Jakarta ‘Memutilasi’ Lukas Enembe

0

Lukas Enembe [monitor]

Pada Juli 2022, DPR RI melalui paripurna telah menetapkan pemekaran tiga daerah otonomi baru di Tanah Papua. Pertanyaannya: dari mana dana untuk membiayai tiga provinsi baru ini (Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan)?

Ternyata, pemerintah pusat memekarkan Papua tidak disertai dengan dana operasional untuk tiga provinsi baru tadi. Maka semua biaya dibebankan kepada APBD Provinsi Papua sebagai Induk. Pemerintah Pusat juga menekan para bupati di wilayah DOB itu untuk membantu membiayai provinsi baru itu dengan nilai Rp5-10 miliar. Besaran nilai uang tergantung kebaikan hati para bupati di Papua.

Pada Agustus 2022, Gubernur Papua Lukas Enembe menolak tegas apabila semua biaya operasional untuk tiga provinsi baru ini dibebankan kepadanya (Provinsi Induk). Sesuai kemampuan, Gubernur hanya bisa menghibahkan bantuan Rp30 miliar untuk tiga provinsi, dengan perincian setiap provinsi dapat Rp10 miliar.

Pemerintah Pusat (Presiden Jokowi) dengan para Menteri terkait, yang telah memaksakan Pemekaran Papua, mulai marah dengan sikap Gubernur Lukas Enembe yang hanya mampu memberikan Rp10 miliar untuk setiap provinsi pemekaran.

Pemerintah Pusat memaksa Gubernur Lukas Enembe bagi APBD Papua Tahun 2022 senilai Rp8 Triliun untuk biayai tiga provinsi pemekaran baru di Papua

Jakarta memaksa Gubernur Lukas Enembe supaya dana APBDP Papua dibagi empat provinsi.

Setelah Otsus jilid 2, Provinsi Papua terima dana hanya Rp8 triliun. Mereka mau supaya dana tersebut dibagikan menjadi empat provinsi, termasuk Provinsi Induk. Dengan demikian setiap provinsi dapat Rp2 triliun. “Selama hampir bulan Agustus 2022, Jakarta menekan dan memaksa supaya harus ikuti apa yang diingin oleh mereka.” Demikian kata salah satu birokrat Papua.

Karena Gubernur Enembe tidak mau menuruti kemauan Pemerintah Pusat mulai marah. Keputusan Jakarta tampaknya mulai bulat.

“Gubernur Enembe harus dilengserkan sebelumnya bulan Oktober 2022 sehingga Pejabat Gubernur Baru pengganti Lukas Enembe bisa menyetujui pembagian dana Rp8 triliun untuk Provinsi Papua kepada tiga provinsi pemekaran baru, termasuk Provinsi Induk.”

Sesuai rencana awal, Sidang Paripurna Penetapan APBDP Papua semestinya disahkan sejak tiga bulan lalu tetapi mereka mulai mengulur-ulurkan supaya bisa disahkan pada Oktober oleh Pejabat Gubernur baru. Ketua DPRP Papua diduga ikut bermain.

Sebab Sidang Paripurna hingga saat ini belum dilaksanakan untuk mengesahkan APBD Perubahan Provinsi Papua.

Para pihak di Jakarta, partai penguasa di DPRP, termasuk Ketua DPRP, bekerja sama bermain untuk menunda waktu sidang Paripurna DPRP untuk pengesahan APBD Papua. Target penundaan mereka ini tidak lain supaya dengan Gubernur Caretaker bisa akomodir kemauan Jakarta tadi untuk membagi-bagikan dana APBD Papua kepada tiga DOB.

Jakarta Mekarkan Provinsi Papua Tanpa Uang

Sejak awal rencana pemekaran banyak pihak sudah ingatkan supaya Pemerintah Pusat dengan Komisi II DPR RI mempertimbangkan Anggaran Pemekaran Baru. Tetapi Pemerintah Pusat tidak mendengarkan suara yang protes.

Komisi II, bersama Pemerintah, termasuk PDIP, tutup telinga seakan-akan negara siapkan anggaran untuk membiayai tiga provinsi baru di Tanah Papua. Jika demikian, apa sesungguhnya yang ditargetkan dengan pemekaran Provinsi di Tanah Papua?

Kami catat beberapa hal berikut inilah yang ditargetkan oleh Pemerintah Pusat:

  1. Mengejar kepentingan politik kekuasaan Partai.

Menjadikan Papua, khususnya tiga provinsi baru, sebagai kantong Suara PDIP untuk Pemilu dan Pilpres 2024. Pernyataan Sekjen PDIP pada 1 Agustus 2022, “Ibu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri telah menugaskan kepada Bapak Komarudin Watubun untuk mempersiapkan seluruh aspek-aspek organisatoris yang menjadi konsekuensi dari pelaksanaan pemekaran di wilayah Papua tersebut. Sehingga struktur partai juga dipersiapkan dengan baik.”

  1. Eksploitasi Sumber Daya Alam Papua.

Pemerintah Pusat akan manekan para Gubernur di Papua untuk memudahkan izin investasi, HPH, pertambangan, gas alam dan lainnya.

  1. Telah lama mereka (Jakarta) merasa Papua digenggam kuat oleh Gubernur Lukas Enembe. Karena itu pemekaran Papua menjadi tiga provinsi baru sebagai bagian dari memutuskan kontrol kekuasaan Gubernur LE untuk Papua.

4. Memutuskan Semangat Nasionalisme Papua.

Ini alasan klasik yang selalu Jakarta pakai untuk melakukan pemekaran Papua. Kita masih ingat rencana pemekaran Papua menjadi tiga provinsi baru sudah terjadi pada 1999 dan pemekaran Papua melalui Inpres No. 1 Tahun 2003 pada saat Rezim Megawati berkuasa.

Rakyat Papua masih ingat di mana setelah pengesahan UU No. 2 Tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus Papua Jilid 2, dana APBD dan Dana Otsus yang sebelumnya diterima Papua sekitar Rp14 triliun dipotong hanya menjadi Rp8 triliun. Alasan Pemerintah Pusat waktu itu, sekitar Rp6 triliun akan dikirimkan langsung kepada Kabupaten Kota di Tanah Papua. Dengan demikian Provinsi Papua hanya mengurus Rp8 triliun.

Satu tahun kemudian, setelah Papua dimekarkan menjadi tiga DOB, pemerintah pusat kembali intervensi Papua untuk membiayai ketiga provinsi baru itu dengan menggunakan dana Rp8 triliun.

Sekali lagi, intervensi dan berbagai tekanan ini ditolak tegas oleh Gubernur Enembe. Ia tetap bersikap keras bahwa hibah dari Provinsi Induk untuk tiga provinsi baru itu hanya bisa dibiayai Rp30 miliar.

Beberapa saat setelah sikap Gubernur Enembe ini disampaikan, keluar status sebagai Tersangka dengan dana miliknya Rp1 miliar. KPK dimajukan untuk mengkriminalisasi Gubernur LE. Setelah berhasil dijadikan tersangka, Menkopolhukam ambil alih kasus dengan membangun opini (framing). Ia sedang melakukan pembohongan publik. Pemerintah menggerakkan PPATK untuk membongkar transaksi Gubernur LE yang sesungguhnya hak privat dan dengan menggunakan narasi fiktif.

Politik Wayang

Publik Indonesia dihipnotis dengan pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD tentang dana judi Rp560 miliar (USD55 juta). Satu minggu berikutnya Menkopolhukam mengatakan Dana Otsus yang turun semasa Gubernur LE menjabat sudah lebih dari Rp500 triliun. Padahal catatan resmi menyatakan Dana Otsus Papua selama 2001-2022 turun Rp104,6 triliun.

Setelah tuduhan Menkopolhukam Mahfud MD diprotes banyak pihak di Papua dan Indonesia kini Presiden Jokowi ambil alih membantu Menkopolhukam, KPK dan PPATK dengan mengatakan “Gubernur LE Hormati Panggilan KPK.”

Pak Jokowi, Mahfud MD dan Firli, kalian semua dengar bahwa Gubernur Enembe bukannya takut dengan panggilan KPK tetapi cara KPK dan cara-cara yang Anda lakukan selama ini melanggar asas hukum praduga tak bersalah dan kemanusiaan. Di mana sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”? Cukup pasukanmu telah memutilasi empat orang Papua di Timika, yang sampai saat ini kepalanya masih disimpan. Jangan memutilasi pemimpin Papua Lukas Enembe secara-hidup-hidup.

Hari ini kami sadar, politik Wayang yang Anda pratekkan pada Papua, melalui Gubernur Lukas Enembe. Engkau menjadikan KPK dan PPATK sebagai Wayang dari Presiden Jokowi dan Menkopolhukam Mahfud MD.

Orang Papua tidak bodoh Pak.

Salam Waras.

Agustinus Waliagen

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *