“Perbuatan para terdakwa dalam pembangunan Pabrik Blast Furnace telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Proyek tersebut antara lain memperkaya MCC Ceri sebesar USD 292 juta dan Koperasi Eka Citra Rp 6,8 miliar”
Mata-Hukum, Serang – Eks Direktur Utama PT Krakatau Steel (KS) Fazwar Bujang didakwa melakukan korupsi pembangunan Pabrik Blast Furnace Complex yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Ia didakwa bersama empat pejabat perusahaan, termasuk pejabat di anak perusahaan milik BUMN itu.
Fazwar didakwa bersama Andi Soko Setiabudi selaku Dirut PT Krakatau Engineering tahun 2005-2010, Bambang Purnomo selaku Presiden Direktur PT Krakatau Engineering 2012-2015, dan Hernanto Wiryomijoyo selaku Ketua Tim Persiapan dan Project Director.
Untuk satu terdakwa lain, yaitu M Reza selaku Project Manager PT Krakatau
Engineering 2013-2016, pembacaan dakwaannya ditunda. Hal ini karena terdakwa belum menunjuk kuasa hukum saat persidangan pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Fazwar Bujang bersama dengan Andi Soko, Bambang Purnomo, Hernanto Wiryomijoyo, dan M Reza telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan terdakwa antara lain menyetujui dilaksanakannya proses tender proyek Pabrik Blast Furnace meskipun syarat kelengkapan tender berupa realisasi anggaran atau dokumen memo realisasi anggaran dan persetujuan RUPS belum ada.
“Terdakwa bersama dengan Andi Soko bersepakat dengan pihak MCC Ceri untuk menyerahkan pekerjaan proyek Pabrik Blast Furnace kepada MCC Ceri dengan syarat PT Krakatau Engineering sebagai anggota konsorsium,” kata JPU di Pengadilan Tipikor Serang, pada Kamis 23 Februari 2023.
Proses tender sendiri menurut jaksa hanya formalitas. Tender dilakukan oleh Panitia Persiapan Jasa Pembangunan atau PPJP PT KS. Terdakwa juga mengabaikan persyaratan harus adanya dukungan fasilitas pembiayaan dari export credit agency untuk MCC Ceri.
“Sehingga MCC Ceri dan PT Krakatau Engineering tetap mendapatkan pembayaran uang muka pekerjaan proyek Pabrik Blast Furnace,” kata JPU.
JPU mengatakan perbuatan para terdakwa dalam pembangunan Pabrik Blast Furnace telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Proyek tersebut antara lain memperkaya MCC Ceri sebesar USD 292 juta dan Koperasi Eka Citra Rp 6,8 miliar.
“Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar 2,3 triliun,” katanya.
Nilai Rp 2,3 triliun ini berdasarkan laporan hasil audit perhitungan negara oleh BPK. Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa: Proyek Pabrik Blast Furnace Krakatau Steel Tanpa Studi Kelayakan
Pembangunan Pabrik Blast Furnace Complex oleh PT Krakatau Steel yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tanpa feasibility study atau studi kelayakan. Terdakwa eks Direktur Utama PT Krakatau Steel (KS) Fazwar Bujang tahu bahwa secara keuangan dan teknis proyek tersebut tidak mampu dilakukan.
“Terdakwa Fazwar Bujang dan Andi Soko Setiabudi bersepakat menunjuk PT Krakatau Engineering mengerjakan local portion proyek Pabrik Blast Furnace meskipun mengetahui secara finansial dan teknis tidak mampu melaksanakan proyek tersebut,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Umarul Faruq di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (23/2/2023).
Selain itu, terdakwa Fazwar bersama terdakwa Hernanto Wiryomijoyo selaku Ketua Tim Persiapan dan Project Director menyetujui adanya dokumen engineering estimate dan owner estimate pembangunan pabrik. Padahal, itu tanpa didasari oleh studi kelayakan.
“Tanpa didasari feasibility study yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Dalam pekerjaannya, terdakwa Hernanto juga tidak melakukan kontrol ke PT Krakatau Engineering terhadap pekerjaan yang tidak diselesaikan oleh subkontraktor.
Selain itu terdakwa M Reza dan Bambang Purnomo juga sengaja memecah beberapa pekerjaan local portion dari tahun 2012 sampai dengan 2019 menjadi 8.571 kontrak, PO, dan job order. Ini dilakukan agar terdakwa menerima fee dari setiap kontrak.
“Agar dapat memperoleh fee dari setiap sub kontraktor atau supplier pemasok,” ujarnya.
Bahkan, pekerjaan local portion tersebut tanpa persetujuan tertulis dari PT Krakatau Steel. Selain itu, pekerjaan borongan dalam proyek tersebut tidak disertai sertifikat keterampilan dan keahlian.
“Serta progres pekerjaan dan pembayaran tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” katanya.