“Lucius Karus: (Absen membacakan Surpres) DPR tak bisa tidak menunjukkan ada kepentingan tertentu dari DPR untuk mengulur-ulur waktu atau bahkan kalau mungkin mengabaikan pembahasannya hingga akhir periode”

Mata-Hukum, Jakarta – Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) mengaku tak habis pikir dengan tingkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seolah menganggap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana prioritas, tetapi tak kunjung dibahas di DPR.

Peneliti bidang legislasi Formappi Lucius Karus mengatakan demikian karena menyoroti bagaimana DPR sudah absen membacakan terkait Surat Presiden (Surpres) RUU Perampasan Aset sebanyak 6 kali rapat paripurna.

“(Absen membacakan Surpres) DPR tak bisa tidak menunjukkan ada kepentingan tertentu dari DPR untuk mengulur-ulur waktu atau bahkan kalau mungkin mengabaikan pembahasannya hingga akhir periode,” kata Lucius kepada wartawan, Rabu 21 Juni 2023. “Pernyataan DPR yang menganggap RUU Perampasan Aset ini mendesak hanya basa basi politik saja,” ungkapnya.

Lucius menduga DPR menyatakan kesiapannya untuk membahas RUU Perampasan Aset sekadar kamuflase untuk tidak terhakimi masyarakat sebagai orang yang kontra terhadap pemberantasan korupsi. Karena tak ingin dicap anti pemberantasan korupsi, lanjut Lucius, maka pernyataan dibuat seolah-olah DPR sangat peduli dengan RUU Perampasan Aset. Di sisi lain, Lucius menyoroti DPR yang terkini mengumbar alasan soal Surpres yang tak kunjung dibacakan karena menunggu kesepakatan fraksi.

Tak habis pikir lagi dengan tingkah DPR, Lucius melihat alasan itu jelas tak bisa diterima. “Karena proses sudah sampai pada Surpres. Pasca Surpres, itu ya otomatis pembahasan di DPR,” imbuhnya.
Menurut Lucius, persetujuan atau penolakan fraksi atas RUU Perampasan Aset semestinya dilakukan dalam proses pembahasan. Menurut Lucius, kesepakatan fraksi jelas sudah dilalui DPR. Hal ini dengan ditandai masuknya Surpres dari pemerintah ke DPR. “Kalau ada fraksi yang menolak untuk membahas, lha kenapa mereka dulu setuju RUU Perampasan Aset ini masuk dalam Daftar RUU Prioritas 2023,” tanya dia.
Maka dari itu, Lucius menduga DPR berlindung di balik seribu alasan yang sejatinya tak bisa diterima publik. Melihat hal ini, Lucius juga menduga DPR tengah khawatir ada dampak lebih besar yang mengancam pada harta kekayaan ilegal mereka dari adanya RUU Perampasan Aset. “Mereka mungkin saja terlampau takut dengan dampak RUU ini nantinya. Banyak harta ilegal yang mungkin dimiliki anggota atau elit parpol akan jadi sasaran,” tutup Lucius.
Perlu diketahui, RUU tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana yang diusulkan pemerintah hingga kini masih terkatung-katung. Pasalnya, sejak pemerintah mengirim Surpres RUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023, pimpinan DPR hingga kini tak kunjung membacakannya dalam rapat paripurna. Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap menggantung.
Ketua DPR Puan Maharani mengakui betapa pentingnya RUU Perampasan Aset, namun ada hal lain yang perlu dituntaskan pula oleh DPR.
“Kami menyadari hal tersebut urgen, kami juga menyepakati bahwa hal itu harus segera diselesaikan,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023). “Namun, juga masukan dan tanggapan dari masyarakat, kemudian hal-hal lain yang harus kami cermati juga itu menjadi sangat penting,” sambung dia.