Kejagung: Tuntutan Richard Eliezer 12 Tahun Penjara Jauh Lebih Ringan dari Ferdy Sambo
“Jampidum Fadil Zumhana: Justru kami sudah pertimbangan rekomendasi JC dari LPSK itu. Kalau kami tidak pertimbangkan sikap LPSK, mungkin saja akan lebih tinggi, 12 tahun ini sudah kami ukur dengan parameter pidana yang jelas”
Mata-Hukum, Jakarta – Tuntutan 12 tahun penjara bagi Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu menuai kontroversi. Namun Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan besaran tuntutan pidana itu sudah dengan pertimbangan yang matang.
Salah satu hal yang menjadi sorotan yaitu mengenai pengajuan status saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator untuk Eliezer.
Bagi Kejagung, status itu sudah diakomodasi sehingga tuntutan Eliezer jauh lebih ringan dari Ferdy Sambo dan nantinya di tangan majelis hakimlah status itu disetujui atau ditolak.
“Rekomendasi (JC LPSK) ini kami hargai, dan kami akomodir dalam surat tuntutan sehingga Bharada E ini mendapat keringanan hukuman daripada pelaku utama yaitu Ferdy Sambo. Sangat jauh juga jaraknya (hukuman dalam tuntutannya),” ungkap Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam video yang diunggah di akun Instagram Kejaksaan Agung, seperti dikutip, pada Senin 23 Januari 2023.
“Karena (Bharada E) termasuk saksi yang kooperatif. Saksi yang membuka, saksi yang berkata jujur dan konsisten di persidangan. Kalau seandainya tidak seperti itu, kita samakan tuntutan dengan Ferdy Sambo,” jelas Ketut.
Dalam kesempatan tersebut Ketut juga membandingkan dengan regu tmbak soal penghapusan pidana dalam KUHP dan membandingkannya dengan justice collaborator.
Menurut Kapuspenkum, ada beberapa tindakan pembunuhan yang menghapus unsur pidana seperti algo atau regu tembak yang menjalankan perintah sesuai dengan undang-undang.
“Karena pertanggungjawaban Pasal 44 hingga 52 KUHP itu menghilangkan pidana, dan tidak harus di pengadilan. Pertama, saat penelitian tahap pertama. Itu sudah dengan sendirinya tidak sampai di pengadilan,” ungkap Ketut.
Kenapa? terkait dengan tadi lanjut Ketut, kalau dia melakukan perintah undang-undang seperti regu tembak, itu diatur dengan undang-undang, tidak dihukum karena undang-undang yang memerintahkan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
” Inilah yang sering disampaikan oleh beberapa media, ini tidak sama dengan pertanggungjawaban pidana, dengan JC sangat beda,” tegas Kapuspenkum.
Soal keputusan justice collaborator terhadap Eliezer, Ketut mengatakan hal itu menjadi sepenuhnya keputusan majelis hakim.
“Ini adalah yang menentukan majelis hakim yang merekomendasikan. Apakah rekomendasi kami itu berupa terdakwa yang bekerja sama secara kooperatif, dengan memberikan keterangan secara jujur, itu sampai di sana, atau nanti memberi JC khusus,” kata Ketut.
Fadil Zumhana: Sebut Tuntutan 12 Tahun Penjara Bharada E Termasuk Ringan, Kejagung: Sudah Kami Ukur
pada Konprensi pers sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI Fadil Zumhana menilai tuntutan 12 tahun penjara yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa Bharada E atau Richard Eliezer termasuk ringan.
Keringanan tersebut diberikan dengan mempertimbangkan status pengajuan justice collaborato atau JC.
“Justru kami sudah pertimbangan rekomendasi JC dari LPSK itu. Kalau kami tidak pertimbangkan sikap LPSK, mungkin saja akan lebih tinggi, 12 tahun ini sudah kami ukur dengan parameter pidana yang jelas,” kata Fadil di Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis 19 Januari 2023 lalu.
Padahal, kata Fadil, status JC Richard hingga kekinian sebenarnya belum ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun, jaksa dalam tuntutannya tetap mempertimbangkan itu karena Richard dianggap telah membantu mengungkap kasus ini.
“Kami sudah mempertimbangkan walaupun penetapan pengadilan belum ada. Kenapa, karena si Richard Eliezer inilah terungkap peristiwa pidana sesungguhnya. Itu kami hargai,” ungkap Fadil.
Fadil menyebut, Richard semestinya bisa saja dijatuhi tuntutan di atas 12 tahun penjara. Sebab dia berperan sebagai eksektor.
Alasannya bahwa Richard melakukan perbuatan tersebut karena perintah atasan menurut Fadil tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, Ricky Rizal sendiri berdasar fakta persidangan diketahui sempat menolak perintah Ferdy Sambo.
“Ketika Richard Eliezer berani menghabisi nyawa orang lain dengan senjatanya atas perintah Ferdy Sambo, kami menganggap ini adalah suatu keberanian yang menimbulkan kematian bagi orang lain,” tegasnya.
Bantah soal Jaksa Penuntut Umum Masuk Angin
Sebagaimana diketahui, dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Yosua, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara sumur hidup dan Richard dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan Putri, Kuat, dan Ricky dituntut 8 tahun penjara.
Fadil mengklaim jaksa telah menangani perkara ini sesuai aturan. Dia menegaskan tak ada istilah ‘masuk angin’ dalam penanganannya.
“Bagiamana perkara yang menarik perhatian, negara asing juga memperharikan ini pak. Ini pertaruhan lembaga pak. Gila apa, yang masuk angin mungkin dia suka keluar malam,” ujar Fadil
Fadil juga menilai tudingan atau anggapan miring terhadap jaksa masuk angin tersebut terbantahkan dengan isi tuntutan maksimal yang telah dijatuhkan terhadap Ferdy Sambo.
“Tidak ada yang masuk angin! Tuntutan maksimal, gimana masuk angin,” tutup Fadil