Kejari Bima Dibawah Pimpinan Ahmad Hajar Selesaikan Perkara Dengan Restoratif Jastis

No Comment Yet

“Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan RJ antara lain; Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf”

Mata Hukum, Bima – Kejaksaan Negeri Bima lakukan penghentian penuntutan berdasarkan Restoratif Jastis (RJ) atau keadilan Restoratif dibawah pimpinan Kepala Kejaksaan Negeri Bima, Dr Ahmad Hajar Junaidi SH,. MH terhadap perkara penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka sekaligus korban Sunaimi dan tersangka sekaligus korban Nurmi.

Hal tersebut dipantau lewat media sosial Instagram milik Kejaksaan Negeri Bima pada Rabu 27 November 2024. Perkara tersebut berawal saling lapor antara Sunaimi dan Nurmi. Lokus dan tempat kejadian di tempat yang sama.

Kasus tersebut dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi yaitu utang piutang antara tersangka sekaligus korban Sunaimi dengan tersangka sekaligus korban Nurmi.

Upaya perdamaian antara kedua pihak dilakukan oleh jaksa fasilitator Jaksa Abdul Haris SH., MH , Lusiana Putri Hartono SH, Mia Arumi SH di rumah Restoratif Jastis Kejaksaan Negeri Bima.

Hasil upaya perdamaian antara kedua pihak yaitu diantaranya; kedua pihak masih memiliki hubungan keluarga, tak hanya itu kedua pihak juga hidup berdampingan atau bertetangga.

Baik SSunaimi maupun Nurmi ternyata mereka berteman sejak masa kecil. Sementara motif penganiayaan yang dilakukan oleh kedua pihak dikarenakan masalah utang piutang sehingga terjadi kekhilafan antara keduanya.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

“Selanjutnya kami terbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” jelas Kajari Bima, Ahmad Hajar kepada Matahukum saat dikonfirmasi, Rabu 27 November 2024.

Farid Bima
Up Next

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *