“Musuh Utama Kita Adalah Para Koruptor”

0

Prof. Dr. ST. Burhanuddin

Jaksa Agung Republik Indonesia

Memahami jabatan adalah sebuah amanah, Dr. ST. Burhanuddin yang ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Jaksa Agung di Kabinet Indonesia Maju, menunjukkannya dengan kerja sebagai bukti atas kepercayaan yang dia terima. Pria kelahiran Cirebon, 17 Juli 1959 ini memulai gebrakan di Lembaga Adhiyaksa dengan sejumlah melakukan penangkapan terhadap buronan terpidana Tipikor atas nama Kokos Jiang pada 15 November 2019. Di hari yang sama, Kejaksaan juga menerima penyetoran uang pengganti ke Kas Negara sebesar Rp477.359.539.000,-.

Tak hanya penangkapan, Kejaksaan juga mengeluarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-345/A/JA/11/2019 dan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Pencabutan Keputusan Jaksa Agung Tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Kejaksaan Republik Indonesia, serta melakukan penguatan tugas dan fungsi Kejaksaan di bidang Pengamanan Pembangunan Strategis.

Tercatat lebih dari sepuluh poin yang telah dilakukan jajaran Kejaksaan meski belum memasuki 100 hari kerja sejak ditunjuk. Untuk mengetahui lebih jauh, tentang apa yang akan dilakukannya, berikut paparan Jaksa Agung ketika diwawancara pada akhir tahun 2020 lalu. Selengkapnya;

Adakah pesan khusus yang disampaikan presiden terkait dengan penegakan hukum di Kejaksaan?

Sebagai Jaksa Agung diminta untuk menjaga independesi hukum, menegakkan supremasi hukum, dan membenahi complain handling management. Maka dari itu sebagaimana dalam arahan saya kepada seluruh jajaran poin pertama, ke depan orientasi praktik penegakan hukum tidak lagi menitikberatkan kepada seberapa banyak perkara korupsi yang ditangani, namun lebih kepada upaya untuk menjamin suatu wilayah bebas dari korupsi.

Oleh karena itu penanganan suatu perkara tidak hanya sekadar mempidanakan pelaku dan mengembalikan kerugian negara, namun juga harus dapat memberikan solusi perbaikan system sehingga perbuatan tersebut tidak dilakukan kembali.


Sedangkan arahan saya sebagai Jaksa Agung, telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran untuk melakukan sistem complain and handling management yang mampu meningkatkan pelayanan hukum terhadap masyarakat, salah satunya dengan mewujudkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai bentuk pelayanan dan keterbukaan informasi publik.

Presiden menegaskan agar penegak hukum ikut mendukung iklim investasi, pendapat Anda?
Sesuai arahan presiden kami Kejaksaan siap mendukung iklim investasi di Indonesia, karena salah satu hal yang dapat mempengaruhi investasi di suatu negara adalah penegakan hukum yang berkeadilan, kebijakan pemerintah yang stabil. Harapannya dengan penegakan hukum yang berkeadilan dan kebijakan pemerintah yang stabil dapat menarik investor untuk masuk ke Indonesia.

Apa yang akan dilakukan untuk mewujudkan hal itu?


Secara kelembagaan, Kejaksaan juga sudah mulai melakukan pembentukan “Satgas Pengaman Investasi dan Usaha”. Seperti yang telah Kejaksaan Tinggi Bali lakukan, tanggal 21 November 2019 melakukan pembentukan satgas tersebut untuk memberikan kemudahan berusaha di Provinsi Bali dalam rangka pengembangan pariwisata nasional.

Satgas tersebut nantinya akan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a.      Satgas akan menerima laporan dari pelaku dunia usaha dan investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) bahwa ada hambatan dalam proses berinvestasi dan usaha;
b.      Satgas selanjutnya menerima pemaparan tentang hambatan-hambatan tersebut, mulai hambatan perizinan (birokrasi), hambatan peraturan perundangan atau hambatan-hambatan lainnya;
c.      Selanjutnya Satgas akan bekerja mendorong penyelesaian hambatan tersebut dengan koordinasi dan kerjasama dengan Kementrian atau lembaga dan Pemerintah Daerah serta Organisasi lain yang berkaitan dengan proses investasi dan usaha tersebut;
d.      Kegiatan Satgas bisa melakukan pencegahan adanya pungli atau tindak pidana korupsi lain selama proses perizinan dan dalam kegiatan lain dalam rangkaian kegiatan investasi dan usaha.

Sejauh ini apa saja tantangan terberat dan terbesar yang harus diselesaikan institusi Kejaksaan?

Guna mendukung dan mengawal program Presiden mewujudkan Indonesia
Maju tentunya diperlukan Sumber Daya Manusia yang mumpuni, profesional dan tentu juga berintegritas. Hal tersebut sangat perlu untuk diwujudkan karena peningkatan kinerja dan juga integritas merupakan kunci mengembalikan kepercayaan publik. Tantangan terbesar Kejaksaan adalah meningkatkan citra Kejaksaan di masyarakat. Tentunya hal itu akan kami lakukan dengan kinerja maksimal dalam penegakan hukum serta memberantas korupsi di Indonesia.

Dalam raker dengan Komisi III DPR, Anda menyebutkan perlunya mengubah aturan hukuman mati. Seperti apa perubahan itu dan mengapa harus diubah?


Saya sampaikan terkait hambatan pelaksanaan hukuman mati bahwa MK telah menafsirkan melalui putusannya Nomor: 34/PUU-XI-2013, yang pada intinya memutus PK boleh dilakukan berkali-kali sepanjang memenuhi syarat dan HAM dalam mendapatkan keadilan, sehingga hal inilah yang menjadikan waktu pelaksanaan eksekusi mati harus menunggu terpidana telah menggunakan seluruh hak hukumnya.

Terkait hukuman mati apakah akan berlanjut lagi pada periode kepemimpinan Anda, dan bagaimana kebijakan dari Presiden sendiri terhadap hal itu?


Kejaksaan berwenang melaksanakan hukuman mati sesuai dengan ketentuan. Sebagai eksekutor kami siap untuk melaksanakannya, tentunya sudah clean and clear baik aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis. Tentunya dengan memperhatikan terpidana telah menggunakan seluruh hak hukumnya. Apalagi dengan adanya putusan MK Nomor: 34/PUU-XI-2013 yang menafsirkan Peninjauan Kembali boleh dilakukan lebih dari sekali sepanjang memenuhi syarat dan HAM dalam mendapatkan keadilan. Sehingga jangan sampai pelaksanaan eksekusi hukuman mati terdapat kesalahan proses hukum terpidana itu sendiri.

Bagaimana dengan penyelesaian kasus HAM yang hingga kini masih menjadi pertanyaan publik?

Dalam penanganan HAM masa lalu tentunya dilakukan sesuai dengan UU
pengadilan HAM. Stakeholder yang terlibat adalah bukan hanya Kejaksaan dan
Komnas HAM tetapi juga eksekutif, legislatif serta yudikatif. Semua pihak perlu duduk bersama, dan dalam penyelesaian penanganan HAM masa lalu tidak hanya melalui instrumen pidana, namun juga menggunakan instrumen lain untuk menjadi solusi.

Bagaimana terobosan Anda dalam menangani dan menyelesaikan kasus HAM tersebut?


Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sesuai dengan Pasal 43 jo Pasal 19 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM karena penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM sifatnya pro justisia sehingga perlu adanya izin dari Ketua Pengadilan dan juga diperiksa dan diputus perkaranya oleh Pengadilan HAM ad hoc. Namun sampai saat Pengadilan HAM ad hoc belum terbentuk dan belum ada Kepres, hal ini sangat penting sebagai legitimasi negara agar dalam penegakan hukum HAM Berat asasnya Retroaktif, legitmasi, ini  penting agar tidak bertentangan dengan norma hukum HAM tersebut; Hasil penyelidikan tidak dapat memenuhi syarat formal dan material sebagaimana diatur KUHAP dan Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sesuai Pasal 91 ayat (1) huruf a UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, seharusnya penyelidik projustisia Komnas HAM mengambil sikap perkara pelanggaran HAM berat tersebut dihentikan untuk adanya kepastian hukum; Pendekatan non-yudisial sesuai dengan Putusan MK Nomor: 006/PUU-IV/2006 tentang UU Nomor: 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tanggal 7 Desember 2006 yang merekomendasikan perkara pelanggaran HAM Berat diselesaikan menggunakan kekuasaan dan pelanggaran HAM yang berlaku universal, di mana kebijakan hukum yang sesuai dengan UUD Tahun 1945 adalah rekonsiliasi melalui kebijakan politik dalam rangka rehabilitasi secara umum.

Pada hakikatnya penyelesaian pelanggaran HAM Berat dapat dilakukan melalui 2 cara:
1.      Penyelesaian Yudisial melalui Pengadilan HAM Ad Hoc;
2.      Penyelesaian Non Yudisial melalui rekonsiliasi.

Oleh karenanya, dalam penanganan HAM masa lalu tentunya dilakukan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, di mana stakeholder yang terlibat adalah bukan hanya Kejaksaan dan Komnas HAM tetapi juga eksekutif, legislatif serta yudikatif dan pihak-pihak terkait. Semua pihak tersebut perlu duduk bersama menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu tidak hanya melalui instrumen pidana, melainkan juga menggunakan instrumen lain untuk menemukan solusi yang paling tepat.

Apa langkah Anda untuk memperkuat sinergi dengan penegak hukum lain?


Sinergi dengan penegak hukum lain sudah kami lakukan sejak lama, karena tentunya dalam penegakan hukum tidak bisa dilakukan secara parsial atau tersekat-sekat. Butuh dukungan antar penegak hukum di Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Tentunya koordinasi intensif akan terus kami lakukan dengan yang lain.

Bagaimana koordinasi dengan KPK?


Tentunya kordinasi antara Kejaksaan dengan KPK berjalan baik. Kerjasama antara Kejaksaan dan KPK sudah berjalan sejak lama. Karena dalam pemberantasan korupsi tidak dapat diselesaikan secara sektoral, oleh karena itu perlu sinergitas dan kerja sama lintas instansi untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia.

Selain KPK, lembaga penegak hukum lain yang juga bergerak memberantas korupsi adalah Kepolisian, bagaimana koordinasi dan kerjasama yang telah dan akan dilakukan?


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan secara sectoral. Kejahatan korupsi diakui tidak hanya sebagai masalah yang sangat kompleks, meluas, namun juga bersifat sistemik. Fakta menunjukkan, seringkali korupsi tumbuh subur sebagai bagian dari masifnya kekuasaan ekonomi, hukum, dan politik, dan bahkan merupakan bagian dari sistem itu sendiri. Sehingga dalam pemberantasan korupsi diperlukan koordinasi dan sinergitas antar penegak hukum. Salah satu bentuk kerjasama antara Kejaksaan dan kepolisian dalam pemberantasan dapat dilihat sejak proses penyelidikan dan penyidikan (pra-penuntutan) suatu perkara korupsi, karena untuk keberhasilan menyelesaikan suatu perkara korupsi diperlukan koordinasi yang intensif antar aparat penegak hukum.

Pada intinya Kejaksaan dalam memberantas korupsi di Indonesia siap bekerjasama baik dengan kepolisian, KPK maupun pihak terkait lainnya.

Bagaimana agar kerjasama tersebut tidak tumpang tindih?


Untuk itu diperlukan kordinasi yang intensif antar aparat penegak hukum sehingga tidak tumpang tindih dalam melaksanakan tupoksinya masing-masing. Antara Kejaksaan, KPK, dan Kepolisian juga telah membuat Kesepakatan Bersama Antara Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor KEP-049/A/J.A/03/2012, B/23/III/2012 dan SPJ-39/01/03/2012 Tahun 2012 tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dibuatnya kesepakatan tersebut adalah untuk meningkatkan kerjasama antar para pihak dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sehingga dapat berjalan optimal.

Mengenai revisi UU KUHP yang sempat ditunda pengesahannya oleh DPR,
bagaimana pandangan Anda selaku penegak hukum?


Tentang RKUHP sudah berlangsung sejak lama, tentunya sebagai bagian dari pemerintah kita akan mencermati segala aspek yang timbul dalam RKUHP,
mengingat dalam pelaksanaannya Jaksa nantinya akan terlibat dalam banyak hal.

Apa saran Kejaksaan Agung terhadap rencana revisi UU KUHP?


Proses RKUHP sudah berlangsung sejak lama, di mana Kejaksaan juga ikut berperan dalam proses penyusunan RKUHP. Masukan dan pendapat dari masyarakat tentu akan dicermati untuk digunakan sebagai bahan masukan.

Adakah konsekuensi atas penundaan itu? Dan jika disahkan apa juga
konsekuensinya bagi Kejaksaan?


