“Dari empat tersangka tersebut tiga di antaranya adalah pejabat yang masih aktif di Kementerian perindustrian”
Mata-Hukum, Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus korupsi penetapan impor kuota garam industri 2016-2022. Empat tersangka tersebut tiga diantaranya adalah pejabat tinggi aktif di Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Mereka yakni inisial MK, FJ, dan YA.
Satu lagi, penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan seorang swasta sebagai tersangka, inisial FTT. “Setelah melakukan gelar perkara, dan pengumpulan alat bukti yang cukup, penyidik menetapkan MK, FJ, YA, dan FTT sebagai tersangka dalam tindak pidana penentuan kuota impor garam,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi, di Kejakgung, Jakarta, Rabu 2 November 2022.
“Dari empat tersangka tersebut tiga di antaranya adalah pejabat yang masih aktif di Kementerian perindustrian,” sambung Kuntadi.
Kuntadi menolak menyebutkan identitas lengkap inisial empat tersangka tersebut. Namun kata dia, tersangka inisial MK adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) di Kemenperin. Tersangka inisial FJ adalah pejabat Direktur IKFT Kemenperin. Dan tersangka YA adalah Kepala Subdirektorat IKFT di Kemenperin.
Adapun FTT, kata Kuntadi ditetapkan sebagai tersangka selaku Ketua Asosiasi Industri Pengelola Garam di Indonesia (KAIPGI). Mengacu daftar nama-nama terperiksa di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung selama ini, inisial dan jabatan MK diketahui adalah Muhammad Khayam. Sedangkan FJ, adalah Fridy Juwono, dan YA adalah Yosi Arfianto.
Adapun inisial FTT, dari catatan nama-nama terperiksa selama ini mengacu pada nama F Tony Tanduk. “Tiga tersangka tersebut akan dilakukan penahanan di Rutan Kejaksaan Agung. Dan satu tersangka lagi, akan dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Kuntadi.
Kuntadi menerangkan, kasus dugaan korupsi impor garam ini berawal dari penetapan kuota impor industri nasional. Dari hasil penyidikan, kata Kuntadi, ditemukan adanya manipulasi dan rekayasa, terkait pendataan serta penetapan batas maksimal kuota impor garam industri untuk kebutuhan di dalam negeri.
Menurut Kuntadi, keempat tersangka itu, melakukan pemalsuan data kebutuhan impor garam industri dari kebutuhan normal sekitar 2,3 juta ton. Namun dalam penetapan kuota impor yang diputuskan sebanyak 3,7 juta ton. “Jadi yang kita temukan adalah mereka bersama-sama melakukan rekayasa data yang akan dipergunakan untuk menentukan jumlah kuota impor garam,” kata Kuntadi.
Ia melanjutkan kelebihan 1,4 juta ton garam industri impor tersebut, dilepas ke pasar dengan menjadikannya sebagai garam konsumsi. Hal tersebut, dikatakan Kuntadi membuat produksi garam konsumsi di dalam negeri tak terserap. “Sehingga terjadi kerugian negera dan kerugian perekonomian negara,” ujarnya.
Untuk sementara ini, sangkaan pasal yang menjerat keempat tersangka menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi 31/1999-20/2001. Namun dikatakan Kuntadi, dalam proses penyidikan, terbuka peluang untuk menjerat tersangka dengan pasal-pasal lainnya. Karena dalam rekayasa dan manipulasi penetapan data kuota impor garam industeri tersebut, diduga terjadi suap dan dugaan gratifikasi.
Mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti Diperiksa Kejagung
Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada 2016-2022. Susi diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumadena mengungkap Susi memiliki wewenang dalam mengeluarkan rekomendasi dan alokasi kuota dalam impor garam. Dia menyebut KKP saat itu merekomendasikan kuota impor garam 1,8 juta ton garam.
“Berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, saksi mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton, di mana salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal,” kata Ketut Sumadena dalam keterangannya, Jumat 7 Oktober 2022.
Namun rekomendasi KKP itu tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian RI. Justru Kemenperin menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 juta ton. Dampaknya, terjadi kelebihan pasokan garam impor hingga terjadinya penurunan nilai jual harga garam lokal.
“Hal itu berdampak terjadi kelebihan suplai dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok,” jelas Ketut.
Ketut menduga adanya unsur kesengajaan dalam penentuan kuota impor garam tersebut yang dilakukan oleh oknum untuk mendapat keuntungan.
Kasus Impor Garam
Kejagung mengusut perkara dugaan korupsi di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kali ini perkara yang diusut berkaitan dengan impor garam industri.
“Pada 2018, Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, PT UI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri,” ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin 27 juni lalu.
Burhanuddin mengatakan sebelumnya garam yang diimpor tersebut diperuntukkan buat industri. Namun izin impor garam itu disalahgunakan.
“Dan yang lebih menyedihkan lagi, garam ini yang tadinya khusus diperuntukkan buat industri, dia dicetak dan menggunakan SNI, artinya lagi yang seharusnya UMKM yang mendapat rezeki di situ dari garam industri dalam negeri ini, mereka garam ekspor dijadikan sebagai industri Indonesia, yang akhirnya yang dirugikan para UMKM. Ini adalah sangat-sangat menyedihkan,” kata Burhanuddin.
“Perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara. Kami sesuai dengan undang-undang bukan hanya atas kerugian keuangan, tapi perekonomian negara karena garam dalam negeri tidak mampu bersaing dengan harga barang impor,” imbuhnya.
Dari informasi yang didapatkan, pada 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapatkan kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau senilai Rp 2 triliun lebih. Persetujuan impor itu disebut tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri.