Hakim Agung Sudrajad: Lolos dari ‘Lobi Toilet’, Sekarang Ditahan KPK Terjerat Dugaan Suap Perkara
Mata-Hukum, Jakarta – Hakim Agung Sudrajad Dimyati pernah diterpa isu lobi di toilet Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekitar 9 tahun lalu. Kini dia justru ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Isu mengenai dugaan lobi di toilet DPR itu terjadi di sela-sela uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon Hakim Agung MA pada 2013 silam. Persoalan itu menyeret Sudrajad dan Bahruddin Nashori, yang ketika itu merupakan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Keduanya sempat disebut-sebut melakukan lobi terkait proses seleksi calon Hakim Agung.
Peristiwa itu disebut terjadi pada 18 September 2013. Pada saat itu, Sudrajad yang tengah menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat memang tengah mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR. MA kemudian memeriksa Sudrajad terkait pemberitaan itu. Menurut pernyataan Ridwan Mansyur yang saat itu menjabat Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sudrajad masuk ke toilet setelah dia menyelesaikan tes di Komisi III pada pukul 11.30 WIB. Di saat yang bersamaan Baharuddin juga masuk ke toilet. “Waktu itu, datanglah orang tua memakai batik lengan panjang dan peci yang belakangan diketahui bernama Baharuddin Nashori juga buang air kecil dengan membawa selembar kertas yg berisi jadwal tes CHA (calon hakim agung),” kata Ridwan.
Ridwan mengatakan, Baharuddin kemudian bertanya pada Sudrajad mengenai jalur masuk para CHA. “Mana calon hakim agung wanita karier dan mana yangg non-karier,” tutur Ridwan mengutip pengakuan Sudrajad. Sudrajad, kata Ridwan, hanya menjawab berdasarkan pengetahuannya saja. Setelah perbincangan itu, jelas Ridwan, keduanya melangkah ke luar toilet secara beriringan. “Tidak lama keluar dari toilet datanglah anak muda langsung mengatakan ‘Bapak melakukan lobi-lobi ya di toilet dengan anggota komisi III DPR?’. Pertanyaan tidak jawab,” papar Ridwan. Menurut Ridwan, sambil mengabaikan pertanyaan itu, Sudrajad menuju parkir mobil hendak berangkat ke bandar udara. “Tapi sampai di parkiran anak muda tersebut masih mengejar, lalu memberikan kartu nama, namanya adalah: Misbachul Munir dari salah satu media,” imbuhnya.
Ridwan mengungkapkan yang terjadi kemudian adalah Sudrajad dituding melakukan lobi dengan Anggota komisi III. Ketika dikonfirmasi, Bahruddin membantah menerima sesuatu dari Sudrajad saat keduanya bertemu di toilet. Bahruddin mengaku hanya ingin menanyakan mengenai sejumlah calon hakim agung kepada Sudrajad. Setelah pertemuan dengan Sudrajad, Bahruddin tak tampak di ruang rapat Komisi III. Bahkan, ketika uji kelayakan diskors untuk istirahat sekitar pukul 13.00 WIB, Bahruddin masih belum kembali ke ruang rapat tersebut. “Enggak. Saya cuma nanya ada berapa calon (hakim agung) yang perempuan, dan ada berapa calon yang non-karier,” kata Bahrudin. Ketua Komisi III DPR yang saat itu dijabat Gede Pasek Suardika pun mempertanyakan pertemuan antara Sudrajad dan Bahruddin yang berlangsung di toilet. Pasek menekankan, data lengkap mengenai calon hakim agung telah dimiliki oleh semua anggotanya sehingga pertanyaan-pertanyaan standar seharusnya telah bisa terjawab dalam data tersebut dan seharusnya pendalaman dilakukan dalam forum uji kelayakan dan kepatutan di ruang rapat komisi.
Akibat ramainya pemberitaan soal dugaan suap itu, Komisi Yudisial (KY) lantas memanggil Sudrajad pada 26 September 2013. Sudrajad pun membantah dia melakukan kesepakatan tertentu dengan Bahruddin di dalam toilet DPR. Menurut kronologi kejadian versi Sudrajad, saat itu dia hendak buang air kecil di toilet seusai menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR. Tak lama setelah Sudrajad masuk, ada seorang pria tua yang masuk ke dalam toilet yang sama. Pria itu, kata Sudrajad, menanyakan soal hakim karier sambil mengeluarkan secarik kertas putih. Namun, Sudrajad membantah mengenal pria itu. Dia mengaku baru tahu pria itu anggota DPR setelah ditanyakan soal isi pertemuan di toilet oleh para wartawan.