Menurut saya apapun konsekuensinya Kejaksaan siap melaksanakan amanah peraturan perundang-undangan, khususnya dalam penegakan hukum di Indonesia.

Ada beberapa pihak yang sempat meragukan independensi Anda karena mengaitkan dengan partai tertentu. Bagaimana merespons kekhawatiran itu?


Seperti yang sudah pernah Saya katakan dalam beberapa kesempatan, saya profesional, saya bukan kader PDIP. Selain itu saya berasal dan terlahir dari Kejaksaan RI. Biar masyakarakat yang menilai. Intinya saya akan bekerja dan maksimal.

Kejaksaan kerap dilekatkan dengan kepentingan politis tertentu. Sebenarnya apa masalahnya? Lantas apa yang akan dilakukan untuk mengubah pandangan itu?


Kejaksaan selalu bekerja secara profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Cukup dengan menunjukkan kinerja, nantinya masyarakat yang akan menilai hal tersebut.

Di era sebelumnya, ada tuduhan Kejaksaan Agung tidak obyektif terhadap para Kepala Daerah yang terduga korupsi, yang kebetulan kader partai, apakah kebijakan tersebut akan terjadi lagi di era Anda?


Saya tidak akan jauh mengomentari yang terdahulu. Yang terpenting seperti yang sudah pernah saya katakan dalam beberapa kesempatan, saya adalah profesional dan bukan kader partai manapun. Selain itu saya juga merupakan profesional yang terlahir, berasal dan berkarir dari Kejaksaan RI.

Di awal kerja sebagai Jaksa Agung, Kejaksaan menangkap para buronan korupsi, apakah ini berarti Kejaksaan akan memperkuat lini pemberantasan korupsi?


Kejaksaan terus berkomitmen melakukan perbaikan-perbaikan dalam pemberantasan korupsi. Kami nyatakan bahwa tidak ada sedikit pun tempat yang aman bagi koruptor di negeri ini. Kami juga terus mengembangkan metode pemberantasan korupsi, yang mana saat ini orientasi pemberantasan korupsi tidak hanya berkenaan dengan menangkap pelaku dan mengembalikan kerugian keuangan negara, melainkan termasuk bagaimana melakukan perbaikan sistem tata kelola pemerintahan dan mewujudkan daerah-daerah bebas dari korupsi.

Bagaimana Kelanjutan Satgassus TPK dan fokus penanganan perkara korupsi selanjutnya?


Tentu tugas dan wewenang Satgassus TPK yang sudah berkerja selama ini akan terus ditingkatkan kinerjanya. Berkenaan dengan fokus penanganan korupsi selanjutnya sebagaimana telah saya sampaikan pada kesempatan yang lain, bahwa telah saya berikan arahan program prioritas kepada seluruh jajaran Kejaksan di seluruh wilayah Indonesia.

Jajaran Kejaksaan menganggap anggarannya tidak sebanding dengan KPK dalam menangani Kasus korupsi. Apa yang akan dilakukan?


Kejaksaan dengan anggaran yang ada juga sudah mampu melakukan banyak pencegahan, penindakan, pengembalian  aset dalam tindak pidana korupsi. Selain itu Kejaksaan juga melaksanakan tugas-tugas lain seperti di bidang Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara, Keamanan dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan undang-undang, tentunya dan seyogyanya proporsinya lebih besar dibandingkan yang menangani satu bidang saja. Namun dengan anggaran yang tersedia kami siap menjalankan tugas dengan maksimal dan optimal.

Satuan Tugas Khusus Tindak Pidana Korupsi yang dibentuk Kejaksaan Agung digadang-gadang akan mampu menandingi KPK. Faktanya sampai saat ini belum ada kasus besar yang ditangani satuan kerja tersebut. Apa kendalanya?


Yang pertama tidak ada kontestasi antara Kejaksaan dengan KPK. Kejaksaan selalu bersinergi dalam melaksanakan tugas. Kami saling mendukung karena musuh utama kita adalah para koruptor.

Ada kasus hukum atau OTT menimpa aparat Kejaksaan. Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi masalah ini dan memperbaiki citra lembaga?


Tentunya pelakunya adalah oknum. Siapa pun dia harus mempertanggungjawabkan atas perbuatan pidananya. Untuk itu kami selalu dan terus meningkatkan pengawasan melekat dan pengawasan fungsional.

Tupoksi Jaksa sangat rentan terkena kasus korupsi, bagaimana Anda membentengi jajaran Kejaksaan?

Perlu saya sampaikan bahwa tidak ada tempat lagi di institusi ini bagi pegawai atau Jaksa yang melakukan tindak pidana korupsi. Kami berkomitmen kuat untuk mewujudkan Kejaksaan yang profesional dan berintegritas, serta bebas dari virus KKN. Kami terus melakukan internalisasi nilai, edukasi, pembinaan kepada jajaran baik di pusat maupun di daerah agar mereka menghindarkan diri dari praktik korupsi. Kami juga terus mengoptimalkan pengawasan  pengawasan internal, termasuk di dalamnya pengawasan melekat oleh masing-masing pejabat struktural. Oleh karenanya, apabila ada permasalahan hukum,  pimpinan dua tingkat ke atasnya pun turut dilakukan klarifikasi.

Selain itu, kami bergandengan tangan dengan Komisi Kejaksaan secara pro-aktif turut memantau perilaku Jaksa/Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, termasuk menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat.

Saya juga perlu tegaskan, saat ini, apabila ada pegawai/Jaksa yang masih melakulan perbuatan korupsi, maka kami tidak segan-segan untuk membinasakannya. 

Dalam rangka mencegah perilaku koruptif, kami memandang perlu diupayakan  peningkatan kesejahteraan Jaksa/Pegawai Kejaksaan, termasuk penyediaan sarana dan prasarana terutama bagi jaksa-jaksa yang di tempatkan di daerah terpencil. Kami memandang bahwa take home pay yang diterima saat ini belum cukup sebanding dengan beban kerja para Jaksa. Hal tersebut juga menjadi salah satu pemicu terjadinya praktik korupsi.

Era digital dan komunikasi bergerak dengan cepat, bagaimana
Kejaksaan menggunakan kemajuan itu untuk mempermudah tugas-tugas?


Era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan sebagainya yang dikenal sebagai fenomena disruptive innovation akan memberikan dampak pada bidang hukum sebagai rambu-rambu alami yang selalu seiring sejalan dengan tatanan sosial. Globalisasi telah jauh memasuki babak baru dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Kesuksesan sebuah negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang diciptakan oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan bagaimana menciptakan regulasi yang mampu mengaturnya.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya Kejaksaan juga turut memanfaatkan Kemajuan era digital saat ini seperti yang telah dilakukan Badan Diklat kejaksaan yang telah mengembangkan e-Learning, e-Office dan e-Akademik, selanjutya Kejaksaan juga telah memiliki e-Lapdu sarana yang dapat digunakan untuk pegaduan bagi masyarakat terhadap kinerja dan tugas Kejaksaan. Selain itu kejaksaan juga telah memiliki digitalisasi arsip di Pusat Penyimpanan Arsip Inaktif (Adhyaksa Record Centre).

Dalam Bidang Tindak Pidana Khusus, kecepatan informasi terhadap perkembangan penanganan perkara sangat diperlukan penyidik supaya dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tidak terjadi
kegagalan penyidikan. Oleh karenanya kami telah mengembangkan aplikasi dalam Case Management System (CMS) berupa notifikasi “telegram“ tentang batas waktu penanganan perkara baik kepada penyidik, jaksa peneliti dan penuntut umum.

Kejaksaan Agung dinilai tak transparan dalam mengelola aset negara hasil sitaan korupsi. Tanggapan Anda?

Kembali lagi, ini kan hanya perspektif. Apabila ingin memberikan masukan diperlukan pencantuman, rujukan, data dan sumber yang tepat dan dipercaya.

Tranparasi menjadi masalah yang akut di Kejaksaan. Publik sulit mengakses data. Bisakah publik dipermudah mengakses data di Kejaksaan agung?

Perlu diingat, dalam penegakan hukum, berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik terdapat beberapa hal yang dikecualikan seperti proses penyelidikan dan penyidikan, sehingga hal ini tidak bisa dimaknai Kejaksaan tidak transparan. Kejaksaan telah memanfaatkan Informasi Teknologi sebagai media informasi bagi masyarakat, salah satunya website Kejaksaan, selain itu untuk menjangkau generasi milenial kami memanfaatkan media sosial secara aktif seperti twitter, facebook, Instagram. Jadi semuanya bisa dilihat di sana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *