Kejagung Periksa Dua Saksi Korupsi Pengadaan Tower PLN Tahun 2016
” Sebelumya pihak Kejaksaan Agung telah melakukan penggeledahan rumah Direktur PT Bukaka, Saptiastuti Hapsari untuk mencari bukti tambahan korupsi 2 triliun di tubuh PLN”
Mata-Hukum, Jakarta – Dua saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) Tahun 2016 diperiksa Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, dua saksi yang diperiksa memiliki peran berbeda.
Saksi pertama berinisial K selaku Manajer Teknis pada Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industri.
Kemudian untuk saksi kedua berinisial C, yakni staf Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industri.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” kata Ketut seperti dikutip Antara di Jakarta, Senin 2 Januari 2023.
Selain itu, Kejagung telah meningkatkan status penanganan perkara tersebut ke tahap penyidikan pada pertengahan Juli 2022.
Hal tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022.
Ungkap Korupsi Rp2 T di PLN, Rumah Direktur PT. Bukaka Saptiastuti Hapsari Digeledah
Untuk diketahui, pihak Kejaksaan Agung ungkap praktik koruptif pada Proyek Penggadaan Tower Transmisi, 2016 milik PT. PLN (Persero) senilai Rp2, 251 triliun (T).
Temuan itu ditindak lanjuti menerbitkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) No: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022
Diduga praktik ini melibatkan Manajemen PLN, Asosiasi Pabrikan Tower Indonesia (Aspatindo) dan PT. Bukaka.
Pengungkapkan ini memperlihatkan deretan panjang temuan Pidsus atau Gedung Bundar, Kejagung setelah membongkar praktik di PT. Waskita Beton Precast, PT. Adhi Persada Realti, Duta Palma Group dan lainnya.
Jaksa Agung ST. Burhanuddin menyampaikan langsung temuan tersebut kepada wartawan didampingi Jampidsus Dr. Febrie Adriansyah dan Direktur Penyidikan Dr. Supardi, Senin (25/7).
Rilis perkara di PT. PLN oleh Jaksa Agung menunjukan betapa pentingnya perkara tersebut di tengah berbagai putusan Manajemen PLN menaikan tarif listrik, yang memberatkan rakyat di tengah Pandemi Covid -19.
Dia mengatakan dari penyelidikan ditemukan dugaan penyalahgunaan kewenangan atau sarana yang ada padanya karena jabatan.
“Tim berpendapat telah terjadi peristiwa pidana dan meningkatkan ke penyidikan, ” kata Burhanuddin.
Menindak lanjuti Sprindik, Tim Penyidik menggeledah Kantor PT. Bukaka, Rumah dan Apartemen Pribadi SH (Saptiastuti Hapsari). Seperti diketahui Saptiastuti Hapsari selain menjabat Direktur PT Bukaka juga menjabat Ketua Aspatindo hal itu diperoleh dokumen dan barang elektronik terkait proyek.
Tim Jaksa Penyidik telah menjadwalkan pemeriksaan 12 saksi terkait perkara sampai satu minggu ke depan.
Tiga diantaranya, diperiksa Senin 25 Juli terdiri MD selaku General Manager Pusmankom PT. PLN Kantor Pusat Tahun 2017 – 2022.
Lalu, C (Kadiv SCM PT. PLN Kantor Pusat Tahun 2016) dan NI (Kadiv SCM PT PLN Kantor Pusat Tahun 2021).
Mereka bisa pulang melenggang, karena belum ada perubahan status dan belum dicegah bepergian ke luar negeri.
Kepada wartawan, Jaksa Agung mengungkapkan dugaan penyimpangan
dan penyalahgunaan kewenangan, seperti dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat.
Lalu, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.
“Padahal, seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada 2016, pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat,” bebernya.
Kasus berawal, 2016 PT. PLN memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2, 251 triliun.
Dalam pelaksanaan,PLN dan Aspatindo serta 14 Penyedia Pengadaan Tower pada, 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tower transmisi PT. PLN berakibat kerugian keuangan negara.
Keterlibatan PT BUKAKA Korupsi di Tubuh PLN
Secara terpisah, Kapuspenkum Dr. Ketut Sumedana menambahkan dugaan terjadinya tindak pidana, karena PLN selalu mengakomodir permintaan dari Aspatindo.
Perbuatan tersebut, mempengaruhi hasil pelelangan dan diduga pelaksanaan pekerjaan dimonopoli PT. Bukaka.
“Karena Direktur Operasional PT. Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ungkap Ketut.
Perusahaan Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%.
Tanpa legal standing, pada periode November 2017- Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower.
“Akibat tindakan sepihak itu memaksa PT. PLN melakukan addendum pekerjaan Mei 2018, berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.”
Addendum kedua antara PLN dan Penyedia dilakukan untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower.
Serta, perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.
“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” akhirinya.