JPU Yakin Tuntut Eliezer 12 Tahun Bui: Sudah Penuhi Kepastian Hukum dan Keadilan

0

“Jaksa penuntut umum menegaskan tuntutan 12 tahun penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E telah mempertimbangkan rekomendasi LPSK”

Kolase, dari kiri, Brigadir Yosua Hutabarat, Bharada Richard Eliezer dan Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. (Istimewa)

Mata-Hukum, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakin tuntutan 12 tahun terhadap Richard Eliezer sudah memenuhi kepastian hukum dan rasa keadilan.

Itu ditegaskan jaksa dalam tanggapan atas pleidoi atau pembelaan Eliezer yang dibacakan pekan lalu dengan judul: “Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?”.
Jaksa menjelaskan tuntutan terhadap Richard Eliezer telah ditentukan berdasarkan parameter penentuan yang sudah jelas. Sebagaimana yang diatur dalam standar operasional prosedur penanganan tindak pidana umum.
Termasuk yang menjadi pertimbangan adalah soal peran Eliezer sebagaimana yang didakwakan.

Terdakwa Bharada Richard Eliezer saat berkonsultasi dengan tim penasehat hukumnya di ruang persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Istimewa)


“Dan kami berpendapat tinggi rendahnya yang kami ajukan kepada majelis hakim terhadap terdakwa Richard Eliezer sudah memenuhi asas kepastian hukum dan rasa keadilan,” kata jaksa saat membacakan replik dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di PN Jakarta Selatan, pada Senin 30 Januari 2023.
Menurut JPU, tuntutan telah mempertimbangkan peran Richard Eliezer sebagai eksekutor atau pelaku yang melakukan penembakan kepada korban Yosua sebanyak 3-4 kali.

Tim JPU persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer. (Istimewa)

“Sehingga berdasarkan hal tersebut, kami tim penuntut umum menuntut terdakwa Richard Eliezer selama 12 tahun penjara,” tegas JPU.

Tuntutan itu juga sudah melalui pertimbangan kejujuran Eliezer dalam memberikan keterangan. Sehingga tuntutannya lebih rendah dari pelaku utama, Ferdy Sambo.
“Tuntutan tersebut kami ajukan dengan mempertimbangkan kejujuran kejujuran dalam memberikan keterangan dari terdakwa Richard Eliezer yang telah membuka kotak pandora sehingga terungkapnya pembunuhan terhadap korban Yosua Hutabarat,” tutur JPU.

Majelis hakim bersama tim JPU saat meninjau lokasi pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat di rumah dinas Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo kawasan Komplek Duren Tiga, Jakarta Selatan. (Istimewa)

Dalam kesempatan tersebut Jaksa penuntut umum menegaskan tuntutan 12 tahun penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E telah mempertimbangkan rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Tim penuntut umum juga telah mempertimbangkan rekomendasi dari LPSK berdasarkan surat Nomor: R0068/1.5.1HSHP/LPSK/01/2023, tanggal 11 Januari 2023,” kata jaksa.

Jaksa menjelaskan, rekomendasi LPSK tersebut perihal pemberian hak penghargaan terhadap Richard sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dan terlindung bagi LPSK.

Jaksa juga menyatakan, tuntutan tersebut juga telah memperhatikan poin tiga rekomendasi LPSK tersebut.

Gedung LPSK. (Istimewa)

“Sebagaimana sarat ketentuan dalam perundang-undangan khususnya dalam Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan Korban,” beber JPU.

Dalam persidangan tersebut JPU juga

menilai Bharada Richard Eliezer atau Bharada E bukan merasa ketakutan sewaktu menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Namun, Bharada E bertindak loyal atas perintah atasannya, Sambo.

Dalam hal ini jaksa menyebut penasihat hukum Richard keliru dalam menafsirkan perbuatan kliennya dalam kasus ini. Jaksa menilai Richard tak bisa semena-mena

melepas tanggung jawabnya di kasus ini.

“Apakah terdakwa Richard Eliezer dapat dilepaskan dari pertanggungjawaban karena aspek psikologis? Jawabannya tentu tidak,” ujar jaksa.

Selain itu, jaksa menyebut Richard bukannya takut ketika menembak Brigadir Yosua, namun justru patuh dan loyal atas perintah Sambo.

“Richard Eliezer dalam hal ini bukan yang terpengaruh karena ketakutan atau karena di bawah kuasa penguasa dalam hal ini Ferdy Sambo, melainkan Richard Eliezer dalam hal ini hanya memperlihatkan loyalitasnya sebagai orang yang ikut dalam saksi Ferdy Sambo,” tuturnya.

Jaksa menambahkan perbuatan Richard sama sekali tidak dapat dibenarkan oleh hukum, meskipun dia hanya menjalankan perintah sebagai bawahan.

“Apakah karena ikut dengan saksi Ferdy Sambo dapat dibenarkan untuk melaksanakan permintaan saksi Ferdy Sambo yang tidak sah atau melawan hukum? Jawabannya tentu tidak dapat dibenarkan,” imbuh jaksa.


Untuk diketahui dalam perkara ini, jaksa menjatuhkan tuntutan 12 tahun penjara kepada Eliezer. Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai eksekutor dalam pembunuhan berencana atas Brigadir Yosua.

Jaksa meyakini melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Tuntutan ini menuai polemik. Sebab, Eliezer mengantongi rekomendasi LPSK sebagai JC. Namun, tuntutannya hanya lebih rendah dari Sambo yang dituntut penjara seumur hidup.

Tak kurang, orang tua Yosua mempertanyakan tuntutan itu. Mereka menilai tuntutan Eliezer seharusnya lebih ringan.
Jampidum, Fadil Zumhana, menolak tuntutan itu sebagai polemik. Menurut dia, tuntutan sudah mempertimbangkan sejumlah hal, termasuk soal JC. Ia menyebut bahwa bila tidak mempertimbangkan hal tersebut, tuntutan Eliezer bisa lebih tinggi.

Jampidum Fadil Zumhana. (Istimewa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *