“Merri Utami, terpidana mati kasus 1,1 kologram heroin mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo”
Mata-Hukum, Jakarta – Pemerintah Singapura pada Rabu 26 April 2023 telah mengeksekusi mati seorang pria bernama Tangaraju Suppiah yang menyelundupkan ganja seberat 1 kg.
Hal ini disampaikan langsung oleh Layanan Penjara Singapura.
Dalam pernyataan itu, eksekusi mati dilakukan di Penjara Changi.
Saudari perempuan Tangaraju, Leelavathy Suppiah, mengatakan kepada CNN bahwa saudara laki-lakinya telah digantung dan keluarganya telah menerima sertifikat kematian.
Pada hari-hari menjelang Tangaraju dikirim ke tiang gantungan, anggota keluarga dan aktivis mengajukan grasi publik dan mempertanyakan keamanan hukumannya. Kantor Uni Eropa dan kantor hak asasi manusia PBB juga sempat meminta Singapura untuk tidak melaksanakan hukuman gantungnya.
“Tangaraju dijatuhi hukuman mati pada tahun 2018 karena bersekongkol dalam perdagangan lebih dari satu kilogram ganja (1.017,9 gram),” menurut pernyataan dari Biro Narkotika Pusat (CNB).
Pengadilan menemukan ia juga berkomunikasi telepon dengan dua pria lain yang tertangkap mencoba menyelundupkan ganja ke Singapura.
Tangaraju sempat melakukan banding terhadap vonis dan hukuman matinya pada 2019 namun gagal. Sementara itu, petisi grasi presiden yang diharapkannya juga tidak berhasil.
“Tangaraju diberikan proses hukum penuh berdasarkan hukum dan memiliki akses ke penasihat hukum selama proses berlangsung,” kata pernyataan CNB sambil menggambarkan hukuman mati sebagai ‘bagian dari strategi pencegahan bahaya yang komprehensif di Singapura’.
Di sisi lain, keluarga dan kelompok hak asasi yang mendukung Tangaraju menolak klaim pemerintah dan merinci mengapa mereka yakin hukuman mati bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan.
“Hukuman Tangaraju terutama bergantung pada pernyataan dari interogasi polisi yang diambil tanpa kehadiran pengacara dan penerjemah serta tidak adanya kesaksian dari dua terdakwa lainnya, yang salah satunya telah dibatalkan dakwaannya,” kata Amnesty International.
Hukuman mati ini juga terjadi saat beberapa negara Asia mulai melegalkan ganja. Tahun lalu Thailand menjadi negara pertama di Asia yang mendekriminalisasi ganja setelah bertahun-tahun berkampanye oleh para aktivis di lapangan.
Presiden Jokowi Beri Grasi untuk Merri Utami, Terpidana Mati Kasus Narkotika
Merri Utami, terpidana mati kasus 1,1 kologram heroin mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan oleh tim kuasa hukum Merri Utami dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat dalam konferensi pers, pada Kamis 13 April 2023 lalu.
Kuasa Hukum Merri, Aisyah Humaida Musthafa mengatakan, kabar grasi tersebut diterima langsung dari Merri pada 24 Maret 2023.
“Waktu itu dia menyampaikan grasi sudah turun lewat telepon,” ujar Aisyah di Kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis.
Saat mendapat informasi tersebut, LBH Masyarakat tidak langsung percaya.
Mereka mencoba melakukan konfirmasi dengan bersurat kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Namun, surat konfirmasi mereka tak kunjung dibalas. Akhirnya, Aisyah dan Tim LBH mendatangi Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Semarang tempat Merri ditahan.
“Kamis minggu lalu (6 April 2023) ke Lapas ntuk lihat salinan (grasi secara) langsung, dan ternyata hukumannya (untuk Merri) sudah diubah (dari mati menjadi seumur hidup),” ujar Aisyah.
Ia mengatakan, surat grasi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/G Tahun 2023 tersebut tentu merupakan kabar gembira bagi Merri dan keluarganya.
Setelah mendekap di penjara lebih dari 20 tahun untuk menunggu eksekusi mati, akhirnya ada kepastian dia batal dieksekusi dengan grasi tersebut.
Aisyah mengatakan, grasi dengan nomor surat 02/PID.2016/PN.TNG yang diajukan Merri sebenarnya sudah dikirim sejak 26 Juli 2016.
Namun, grasi ini baru disetujui setelah tujuh tahun pengajuannya. Mereka tidak mengetahui alasan mengapa pengabulan grasi tersebut memakan waktu yang lama.
Merri merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kologram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001.
Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.
Namun, KomnasPerempuan saat itu menyebut Merri sebagai korban perdagangan orang.
Merri hanya tahu dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.
Merri sempat curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya.
Namun, pemberi tas menampik dengan menyebut bahwa tas yang ia bawa berat karena kualitas kulit yang bagus.
Merri membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 seorang diri melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Merri pun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.
Daftar Terpidana Kasus Narkotika di Indonesia yang Dieksekusi Mati
Indonesia dihebohkan dengan kasus Irjen Teddy Minahasa terkait peredaran narkoba.
Tak hanya itu, baru-baru ini juga sebuah video viral di media sosial yang menunjukkan pengakuan seorang tersangka pengedar narkoba di Tana Toraja.
Dalam rekaman video berdurasi 17 detik yang beredar luas di grup WhatsAppdan TikTok, salah satu tersangka mengaku dirinya berani menjadi pengedar narkoba karena dilindungi oleh oknum polisi.
Peristiwa tersebut terjadi saat konferensi pers Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Tana Toraja, pada Rabu 15 Februari 2023 lalu.
Apabila merujuk peraturan perundang-undangan, pengedar narkoba dapat dijerat dengan hukuman mati berdasarkan Pasal 114 Ayat 2, subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Meski demikian, eksekusi mati terpidana kasus narkoba di Indonesia sudah lama dilakukan.
Berikut sejarah eksekusi mati terpidana narkoba yang berhasil dirangkum dari berbagai sumber;
- Chang Ting Chong alias Steven Chan
Dikutip dari majalah Historia, terpidana kasus narkoba pertama yang dieksekusi dalam sejarah Indonesia adalah warga negara Malaysia, Chang Ting Chong alias Steven Chan atas kepemilikan 420 gram heroin.
Meski sempat melakukan upaya banding, Mahkamah Agung menolak permintaan Chan pada 1990.
Grasinya juga ditolak pada 1991.
Chan dieksekusi regu tembak pada 13 Januari 1995 di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Ia merupakan orang pertama yang dihukum mati di Indonesia sejak UU Narkotika diperkenalkan pada 1976.
- Raheem Agbaje Salami
Stephanus Jamiu Owolabi Abashin atau Raheem Agbaje Salami adalah salah satu orang yang mendapatkan vonis hukuman mati di Indonesia.
Diberitakan Kompas.com, Raheem ditangkap karena menyelundupkan narkotika jenis heroin seberat 5,2 kilogram di Bandara Internasional Juanda Surabaya pada 1999.
Sebelumnya, Raheem sempat menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Porong Sidoarjo sejak 1999sampai 2007, dan dipindahkan ke LP Kelas 1 Madiun.
Terpidana mati ini pun kembali dipindahkan LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 4 Maret 2015 untuk menjalani eksekusi bersama para terpidana mati lain.
Raheem dieksekusi mati pada 29 April 2015 dan berpesan agar dimakamkan di Madiun, Jawa Timur.
Adapun sebelum eksekusi, Raheem juga sempat berpesan untuk menyumbangkan anggota tubuhnya.
Namun, keinginan ini belum dapat dilakukan karena tidak ada orang yang mengajukan untuk menerima sumbangan organ.
