30.4 C
Jakarta
23/01/2025
Mata Hukum
Home » Seorang Jurnalis Gugat UU ke MK karena Takut Kecelakaan Gegara Jalan Rusak
Perdata

Seorang Jurnalis Gugat UU ke MK karena Takut Kecelakaan Gegara Jalan Rusak

Sejumlah kendaraan tengah melintasi jalan rusak di kawasan Tapos Bogor

“Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00”

Mata-Hukum, Jakarta – Seorang jurnalis media online, Irfan Kamil seorang diri menggugat undang undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan menunjuk kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa, Irfan Kamil merasa khawatir dan takut akan menjadi korban jalan rusak.

“Pada prinsipnya, Pemohon adalah berprofesi sebagai wartawan yang dibuktikan dengan kartu wartawan, sebagaimana alat bukti yang dilampirkan, dan dalam kesehariannya,” kata Viktor Santoso Tandiasa yang dilansir dalam risalah sidang MK, Rabu 19 Oktober 2022.

Pertanggungjawaban dalam kasus itu diatur dalam Pasal 273 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (istimewa)

Bunyi lengkap Pasal 273 adalah:

(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).

(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Namun norma itu tidak jelas siapa yang harus bertanggungjawab sehingga pasal di atas tidak bisa ditegakkan.

“Pemohon sering mengejar deadline membuat berita yang diberikan oleh pimpinan redaksi kantor berita tempat Pemohon bekerja, dan itu kemudian mengalami seringkali mengalami persoalan dengan adanya kerusakan di jalan. Namun, yang jadi persoalan kemudian dalam aturan tersebut tidak jelas siapa yang akan bertanggung jawab ketika terjadi kecelakaan. Artinya bahwa secara potensial itu kerugian tersebut dapat dialami oleh Pemohon,” beber Viktor Santoso Tandiasa yang mendampingi Irfan Kamil secara probono.

Atas gugatan itu, hakim konstitusi Suhartoyo meminta Viktor Santoso Tandiasa mempertajam argumen Irfan Kamil. Suhartoyo meminta gambaran pasti rute yang dilalui Irfan Kamil agar potensi kecelakaan itu semakin meyakinkan MK.

“Ini Kamil memang secara faktual sering lewat mana, jalan mana, kemudian pernah melaporkan, tidak pernah ditanggapi oleh apa pihak yang berwenang dalam hal pengelolaan jalan itu. Nah, itu kan ada rangkaian yang harus dijelaskan juga dalam memperkuat legal standing,” kata hakim konstitiusi Suhartoyo.

Sedangkan hakim konstitusi Saldi Isra meminta pemohon mempertajam alasan mengapa kepaa daerah harus bertanggungjawab.

“Dan yang terakhir itu adalah soal membuat klasifikasi yang penyelenggara itu, itu ada penyelenggara tingkat nasional itu menteri, kalau provinsi itu gubernur, kalau kabupaten/kota itu bupati atau wali kota. Tolong ini dicari betul ketentuan perundang-undangan, siapa sih sebetulnya yang punya otoritas kalau kita mau melevelkan? Penyelenggara di tingkat pusat itu kan presiden harusnya kan, gitu, kan?” kata Saldi Isra.

Hakim MK Saldi Isra. (istimewa)

“Coba dipelajari lagi, tepat enggak mengklasifikasi? Nanti jangan-jangan nanti Mahkamah keliru itu, kalau menuruti apa yang dikehendaki oleh Pak Viktor, memberikan itu kepada pejabat atau penyelenggara negara, nah itu,” pungkas Saldi Isra.

Berita Terkait

Hakim Tunjuk Mediator soal Gugatan Rp 15 Miliar Deolipa ke Bharada E         

Farid Bima

Koperasi TKBM Dumai Kembali Ingatkan PT MSU

jotz

Presiden Jokowi Digugat Terkait Keputusan Pengangkatan Hakim MK Guntur Hamzah

Farid Bima

Leave a Comment