Kekerasan Seksual Marak Di Dunia Pendidikan. LPSK Sebut Perlu Adanya Bersih-Bersih Total
“Livia Iskandar: Contohkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren di Jawa Barat Herry Wirawan. Kasus tersebut menjadikan anak-anak usia belasan tahun menjadi budak seks dalam kurun waktu yang lama”
Mata-Hukum, Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK menyoroti masih banyaknya kekerasan seksual di dunia pendidikan. Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar mengatakan lembaganya mencatat aduan kekerasan seksual di dunia pendidikan masih banyak terjadi.
“Banyak pihak yang menyayangkan, membantah, bahkan tidak percaya akan hal itu. tapi, kami mencatat 25 persen pemohon kami yang merupakan korban kekerasan seksual masih berkaitan dengan dunia pendidikan,” kata Livia pada Sabtu 21 Januari 2023.
Selain itu, Livia mengatakan LPSK sudah menerima laporan tindakan kekerasan seksual sebanyak 634 pemohon di mana 379 pemohon diantaranya berstatus sebagai korban. Sementara itu, sebanyak 84 pelaporan kekerasan seksual di antaranya terjadi di lingkungan pendidikan.
“Sebanyak 25 persen pemohon adalah korban kekerasan seksual terkait dunia pendidikan. Artinya kekerasan seksual di dunia pendidikan itu masih ada,” kata dia.
Livia menjelaskan pelaporan tersebut didominasi oleh kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan keagamaan. Dia menjabarkan laporan pada kegiatan pendidikan di pesantren mencapai 45 korban, tempat mengaji sebanyak 10 korban, dan tempat ibadah sebanyak enam korban.
“Sementara itu, di bidang pendidikan umum jenjang sekolah sebanyak 19 orang dan satu orang dari tingkat pendidikan di universitas,” ujar dia melalui keterangan tertulis.
Marak terjadinya kekerasan seksual di dunia pendidikan, Livia mengatakan karena masih ada faktor relasi kuasa yang begitu besar di dunia pendidikan. Ia menambahkan ada berbagai macam modus yang digunakan pelaku untuk menjebak korban kekerasan seksual.
“LPSK pernah menangani kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru dengan dibantu oleh siswa teman sendiri dengan tempat kejadian di ruang sekolah dan di jam sekolah,” ujar Livia.
Livia juga mencontohkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren di Jawa Barat Herry Wirawan. Ia menjelaskan kasus tersebut menjadikan anak-anak usia belasan tahun menjadi budak seks dalam kurun waktu yang lama.
“Dan anehnya tidak ada yang tahu kejadian itu sudah terjadi selama bertahun-tahun,” ujarnya.
Berangkat dari hal tersebut, Livia mengharapkan adanya bersih-bersih total di dunia pendidikan. Ia meminta pemerintah harus progresif mengambil kebijakan dan aturan yang dapat melindungi anak-anak yang sedang menjalani masa pendidikan mereka.
“Selain itu para orang tua harus aktif dalam mengawasi anak-anak mereka. Jangan sampai terkesan memindahkan tanggung jawab mengurus anak-anak kepada tenaga pendidik,” kata Livia.