- Freddy Budiman
Dikutip dari Kompas.com, Freddy Budiman merupakan gembong narkoba yang telah dieksekusi mati di LP Nusakambangan pada 29 Juli 2016
Freddy Budiman mendapatkan vonis mati dari majelis hakim PN Jakarta Barat pada 15 Juli 2013 atas kasus kepemilikan 1,4 juta pil ekstasi yang diselundupkan dari China pada Mei 2012.
Sebelumnya pada Maret 2009, Freddy pernah divonis penjara selama 3 tahun 4 bulan setelah tertangkap memiliki 500 gram sabu.
Setelah bebas, Freddy kembali berurusan dengan aparat pada 2011.
Kala itu, dia ditangkap dengan barang bukti berupa 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram bahan pembuat ekstasi.
Atas perbuatannya, Freddy mendapat vonis 9 tahun penjara dan harus mendekam di LP Cipinang.
Tak berhenti, dia kedapatan mengendalikan bisnis narkoba dari balik jeruji besi.
Dia terbukti mengorganisir penyelundupan 1.412.476 butir ekstasi dari China pada Mei 2012.
Tindakan inilah yang mengantar Freddy Budiman pada pidana mati di Juli 2016 silam.
- Mary Jane
Mary Jane Fiesta Veloso adalah warga negara Filipina yang menjadi terpidana mati dalam kasus narkotika. Dikutip dari Kompas.com, Mary Jane tertangkap di Bandara Adisucipto Yogyakarta, karena ketahuan membawa 2,6 kilogram heroin.
Mary Jane kemudian diamankan dan diinterogasi tanpa didampingi pengacara, bahkan penerjemah.
Sementara interogasi dilakukandengan bahasa Indonesia, Mary Jane hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa asalnya Tagalog.
Dari hasil interogasi itu, kasus Mary Jane pun langsung digiring ke meja hijau.
Dalam sidang, jaksa menuntut vonis seumur hidup bagi Mary Jane, tetapi hakim menjatuhkan vonis hukuman mati.
Mary Jane sempat mengajukan grasi kepada presiden, akan tetapi ditolak.
Eksekusi mati terpidana pun sudah dijadwalkan pada 29 April 2015 dini hari di Nusakambangan.
Kendati demikian, di detik-detik terakhir, eksekusinya batal karena Maria Kristina Sergio yang diduga sebagai perekrut Mary Jane menyerahkan diri secara sukarela di Kepolisian Filipina.
Mary Jane pun dimintai kesaksiannya untuk kasus tersebut pada 8 Mei dan 14 Mei 2015, melalui konferensi video.
Adapun sampai saat ini, eksekusi mati masih ditunda dan terpidana Mary Jane masih menunggu hukumannya di LP Perempuan Kelas II B Yogyakarta.
- Rodrigo Gularte
Rodrigo Gularte merupakan terpidana mati asal Brasil yang terlibat dalam kasus narkotika.
Diberitakan Kompas.com, Gularte ditangkap saat membawa 6 kilogram kokain yang disembunyikan di dalam papan selancarnya pada 2004.
Dia kemudian dijatuhi hukuman mati pada 2005.
Presiden Brasil kala itu, Dilma Rousseff, secara pribadi telah meminta pengampunan untuk Gularte, tetapi gagal.
Rohaniwan yang mendampingi menjelaskan, Gularte yang didiagnosis menderita skizofrenia tak mengetahui akan menjalani eksekusi hingga saat-saat terakhirnya.
Pemilik nama lengkap RodrigoMuxfeldt Gularte ini pun dieksekusi mati bersama delapan terpidana lain dari beberapa negara pada Rabu 29 April 2015 dini hari di Nusakambangan.
Adapun selain Rodrigo Gularte, tujuh terpidana mati yang dieksekusi pada 29 April 2015 adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), serta Zainal Abidin (Indonesia).
Dari berbagai sumber/ matahukum