Mata-Hukum, Jakarta – Kejaksaan Agung masih mengusut kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri periode 2016-2022. Sejauh ini, penyidik Kejaksaan Agung sudah menggeledah enam titik pabrik gula di empat kota.
“Kita lakukan penggeledahan di tiga tempat, dua di Surabaya dan satu di Cirebon. Kemarin geledah di Bandung Barat, dan hari ini kita geledah dua tempat di Sukabumi,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi dalam konferensi pers, Kamis 22 September 2022.
Kuntadi menerangkan proses penggeledahan itu membuat pihaknya semakin yakin jika ada penyelewengan dana hingga diduga dikorupsi. “Jadi dari hasil penggeledahan itu kita semakin yakin bahwa benar telah terjadi penyalahgunaan fasilitas impor garam industri yang kemudian tidak dijual ke tempat untuk kepentingan aneka makan sebagaimana mestinya,” paparnya.
“Tapi justru masuk ke pasar konsumsi umum. Nah ini yang tentu saja berdampak, pada industri garam lokal yang tidak bisa bersaing dengan industri garam impor,” sambungnya.
Berikut titik pabrik garam yang dilakukan penggeledahan:
1. Pada tanggal 20 September, Jam Pidsus melakukan penggeledahan terhadap kantor dan pabrik Firma Sariguna, di Jalan Kalianak Barat, Asem Rowo, Surabaya. Berdasarkan penggeledahan, dilakukan penyitaan terhadap 240 sak garam halur super (garam industri) yang per saknya berisi 25 kilogram. Selanjutnya, terhadap barang berupa 240 (dua ratus empat puluh) sak (1 sak berisi 25 kg) garam halus super (garam industri) garam impor dilakukan penitipan di gudang Firma Sariguna.
2. Pada tanggal 20 September, Jam Pidsus melakukan penggeledahan gudang dan kantor CV Usaha Baru, di Jalan Ikan Kerapu, Kerembangan, Surabaya. Berdasarkan penggeledahan, dilakukan penyitaan terhadap 41 dokumen pembelian garam dan penjualan garam industri, 2 kilogram sampel garam industri, dan 686 garam impor halus di gudang CV. Usaha Baru.
3. Pada tanggal 20 September, Jam Pidsus melakukan penggeledahan di Kantor dan Gudang PT NGC, Kabupaten Cirebon.
4. Pada tanggal 21 September, Jam Pidsus menggeledah gudang saudara O, di Kabupaten Bandung Barat.
5. Pada tanggal 22 September, Jam Pidsus menggeledah kantor dan pabrik PT GSB, Kota Sukabumi.
Kejagung Usut Dugaan Korupsi Impor Garam di Kemendag Tahun 2016-2022
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyidik kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam tahun 2016 sampai Tahun 2022. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, kasus tersebut naik ke tahap penyidikan pada Senin 27 Juni 2022 hari ini. “Tim penyidik melakukan gelar perkara dan berkesimpulan untuk meningkatkan perkara ke tahap penyidikan,” ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin 27 Juni 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Burhanuddin menjelaskan, bahwa pada 2018, Kemendag menerbitkan kuota persetujuan impor garam. Terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri atau setidaknya sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp 2.054.310.721.560. Namun, menurutnya, proses itu dilakukan tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia.
Hal ini kemudian mengakibatkan garam industri melimpah. Selanjutnya, para importir mengalihkan garam itu dengan cara melawan hukum, yakni garam industri itu diperuntukkan menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan merugikan perekonomian negara. “Seharusnya UMKM yang mendapat rezeki di situ dari garam industri dalam negeri ini. Mereka garam ekspor dijadikan sebagai industri Indonesia yang akhirnya yagn dirugikan para UMKM, ini adalah sangat-sangat menyedihkan,” ucap dia. Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, penyidik masih belum menetapkan tersangka di kasus ini.
Namun, Kejagung telah melakukan pemeriksaan kepada beberapa orang yang terkait dan mendapat dokumen-dokumen yang relevan. Menurutnya, Kejagung akan mendalami kasus terkait untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Dalam perkara ini, Kejagung mengenakan sejumlah pasal, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.