Mata-Hukum: PT Pertamina Patra Niaga menyampaikan masih butuh dukungan insentif dan investasi jelang implementasi program B35 tahap dua yang direncanakan dimulai Agustus 2023.
Hal itu disampaikan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PPN Harsono Budi Santoso dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (7/2).
Ia menyebut implementasi B35 tahap pertama yang berlaku sejak 1 Februari 2023 diterapkan di region 1, 2, 8, dan sebagian region 5 yakni Bali dan Nusa Tenggara.
Harsono mengatakan program implementasi tersebut bakal meningkatkan fatty acid methyl esters (FAME) sebesar 1,4 juta KL. Dibutuhkan waktu 6 bulan untuk penyesuaian infrastruktur di terminal bahan bakar minyak (TBBM) Pertamina.
“Juga untuk memastikan quality control, di mana tahap kedua di Agustus 2023 diharapkan akan berjalan di region 3, 4, sebagian region 5 yakni Jawa Timur dan Madura, dan 7. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah tambahan investasi dan biaya operasi,” kata Harsono di Gedung DPR RI, Jakarta.
Pihaknya meminta dukungan berupa insentif blending solar dengan biodiesel alias FAME sebagai kompensasi penugasan. Harsono merinci pihaknya butuh Rp110 per liter untuk implementasi B35, di mana ini merupakan biaya peningkatan infrastruktur yang ditanggung perusahaan.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan pihaknya memang tidak mendapatkan insentif dari negara. Pasalnya, insentif atau kompensasi diberikan kepada pengusaha FAME.
Saat ada selisih harga antara harga indeks pasar (HIP) biodiesel alias FAME dan solar, Nicke menjelaskan selisih tersebut dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Pertamina membeli FAME itu seharga maksimum sama dengan harga solar, mekanismenya. Selama ini ongkos blendingnya itu kami nggak dapat apa apa,” ungkap Nicke dalam rapat tersebut.