” Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi lakukan operasi besar karena jantungnya sering berhenti”
Mata-Hukum, Jakarta – Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi menyimak keterangan saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi lahan, pada Senin 19 Desember 2022, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Surya baru saja pulih setelah menjalani operasi jantung dua pekan lalu.
Majelis hakim memutuskan membantarkan Surya Darmadi selama 14 hari sejak 5-19 Desember 2022. Hal ini diputuskan setelah Surya Darmadi menyampaikan permintaan operasi pemasangan ring jantung.
“Bagaimana pak Surya Darmadi, saudara sudah mulai pulih? Sudah dibantarkan kemarin?” tanya Hakim Ketua Fahzal Hendri dalam persidangan tersebut.
Majelis hakim sempat memastikan kondisi kesehatan Surya jelang dimulainya persidangan. Hal ini guna memastikan Surya dapat mengikuti sidang dengan lancar dan sehat.
“Recovery sudah cukup ya, jadi bisa ikuti sidang? Jangan dipaksain,” ujar Fahzal.
Terimakasih yang mulia sudah kasih izin saya berobat. Saya coba ikuti sidang,” timpal Surya.
Surya beberapa kali mengucapkan terimakasih kepada majelis hakim yang mengizinkannya menjalani operasi jantung. Majelis hakim menyatakan hal itu memang merupakan hak bagi Surya.
“Itu hak saudara, dan jadi kewajiban kami perhatikan kesehatan saudara,” ucap Fahzal.
“Diberikan izin (operasi) itu saya tidak akan lupa pak,” sebut Surya.
Surya bahkan menduga jiwanya tak bakal terselamatkan bila operasi jantung urung dilakukan. Apalagi sampai saat ini, Surya tetap dijadwalkan konsultasi rutin ke dokter guna memulihkan kondisinya.
“Saya kemarin kalau nggak dikasih izin (operasi) mungkin saya nggak hadir di sini lagi. Karena saya operasi besar karena jantung saya sering berhenti,” ungkap Surya.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi didakwa melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian perekonomian negara sekitar Rp 73,9 triliun atau Rp 73.920.690.300.000.
Korupsi terkait penyerobotan lahan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan Surya itu dilakukan bersama eks Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman.
Surya Darmadi disebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 7.593.068.204.327 dan US$ 7.885.857. Dia juga didakwa merugikan keuangan negara Rp 4.798.706.951.640,00 dan US$ 7.885.857,36. Total kerugian di kasus ini senilai Rp 86.547.386.723.891.
Surya Darmadi didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dia juga didakwa dengan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara Dalam Eksepsinya, Tim Kuasa Hukum Surya Darmadi Nilai Kasusnya Bukan Perkara Korupsi
Kuasa hukum pemilik PT Duta Palma Surya Darmadi, Juniver Girsang menilai, permasalahan izin terkait bisnis perkebunan kelapa sawit yang menjerat kliennya bukan perbuatan tindak pidana korupsi.
Hal itu dikatakan Juniver Girsang saat membacakan eksepsi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, pada Senin 19 September 2022.
Diketahui, Surya Darmadi didakwa jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung telah merugikan perekonomian negara sebesar Rp 86,5 triliun akibat bisnis perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau sejak tahun 2004 hingga 2022.
Menurut Juniver Girsang, permasalahan izin beberapa perusahaan yang dikelola kliennya merupakan permasalahan administrasi yang termasuk ke dalam Undang-Undang Kehutanan.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana di dalam dakwaan penuntut umum bukanlah merupakan tindak pidana dan tidak masuk dalam ruang lingkup perkara tindak pidana korupsi,” ujar Juniver saat membacakan eksepsi, Senin.
Juniver berpendapat, dakwaan jaksa penuntut umum yang menyebutkan bahwa kliennya telah melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi keliru.
Ia menilai, perkara izin perkebunan yang menjerat kliennya hanya berlaku asas kekhususan yang di dalam Undang-Undang Kehutanan alias hanya berlaku asas lex specialist systematisch.
“Terkait dengan perkara a quo, maka apabila ada dugaan terjadinya tindak pidana seyogianyalah diterapkan atau diberlakukan ketentuan pidana yang ada dalam Undang-Undang Kehutanan, bukan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Tipikor sesuai asas lex specialist systematisch dimaksud,” ucap Juniver.
Lebih lanjut, Juniver mengatakan, dakwaan yang menyebutkan kliennya telah merugikan negara puluhan triliun atas bisnis yang dilakukannya, prematur dan sumir.
Juniver menilai jaksa terlalu terburu-buru memproses hukum kliennya hingga membawanya ke meja hijau.
“Istilah kata sumir dan prematur dalam konteks surat dakwaan diartikan sebagai dakwaan yang disusun dan atau dibuat terlalu singkat dan terburu-buru yang belum saatnya untuk diajukan ke depan persidangan,” ujar Juniver.
Terkait perkara ini, Surya Darmadi disebut jaksa telah melakukan usaha perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan dengan menggunakan izin lokasi dan izin usaha perkebunan tanpa adanya izin prinsip. Perbuatan itu dinilai bertentangan dengan tata guna hutan kesepakatan (TGHK) serta tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan.
Akan tetapi, kata Juniver, di Indonesia telah disahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam Pasal 110 dan Pasal 110 b UU Cipta Kerja, juncto Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-18 Tahun 2020 dinyatakan bahwa pelaku usaha masih diberikan waktu selama tiga tahun untuk menuntaskan administrasi pengurusan izin.
Dengan demikian, menurut Juniver, permasalahan izin yang menjerat beberapa perusahaan Surya Darmadi seharusnya dikenakan sanksi administratif bukan sanksi pidana.
“Hanya dikenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan dimaksud,” kata Juniver.
Lebih lanjut, Juniver menilai, seharusnya Kejaksaan Agung tidak terburu-buru memproses kasus ini hingga masuk ke meja hijau.
Sebab, beberapa perusahaan milik Surya Darmadi masih memiliki waktu hingga tahun 2023 untuk menyelesaikan semua proses administrasi pengurusan izin pelepasan kawasan hutan tersebut.
Apabila penegak hukum in casu institusi Kejaksaan Agung masih mengedepankan prinsip due process of law dan taat atas aturan hukum positif serta tidak terburu-buru atau prematur dalam mengambil tindakan, maka yakinlah bahwa terdakwa Surya Darmadi, tidak akan menjalani proses hukum seperti saat ini di Pengadilan Tipikor,” ujar Juniver.
“Beberapa perusahaan milik terdakwa, yaitu PT Palma Satu, PT Seberida Subur dan PT Panca Agro Lestari masih memiliki waktu hingga tahun 2023 untuk menyelesaikan semua proses administrasi pengurusan izin pelepasan kawasan hutan tersebut. Sementara PT Kencana Amal Tani dan PT Banyu Bening Utama sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU),” katanya lagi.
Dengan keberatan yang telah dibacakan, Juniver meminta majelis hakim menyatakan
dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan tidak dapat diterima.
Juniver juga meminta keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum yang diajukan tersebut dapat diterima seluruhnya.
Dari berbagai sumber/matahukum/rid