Kejaksaan Agung Memeriksa Saksi Terkait Korupsi Impor Garam Industri
“Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, mengungkapkan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pernah mengabaikan kuota impor garam yang telah ditetapkan oleh Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan”
Mata-Hukum, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa 1 (satu) orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana lewat siaran persnya pada, Selasa 01 November 2022. “Saksi yang diperiksa yaitu AZD selaku Direktur PT Central Pertiwi Bahari,” ungkap Ketut.
Dalam kesempatan tersebut Kapuspenkum menjelaskan bahwa saksi yang diperiksa itu terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022,” jelas Kapuspenkum.
Susi Pudjiastuti Bongkar Kemenperin Dipimpin Airlangga Abaikan KKP soal Kuota Impor Garam
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti mengungkapkan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pernah mengabaikan kuota impor garam yang telah ditetapkan oleh pihaknya. Hal tersebut Susi sampaikan saat diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022, pada Jumat 7 Oktober 2022.
Untuk diketahui pada tahun 2016-2019, Kemenperin dipimpin oleh Airlangga Hartarto yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara itu sejak 2019 hingga kini, Kemenperin dipimpin oleh Agus Gumiwang Kartasasmita. Susi dalam hal ini diperiksa dalam kapasitas sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019.
Awalnya, Susi menyampaikan bahwa dirinya punya wewenang untuk mengeluarkan rekomendasi kuota impor garam. “Saksi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat 7 Oktober 2022.
Ketut menjelaskan, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan, Susi saat itu mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton. Di mana, salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal. “Namun ternyata rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian RI yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton,” tuturnya.
Ketut mengatakan langkah Kemenperin yang mengabaikan rekomendasi Susi itu mengakibatkan kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi. Sehingga, terjadi nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok. “Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional tersebut, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” ungkap Ketut.
Ketut menegaskan pemeriksaan Susi diperlukan demi memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus dugaan korupsi ini. Sejauh ini, Kejagung masih mencari alat bukti untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab secara hukum. Kejagung sudah memeriksa 57 saksi. “Dalam penanganan perkara ini, telah dilakukan penggeledahan di beberapa tempat yakni Jakarta, Jawa Timur (Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pamekasan), Jawa Barat (Cirebon, Bandung, dan Sukabumi) dan penyitaan berupa dokumen, barang bukti elektronik, dan sampel garam impor,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung tengah menyidik kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam periode 2016-2022. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, kasus tersebut naik ke tahap penyidikan pada 27 Juni 2022. “Tim penyidik melakukan gelar perkara dan berkesimpulan untuk meningkatkan perkara ke tahap penyidikan,” ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022). Burhanuddin mengatakan, pada 2018, Kemendag menerbitkan kuota persetujuan impor garam.
Menurut dia, ada 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri atau setidaknya sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp 2.054.310.721.560. Akan tetapi, menurut dia, proses itu dilakukan tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia. Hal ini kemudian mengakibatkan garam industri melimpah.
Untuk mengatasinya, para importir mengalihkan garam itu dengan cara melawan hukum, yakni garam industri itu diperuntukkan menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi, sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan merugikan perekonomian negara. “Seharusnya UMKM yang mendapat rezeki di situ dari garam industri dalam negeri ini. Mereka garam ekspor dijadikan sebagai industri Indonesia yang akhirnya yang dirugikan para UMKM, ini adalah sangat-sangat menyedihkan,” kata Burhanuddin.