RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, Pemerintah Usul Aset Korban Pinjol Bisa Dikembalikan
“Konsep penegakan hukum tidak selalu dengan pemberian sanksi pidana, namun mengedepankan agar keadaan pihak yang dirugikan dapat dipulihkan dahulu atau kita kenal dengan prinsip restorative justice”
Mata-Hukum, Jakarta – Pemerintah memasukkan usulan aset korban pinjaman online (pinjol) ilegal, investasi bodong, hingga skema ponzi koperasi simpan pinjam agar bisa dikembalikan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Sektor Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan anggaran dan perbuatan tindak pidana sektor keuangan adalah bagian dari tindakan pelanggaran di bidang ekonomi.
Maka dari itu, kata Menteri Keuangan itu, diperlukan perumusan tindak pidana yang terkait dengan industri di bidang sektor keuangan, baik yang dilakukan perorangan maupun oleh korporasi.
“Konsep penegakan hukum tidak selalu dengan pemberian sanksi pidana, namun mengedepankan agar keadaan pihak yang dirugikan dapat dipulihkan dahulu atau kita kenal dengan prinsip restorative justice,” jelas Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI pada, Kamis 10 November 2022.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menuturkan pelaku tindak pidana dapat terhindar dari hukuman penjara. Asalkan pelaku bisa mengembalikan kerugian kepada korban sehingga asetnya pulih seperti semula.
“Dalam hal pihak yang telah melakukan kerugian atau pelaku tindak pidana ekonomi mengakui dan memberikan ganti rugi sesuai mekanisme yang berlaku, sehingga keadaan kerugian korban pulih pada keadaan semula, maka penghindaran sanksi pidana berupa penjara perlu dipertimbangkan terhadap tindak pidana tersebut,” kata dia.
Selain itu, penyesuaian nilai pidana berupa denda dan waktu pemidanaan disesuaikan dengan perkembangan zaman serta harmonisasi penegakan hukum pada masing-masing industri di sektor keuangan.
“RUU ini menetapkan prinsip keadilan dan restoratif. Dalam hal langkah tersebut tidak dapat diselesaikan, maka penggunaan sanksi pidana benar-benar sebagai upaya terakhir,” pungkasnya.
Guru di Semarang Terjerat Utang di 20 Aplikasi Pinjol, Pinjam Rp 3,7 Juta, Membengkak Rp 206 Juta
Seorang guru honorer di Kabupaten Semarang, Afifah Muflihati (27) terjerat utang di puluhan aplikasi pinjaman online (pinjol) hingga ratusan juta rupiah. Afifah awalnya hanya meminjam Rp 3,7 juta, namun jika ditotal malah membengkak menjadi Rp 206,3 juta. Dia diteror dan diancam akan disebar identitas lengkapnya jika tidak segera melunasi utangnya tersebut.
Afifah bercerita, pada 30 Maret 2021, dirinya melihat iklan aplikasi pinjaman online Pohon Uangku di ponselnya. Ia mengaku saat itu sedang kesulitan finansial, dan sangat membutuhkan uang untuk menyambung hidup. Akhirnya ia mengunggah aplikasi tersebut dan mengikuti persyaratan pinjaman. Setelah itu, uang pun langsung ditransfer ke rekening Afifah sebesar Rp 3,7 juta.
Padahal, dirinya dijanjikan akan mendapat uang sebesar Rp 5 juta. Dia awalnya mengira pelunasan dapat dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan, tapi tenor pinjaman malah tujuh hari. Kemudian, dalam kurun waktu lima hari Afifah sudah ditagih dengan nada ancaman akan disebar identitas lengkapnya. Uang pinjaman yang ada di rekening saat itu belum dipergunakan sama sekali.
Ia pun panik karena teror mulai berdatangan, bahkan datanya sudah disebar. Pihak pinjol ternyata bisa mengakses kontak telepon Afifah, sehingga dikirimkan foto beserta KTP dengan narasi tidak bisa bayar utang. Tak hanya itu, Afifah juga difitnah akan menjual diri demi membayar utangnya.
Ia mengatakan, sewaktu pinjaman pertama tidak ada tanda tangan elektronik untuk persetujuan. Ia hanya diminta mengirimkan foto KTP dan identifikasi wajah. Buntut kejadian tersebut, pihak keluarga, teman, hingga kolega semua mendapat pesan yang merujuk Afifah tidak bisa bayar hutang. Karena merasa ketakutan, Afifah akhirnya kembali meminjam uang lewat aplikasi pinjol lainnya dengan maksud untuk menutup utangnya. Jaringan pinjol itu terus berlanjut hingga lebih dari 20 pinjol.
Afifah dari hasil gali tutup lobang lewat pinjol sudah terbayar Rp 158 juta dari total utang yang sudah mencapai Rp 206.350.000. Selanjutnya, untuk melunasi sisa utangnya, ia juga meminjam BPR sebesar Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat rumah. Kini, utang di aplikasi pinjolnya yang belum terbayarkan ada Rp 47 juta.
Karena merasa menjadi korban permainan pinjol, ia lantas mengadukan permasalahan tersebut ke Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (3/6/2021). “Kami utarakan kami belum gunakan uang itu dari aplikasi Pohon UangKu. Kalau dirasa saya masih punya hutang maka akan saya bayar saat persidangan, saya memilih jalur hukum,” jelasnya.
Kuasa hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari LBH NU Salatiga mengatakan, aplikasi pinjol tersebut diduga ilegal dan tidak terdaftar otoritas jasa keuangan (OJK). Bahkan, hal itu sudah masuk ranah tindak pindana karena mengancam dan mengintimidasi melalui telepon dan seluruh sosial media kliennya. “Data klien disebar ke seluruh kontak di phone book dengan tendesi menyerang, menyebutkan kata kasar, ditulis wanted dan sebagainya,” katanya.
Saat kliennya datang meminta bantuan, kondisinya sangat depresi karena teror yang diterima cukup mengerikan. “Diteror ratusan kali. Bahkan ada yang diedit konten pornografi dan ditulis menjual diri untuk lunasi utang online,” katanya. Sofyan mengaku siap jika nantinya kasus ini dibawa ke ranah perdata terkait pinjam meminjam. Sebab, perjanjian itu harus ada surat perjanjian baik langsung atau elektronik. Tapi melihat caranya, kata dia, sudah tidak memenuhi syarat karena tidak pernah tanda tangan surat perjanjian apapun.
“Kalau dimaknai hukum pinjam meminjam, maka diatur KUH Perdata, kami akan lakukan gugatan perdata. Tapi terlepas dari semua kami memilih mekanisme hukum pidana dulu,” jelasnya. Sofyan berharap, kasus ini bisa segera diproses dan diselesaikan, karena ia meyakini banyak orang di luar sana juga menjadi korban pinjol. Dari berbagai sumber/matahukum/rid