“Bahwa mendasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.28/PUU-XX/2022, menurut pendapat kami memenuhi kepastian hukum dalam sisi keadilan bagi terdakwa”
Mata-Hukum, Jakarta – Umar Husni menyambut baik dan mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) karena mengabulkan sebagian permohonannya. MK memutuskan dakwaan hanya boleh diulang satu kali dalam satu kasus karena pengulangan dakwaan berulang (meski belum masuk pokok perkara) merupakan pelanggaran HAM.
“Bahwa mendasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.28/PUU-XX/2022, menurut pendapat kami memenuhi kepastian hukum dalam sisi keadilan bagi terdakwa,” kata kuasa hukum Umar Husni, Rusdianto Matulatuwa, kepada wartawan, Senin 31 Oktober 2022.
Hakim MK menyatakan frasa ‘batal demi hukum’ dalam ketentuan norma Pasal 143 ayat 3 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum yang telah dinyatakan batal atau batal demi hukum oleh hakim dapat diperbaiki dan diajukan kembali dalam persidangan sebanyak 1 kali dan apabila masih diajukan keberatan oleh terdakwa/penasihat hukum, hakim langsung memeriksa, mempertimbangkan dan memutusnya bersama-sama dengan materi pokok perkara dalam putusan akhir’.
“Tentunya implikasi dalam putusan ini harus segara dapat dicerna oleh penegak hukum di dalam wilayah ajudikasi,” tegas Rusdianto.
Menurut Rusdianto, konsekuensinya bagi jaksa penuntut umum hanya diberikan 1 kali kesempatan untuk mengajukan dakwaan setelah dilakukan eksepsi oleh terdakwa atau penasehat hukum. Di mana setelah itu jaksa hanya punya satu kesempatan 1 (satu) kali mendakwakan dan hakim dapat mengadili pokok perkara langsung untuk memeriksa baik secara formil (terkait dakwaan) dan materiil (terkait perbuatan yang dilakukan terdakwa).
“Di mana ketika hakim memutus pada wilayah putusan akhir, maka hakim mempunyai suatu jenis putusan baru yaitu mengadili formil perkaranya, atau materiil pokok perkara atau memadukan baik formil maupun materiil, di mana jika dalam putusan akhir terbukti persoalan pokok perkara ini masih bermuara pada kesalahan formil yakni berupa kesalahan jaksa penuntut umum dalam mendakwa terdakwa, maka konsekuensinya hakim dapat memutus dengan putusan dakwaan jaksa penuntut umum sesuai dengan pasal 143 ayat (2) KUHAP, yang telah kami uji dan menghasilkan norma baru,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rusdianto menjelaskan bahwa putusan akhir terkait keberatan dalam pasal 143 (2) KUHAP tersebut akan menjadi suatu putusan akhir yang mengikat dan bersifat nebis in idem sehingga perkara tersebut walaupun terkait kelalaian Jaksa Penuntut umum dalam membuat surat dakwaan menjadi tidak dapat diadili untuk kedua kalinya.
Untuk diketahui bahwa gugatan ke MK itu awal saat Umar Husni didakwa dalam kasus perpajakan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Saat itu PN Purwokerto menyatakan dalam putusanya batal demi hukum. Lalu pihak kejaksaan dalam hal jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan dakwaan lagi berkali-kali. Berdasarkan hal itu membuat Umar Husni merasa hak asasinya terampas. Ia lalu mengajukan judicial review KUHAP dan berharap bisa didakwa sekali lagi demi kepastian hukum dan HAM dan dikabulkan.