Sudrajad mengaku bingung dengan maksud dan tujuan Baharuddin bertanya kepadanya, bukan kepada panitia seleksi yang memegang seluruh data. “Jadi saya serahkan kepada Tuhan. Apabila mereka berniat baik, semoga diberikan pahala dan jika niat jahat mohon diampunkan. Saya semuanya kembalikan ke Yang Mahakuasa,” ungkap Sudrajad. MA dan Komisi Yudisial turut memeriksa Sudrajad secara terpisah. Dari hasil pemeriksaan memang dugaan lobi-lobi terkait seleksi hakim agung di toilet DPR itu tidak terbukti. Akan tetapi, pemberitaan terkait isu lobi-lobi di toilet DPR itu turut mempengaruhi proses seleksi hakim agung. Sebab pada saat itu Sudrajad hanya mendapatkan 1 suara. Pasek mengatakan ada kemungkinan isu lobi-lobi di toilet DPR itu turut mempengaruhi perolehan suara Sudrajad sehingga gagal menjadi hakim agung saat itu. “Apakah (insiden) toilet itu dianggap sebagai sebuah masalah atau tidak, masing-masing sudah punya penilaian. Tapi paling enggak (perolehan) suara menggambarkan bagaimana penilaian terhadap peristiwa itu,” kata Pasek seusai memimpin rapat pengambilan suara calon hakim agung.
Setahun kemudian, tepatnya pada 18 September 2014, Komisi III DPR memillih Sudrajad untuk menjadi Hakim Agung Kamar Perdata MA. Ketika disinggung alasan memilih Sudrajad sebagai Hakim Agung, Wakil Ketua Komisi III DPR saat itu, Al Muzammil Yusuf, mengatakan tudingan penyuapan di toilet tak terbukti. Selain itu, Sudrajad juga sudah memberikan klarifikasi di hadapan Komisi Yudisial dan Badan Kehormatan DPR. “Malahan wartawan yang mengaku melihat tak datang waktu dimintai klarifikasi,” kata Muzammil di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Sudrajad Dimyati Diduga Terima Suap dari Banyak Pengurusan Perkara di MA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Hakim Agung Sudrajad Dimyati menerima suap dari sejumlah pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Diketahui, Sudrajad Dimyati ditetapkan tersangka terkait pengurusan perkara kasasi gugatan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di MA. Sudrajad menjadi tersangka bersama sembilan orang lainnya, termasuk pegawai pada Kepaniteraan MA, pengacara, dan pihak swasta. “(Penerimaan suap) diduga tidak hanya terkait dengan perkara yang kami sampaikan saat ini,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Jumat, 23 September 2022). Menurut Alexander Marwata, dugaan adanya penerimaan suap lain tersebut diperoleh dari keterangan sejumlah saksi yang telah diperiksa.
KPK, kata Alexander Marwata, juga akan mendalami keterangan tersebut melalui bukti elektronik yang telah disita penyidik. “Jadi dari keterangan beberapa saksi yang sudah diperiksa dan juga bukti elektronik maupun dari hasil pemeriksaan sementara,” ujarnya. Alexander Marwata menilai, termuan-temuan yang diperoleh dari keterangan saksi maupun adanya bukti permulaan dalam proses penyidikan terkait kasus ini bakal didalami lebih lanjut. Ia memastikan, KPK akan melakukan pengembangan perkara tersebut jika ditemukan adanya alat bukti yang cukup. “Tentu nanti ketika dari hasil pengembangan penyidikan, diperoleh kecukupan alat bukti, dan menentukan siapa tersangkanya, tentu akan kami sampaikan,” ucap Alexander Marwata.
Saat ini nasib Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditahan KPK karena terjerat kasus dugaan suap, dan juga diberhentikan sementara jabatanya dari Hakim Agung oleh Mahkamah Agung.
Berikut daftar 10 tersangka kasus ini yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK:
Sebagai Penerima:
– Sudrajad Dimyati, Hakim Agung pada Mahkamah Agung
– Elly Tri Pangestu, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung
– Desy Yustria, PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung
– Muhajir Habibie, PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung
– Nurmanto Akmal, PNS Mahkamah Agung
– Albasri, PNS Mahkamah Agung
Sebagai Pemberi:
– Yosep Parera, Pengacara
– Eko Suparno, Pengacara
– Heryanto Tanaka, Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana)
– Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana)
Kompas.com/detik.com/rid