Totalitarianisme Teknokratis: Kejahatan Abad Ini
SAYA memiliki intuisi bahwa totalitarianisme adalah gejala paling penting dan sentral dari budaya Barat kita saat ini. Dan hal ini justru muncul dari tradisi Zaman Pencerahan dan keyakinan bahwa sains memegang semua jawaban untuk meningkatkan kehidupan manusia. Saya tidak benar-benar memahami apa hubungan antara tradisi Pencerahan dan negara totaliter. Namun pada 2017 lalu saya telah memiliki intuisi bahwa masyarakat siap menghadapi totalitarianisme jenis baru.
Ini adalah totalitarianisme teknokratis yang diperingatkan Hannah Arendt kepada kita. Yang akan dunia hadapi ke depan bukan fasis atau komunis, tetapi totalitarianisme teknokratis dan transhumanis. Saya terpesona oleh pertanyaan pada tingkat psikologis. Apa yang menjelaskan jenis masyarakat dan negara baru yang muncul di abad ini?
Kita hidup dalam masyarakat yang dibanjiri indoktrinasi dan propaganda 24 jam sehari. Riset saya dalam “The Psychology of Totalitarianism” melihat alasan mengapa orang mendambakan kendali di luar diri mereka sendiri dan mencari ‘master‘ (pemimpin) baru. Kini orang seolah-olah muak dengan kebebasan mereka sendiri dan ingin orang lain atau pihak lain memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan.
Selama lebih dari 200 tahun, manusia modern mendapati diri mereka semakin bebas dari dogma agama, yang memprakarsai rasa kebebasan baru. Manusia merindukan dan mencintai kebebasan; namun di sisi lain, secara paradoksal, kebebasan itu menjadi beban karena membawa tanggung jawab. Anda perlu menginvestasikan banyak energi dalam kebebasan untuk memikirkan dan menerima konsekuensi dari pilihan Anda, mengambil risiko pada tingkat psikologis dan material.
Jika orang telah dipaksa untuk bebas dan membuat pilihan mereka sendiri, setelah beberapa saat mereka akan mulai merindukan seorang tuan. Kelihatannya aneh, namun kebanyakan orang memilih untuk tidak bebas.
Tuhan adalah istilah (atau faktor) yang menarik. Jika seseorang bertanya kepada saya, apakah menurut Anda ada yang namanya Tuhan, saya menjawab bahwa itu tergantung pada apa yang Anda maksud ketika Anda menggunakan kata itu. Saya tidak tahu apakah saya percaya pada apa yang Anda pikirkan tentang Tuhan.
Tradisi Pencerahan menyatakan tahta Tuhan kosong. Namun tidak kosong untuk waktu yang lama. Segera setelah itu, Tuhan tampak salah, manusia berusaha untuk menaikkan status mereka sendiri menjadi dewa.
Kita harus cukup rendah hati sebagai manusia dan menyadari bahwa pengetahuan sejati selalu berada di luar diri kita. Kita tidak pernah dapat memahami pengetahuan sejati dengan menggunakan kategori pemikiran dalam pikiran rasional kita sendiri. Kita dapat berresonansi dengan pengetahuan abadi yang mengelilingi kita; kita dapat berpartisipasi di dalamnya, namun kita tidak pernah dapat menahannya. Kita tidak dimaksudkan untuk menjadi Tuhan.
Kita harus bertanya pada diri kita sendiri apakah kita menyadari batas-batas pikiran rasional kita sendiri? Dalam menjawab pertanyaan kunci ini, saya setuju dengan banyak orang lain, yang berpendapat bahwa kedewasaan sebagai manusia berarti Anda pada dasarnya sadar dan menerima serta dapat mentoleransi bahwa tidak ada kepastian dalam hidup.
Kejahatan adalah yang menghancurkan umat manusia. Semakin jelas bahwa akar penyebab kejahatan adalah obsesi, dan seringkali fanatik, kepercayaan buta pada potensi akal manusia yang rasional. Ketika seorang manusia mulai percaya bahwa ia dapat memahami esensi kehidupan dalam kategori-kategori pemahaman logisnya sendiri. Namun pada saat pandangan rasional ini dipaksakan pada dunia, ia menghancurkan seluruh umat manusia dan seluruh kehidupan.
Saya percaya akar penyebab kejahatan adalah keangkuhan itu. Ini adalah keyakinan bahwa melalui dominasi manusia, kita dapat memegang kendali dan memanipulasi kehidupan di dalam dan di luar diri kita.
Setiap kali Anda berinteraksi dengan orang lain yang percaya bahwa mereka tahu persis siapa Anda, bahwa mereka sepenuhnya memahami kita, dan percaya bahwa mereka dapat memutuskan apa yang pada akhirnya baik untuk kita —mereka menghancurkan ruang di mana Anda dapat eksis sebagai manusia bebas. Jika ini diterima, kita menjadi tidak mampu membuat pilihan kita sendiri.
Seorang manusia membutuhkan otonomi pribadi dan ruang di mana mereka dapat membuat keputusan yang sebenarnya. Mereka yang membatasi atau menghancurkan ruang itu pada dasarnya sedang merendahkan kita. Inilah totalitarianisme yang nyata.
Totalitarianisme adalah ketika seorang pemimpin percaya bahwa dia harus memaksakan pengetahuannya, teorinya dan ideologinya kepada rakyatnya, negaranya atau dunia dengan cara yang tidak terbatas. Inilah alasan utama mengapa totalitarianisme selalu menghancurkan esensi kemanusiaan. Dan di situlah kejahatan dimulai.
Mattias Desmet
Departemen Psikoanalisis dan Konsultasi Klinis, Universitas Ghent, Belgia
*) disadur dari Robbin Monotti, Dr Mike Yeadon, Cory Mornigstar