KPK Sebut 15 Senjata Api di Rumah Pengusaha Dito Mahendra Ditemukan di Ruangan Khusus
“Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur: Betul dalam sebuah ruangan ditemukan ada 15 pucuk itu, lengkap dengan amunisinya, senjata api, peluru tajam”
Mata-Hukum, Jakarta – Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur mengatakan, penyidik menemukan 15 pucuk senjata api di rumah pengusaha Dito Mahendra. Senjata senjata itu lanjut Asep ditemukan di salah satu ruangan khusus.
Seperti diketahui bahwa tim penyidik KPK menggeledah rumah Dito Mahendra, pada Senin 13 Maret 2023 pekan lalu, terkait penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
“Betul dalam sebuah ruangan ditemukan ada 15 pucuk itu, lengkap dengan amunisinya, senjata api, peluru tajam,” kata Asep kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta pada Senin 20 Maret 2023.
Asep yang ikut langsung dalam penggeledahan itu mengakui, senjata itu bukan bagian dari barang yang mereka cari.
“Tetapi tentunya keberadaan senjata tersebut, harus dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan Polri,” ujar Asep.
“Pada saat itu kami menghubungi pihak Badan Intelijen Kepolisian (BIK), kemudian Polres Jakarta Selatan, karena memang locus-nya atau tempatnya di Jakarta Selatan,” sambungnya.
Sebanyak 15 senjata api yang ditemukan KPK terdiri dari berbagai jenis, di antaranya 5 pistol berjenis Glock, 1 pistol S & W, 1 pistol Kimber Micro, serta 8 senjata api laras panjang.
KPK sudah sempat melakukan pemeriksaan terhadap Dito pada Senin 6 Januari 2023 lalu. Pada pemeriksaan itu, KPK mendalami pengetahuannya soal dugaan aliran dana suap yang menjerat Nurhadi.
“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran uang dan pembelian barang bernilai ekonomis oleh tersangka NHD (Nurhadi) yang diduga dari pengurusan perkara di MA,” kata Ali lewat keterangannya, pada Senin 6 Januari lalu.
KPK kembali membuka proses penyidikan kasus suap Nurhadi pada April 2021. Hal dilakukan KPK setelah Nurhadi dan menantunya Rezky divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Pengembangan kembali dilakukan KPK, setelah menemukan sejumlah fakta untuk menjerat pihak lainnya.