat,” ucapnya.
Muh Ibnu Fajar Rahim mencontohkan Pasal 11 UU Bantuan hukum yang berbunyi:
Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.
Demikian juga Pasal 16 UU Advokat yang berbunyi:
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
“Baik ahli, advokat, maupun pemberi bantuan hukum termasuk saksi merupakan seseorang yang memberikan jasanya untuk kepentingan peradilan. Sehingga tidak adil bagi ahli apabila tidak diberikan perlindungan hukum yang serupa,” tuturnya.
Hak untuk tidak dituntut secara hukum baik pidana atau perdata merupakan hak fundamental bagi seorang ahli yang telah memberikan keterangan dalam proses peradilan dengan itikad baik dan menjadi penting.
“Agar ahli dapat memberikan keterangan dengan bebas dan merdeka,” pungkasnya.
Untuk diketahui, permohonan ini sudah didaftarkan di kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) dan masih diproses.