Kejagung Patuh Terhadap Putusan MK Terkait Usia Pensiun Dini Jaksa

0
Jamdatun), Feri Wibisono

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Feri Wibisono. (dok kejagung)

“Pemberhentian dengan hormat akan memiliki banyak konsekuensi bagi seorang pegawai negeri sipil, yang mana konsekuensi tersebut secara logis akan menimbulkan kerugian pada yang bersangkutan”

Mata-Hukum, Jakarta – Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Feri Wibisono, mengatakan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) menaati putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK) yang menunda pensiun dini jaksa dari 62 tahun menjadi 60 tahun. Atas putusan itu, Kejagung akan menunda pensiun dini jaksa.

“Kejaksaan menaati dan melaksanakan putusan sela penundaan berlakunya Pasal 40A UU Kejaksaan,” kata Feri Wibisono kepada wartawan, Jumat 21 Oktober 2022.

Seperti diketahui, MK menyatakan menunda pensiun dini jaksa dari 62 tahun menjadi 60 tahun. MK meminta agar pemberlakuan pensiun dini itu ditunda hingga putusan MK diketok. Putusan itu diketok dalam putusan sela MK siang ini.

Gedung Kejaksaan Agung RI. (dok kejagung)

“Menyatakan menunda berlakunya Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6755) berlaku sejak putusan ini diucapkan,” putus MK dalam sidang yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Selasa 11 Oktober 2022.

MK berpendapat pasal a quo berpotensi menimbulkan pelanggaran atas jaminan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu, hak konstitusional para Pemohon tersebut terancam tidak dapat dipulihkan kembali.

“Pemberhentian dengan hormat akan memiliki banyak konsekuensi bagi seorang pegawai negeri sipil, yang mana konsekuensi tersebut secara logis akan menimbulkan kerugian pada yang bersangkutan,” ucap Anwar Usman.

Seandainya permohonan para Pemohon dikabulkan dan norma a quo dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, akan sulit memulihkan hak para Pemohon yang telah hilang. Untuk itu, menurut MK, Putusan Sela diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum pada para Pemohon serta mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan padahal hak-hak konstitusional Pemohon yang dirugikan akan sulit dipulihkan dalam putusan akhir.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman. (istimewa)

“Dalam perkara a quo putusan sela diperlukan untuk mencegah kemungkinan kerugian konstitusional para Pemohon apabila diberhentikan dengan hormat saat berusia 60 tahun dengan mendasarkan Pasal 40A UU 11/2021, padahal norma yang menjadi dasar pemberhentian dimaksud sedang dalam proses pemeriksaan dalam perkara pengujian undang-undang di Mahkamah,” beber Anwar Usman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *