” Terbaru, 2 Guru Pesantren di Kabupaten Padang Lawas Lecehkan Puluhan Santri Laki-laki”
Mata-Hukum, Jakarta – Kasus pelecehan seksual di ranah lembaga pendidikan kembali terjadi. Dua guru pondok pesantren di Kabupaten Padang Lawas, Sumatra Utara, dilaporkan melakukan aksi pencabulan terhadap 24 santri laki-laki.
Aksi pencabulan itu dilakukan oleh 2 guru terjadi sejak 2022 hingga 2023 sampai akhirnya kasus itu terungkap. Sedangkan para korban berusia antara 14-16 tahun.
Hal itu dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polres Padanglawas, AKP Hitler Hutagalung kepada wartawan.
Hitler membenarkan adanya aksi bejat guru pondok pesantren tersebut. Ia menyebut peristiwa itu dilaporkan orangtua korban kepada polisi, pada Minggu 5 Maret 2023 lalu.
Menurut keterangan keluarga dan pihak sekolah, sekitar 24 santri diduga menjadi korban pencabulan oknum guru pesantren tersebut.
“Iya, dilaporkan atas perbuatan cabul, ada yang dipegang-pegang kemaluannya, ada yang ciuman, ada yang oral seks. Ada dua orang pelaku,” ungkap AKP Hitler Hutagalung kepada wartawan, pada Senin 6 Maret 2023.
Hitler menyebut, kedua pelaku itu berinisial S (30) dan MS (26). Keduanya merupakan guru di pesantren tersebut.
Atas perbuatan itu, S dan MS resmi ditetapkan sebagai tersangka.
“Sudah kita tetapkan sebagai tersangka, ini kan banyak korban,” ujarnya.
Hitler mengatakan pencabulan itu dilakukan para pelaku sejak 2022 lalu. Adapun para korban saat ini masih berusia 14-16 tahun.
“Dari rentan waktu 2022-2023,” ucapnya.
10 Kekerasan Seksual Terjadi di Sekolah pada 2023, 86 Anak Jadi Korban
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada 10 kekerasan seksual terhadap anak di sekolah sepanjang awal Januari sampai 18 Februari 2023.
Dari kejadian itu membuat 86 anak jadi korban kekerasan seksual, baik laki-laki maupun perempuan.
Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menyebut, 50 persen kasus kekerasan seksual terjadi di jenjang SD/MI, 10 persen di jenjang SMP, dan 40 persen di Pondok Pesantren.
Dari 10 kasus tersebut, 60 persen satuan pendidikan tersebut di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) dan sisanya 40 persen di bawah Kemendikbud Ristek.
“Pelaku kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan ada 10 orang, semuanya laki-laki,” ucap dia dalam keterangannya, Senin 20 Februari 2023.
Status pelaku, kata dia, kebanyakan datang dari Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) dan guru, yakni sebanyak 40 persen.
Kepala Sekolah dan penjaga sekolah mempunyai porsi 10 persen.
Dari total 86 anak-anak yang jadi korban, sebanyak 37,20 persen adalah laki-laki. Sedangkan korban anak perempuan mencapai 62,80 persen.
Dia mengaku, FSGI mencatat kasus kekerasan seksual terhadap anak berbasis daring pada tahun 2023 ada satu kasus.
Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebut, kekerasan seksual berbasis daring terjadi di awal tahun 2023 ini menyasar pada anak-anak usia SD dengan jumlah korbannya 36 anak.
“Dan 22 anak dari 36 tersebut merupakan teman satu sekolah yang sama, laki-laki maupun perempuan,” ujarnya.
Heru menambahkan, korban rata-rata berusia 12 tahun dan dikenal pelaku melalui akun Facebook.
“Modus pelaku mengirimkan konten pornografi melalui grup WhatsApp anak anak korban dan video call pribadi dengan meminta anak korban melepas pakaiannya,” sambung dia. Adapun wilayah kejadian berada di lima provinsi dan 10 kabupaten/kota, yakni:
Provinsi Lampung (Kabupaten Mesuji, Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Utara dan Lampung Barat). Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Batang dan Kota Semarang). Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta (Kabupaten Gunung Kidul). Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Jember). Provinsi DKI Jakarta (Kota Jakarta Timur).
“Data tersebut menunjukkan 50 persen kasus di satuan pendidikan terjadi di provinsi Lampung, hal ini tentunya memerlukan pendalaman lebih jauh terkait faktor sebab akibatnya dan upaya menanggulanginya,” tukas dia.
Dari berbagai sumber/matahukum