Jaksa Agung ST Burhanuddin Menyetujui 21 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

0

“Salah satu persyaratan proses Restorative Justice yaitu tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar”

Mata-Hukum, Jakarta – Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 21 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana melalui siaran persnya, diterima pada Selasa 25 Juli 2023.

Dalam kesempatan tersebut Ketut menjelaskan puluhan kasus yang disetujui proses Restorative Justice (RJ) tersebut yaitu:
Tersangka ACIM alias KEONG bin ACUH dari Kejaksaan Negeri Purwakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka ARIF JAUHARI bin DIDI SOPANDI dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka HANIFAH MUTMAINNAH AL-MUTAWAKKIL als AKILA binti AZWIR JA’FAR dari Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka MUHAMMAD IRPAN bin SYARIFUDIN dari Kejaksaan Negeri Tapin, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka JULAIHA binti AHMAD dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka JANSEN PANEKENAN alias BILI dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka LIAREN PANGEWA dari Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka ANTON bin CUN AN dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka ASEP bin WAHYUDIN dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka RANDI alias SALJU alias PUTRI AMELIA bin ZULKARNAENI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka WAHYU CANDRA bin KASTOLANI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka RANGGA SAPUTRA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka ASMAWATI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka SEPTIAN BIMANTARA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka ABDUL ROHMAN dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP Subsider Pasal 362 jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
Tersangka HARIYANTO alias ATO bin MUHAMMAD RASYAD dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka SUNARTO bin SALIMAN dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka ROBI ALPIAN DINATA bin NOVI HERWANSYAH dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan
Tersangka USMAN EFENDI bin AHMAD KARSO dari Kejaksaan Negeri Tulang Bawang, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) tentang Pengancaman.
Tersangka FLORENTIANUS DASILVA alias LIM dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka WILFRIDUS DONI BALER alias PAMPAM dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *