10 Januari 2022 seorang warga negara Indonesia bernama Ubedilah Badrun melaporkan dugaan korupsi anak-anak Presiden Jokowi ke Komisi Pemberantasan Korupsi. 19 Agustus 2022 KPK menyimpulkan laporan Dosen Universitas Negeri Jakarta itu sumir, alias tidak jelas. KPK butuh waktu tujuh bulan untuk meneliti dan kemudian menetapkan laporan Ubed tidak memenuhi unsur-unsur yang berpotensi melanggar UU Korupsi.
Laporan ini untuk sementara berhenti, tidak diproses lanjut KPK. Masuk kotak bersama ribuan laporan masyarakat lain. Lain waktu jika ada bukti baru dan kuat, dan terutama terobosan sikap penegak keadilan kita, ceritanya bisa lain.
Ubedilah melaporkan relasi bisnis dua anak Jokowi (Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka) dengan Grup Sinarmas yang berpotensi memunculkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta pencucian uang. Kongsi bisnis dapat dijadikan sebagai tindakan kolusi dalam bentuk trading in influence (dagang pengaruh) jika dapat dibuktikan bahwa hal tersebut mempengaruhi kebijakan yang menguntungkan masing-masing pihak dan merugikan kepentingan publik.
Pat gulipat kolusi dan korupsi dagang pengaruh yang dilaporkan Ubed berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura ke perusahaan rintisan anak Presiden Jokowi. Ubedilah mengaitkan aliran modal itu ada hubungannya dengan perkara pembakaran hutan yang terjadi di anak usaha Grup Sinarmas.
September 2015, PT Bumi Mekar Hijau, anak usaha Grup Sinarmas, menjadi tersangka pembakaran hutan dan dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rp7,9 triliun. Bumi Mekar Hijau dianggap tak mencegah kebakaran areal hutannya yang menjadi kewajibannya sebagai pemegang konsesi. Pemerintah menggugat kasus ini dalam perkara pidana dan perdata.
Dalam perkara perdata, Hakim Pengadilan Negeri Palembang membebaskan Bumi Mekar Hijau dari tuntutan membayar ganti rugi (perdata) sebesar Rp7,6 triliun. KLHK tak terima dan banding. Di tingkat banding dan kasasi Bumi Mekar Hijau dinyatakan bersalah, tapi diputuskan Mahkamah Agung hanya membayar Rp78,5 miliar, nilainya cuma satu persen dari tuntutan yang diajukan KLHK.
Keputusan MA keluar pada 15 Februari 2019. Sebulan sebelum putusan itu, pada 7 Januari 2019, dua putra Presiden Jokowi; Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming, mendirikan perusahaan bersama Anthony Pradiptya, anak Gandi Sulistiyanto, boss Grup Sinarmas waktu itu.
Perusahaan ini bernama PT Wadah Masa Depan dengan komposisi saham: Kaesang Pangarep [25%], Gibran Rakabuming [25%] dan PT Sinergi Optima Solusindo [50%]. Anthony Pradiptya memiliki Sinergi Optima Solusindo melalui Gan Capital. Di PT Wadah Masa Depan, Anthony menjabat direktur utama, Kaesang sebagai direktur. Sementara Gibran menjadi komisaris utama dan Wesley Harjono komisaris. Wesley adalah menantu Gandi Sulistiyanto.
Menurut kacamata awam, sangat tidak wajar sebuah perusahaan baru begitu saja mendapat suntikan modal yang cukup besar Rp 92 miliar. Ubed bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan penyertaan modal? Apalagi angkanya cukup fantastis. “Dari mana kalau bukan karena anak Presiden?”
Atas kejadian ini Ubedilah melaporkan beberapa poin dugaan pelanggaran hukum Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming serta Grup Sinarmas kepada KPK. Ia melihat sampai saat ini penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi pembakaran hutan oleh Grup Sinarmas sangat lemah. Dendanya hanya 1% dari gugatan KLHK. Kedua, berbarengan dengan kasus pembakaran hutan oleh korporasi grup Sinarmas, anak petinggi Sinarmas aktif menjalin kerjasama secara terbuka dengan anak-anak Presiden.
Bukan hanya itu. Pada 18 September 2019 PT Bumi Hijau Lestari, grup Sinarmas yang lain, ditetapkan menjadi tersangka pembakaran hutan di Sumatera Selatan. Berdasarkan akta pendirian perusahaan, pengurus awal PT Bumi Hijau Lestari adalah Wibowo Broto Rahardjo (Komisaris) dan Margaretha Widjaja (Direktur). Pemilik saham PT Bumi Hijau Lestari adalah PT Anugerah Bukit Hijau (50%) dan PT Anugerah Hijau Lestari (50%). Kedua perusahaan itu tercatat sebagai anak usaha Grup Sinarmas.
Wibowo Broto Rahardjo tercatat sebagai direktur perusahaan Grup Sinarmas lainnya, yaitu PT DSS. PT DSS sendiri adalah anak perusahaan PT Sinarmas Tunggal. Sedangkan Margaretha Widjaja tercatat juga sebagai direktur eksekutif di PT Sinarmas Land Tbk. Jadi dapat disimpulkan bahwa PT Bumi Hijau Lestari adalah juga bagian dari Grup Sinar Mas.
Meskipun sudah dalam tahap penyidikan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, kasus kebakaran hutan yang melibatkan PT Bumi Hijau Lestari ini tidak jelas kelanjutan proses hukumnya sampai saat ini.
Kongsi bisnis antara anak presiden dengan anak petinggi Sinarmas itu diduga membuat penegak hukum menjadi ragu untuk meningkatkan proses hukum kejahatan pembakaran hutan dari grup Sinarmas.
Pada 17 November 2021 Gandi Sulistiyanto ditunjuk Presiden menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh RI untuk Korea Selatan.
Rentetan fakta ini sebenarnya sudah gamblang bagi munculnya anggapan umum (common sense) untuk dugaan adanya dagang pengaruh.
Trading in Influence
Modus operandi korupsi terus berkembang tiap hari. Perkembangan modus-modus baru tersebut tidak berbanding lurus dengan perkembangan subtansi hukum yang selalu masih tertinggal selangkah untuk mengejar dan menjerat para pelaku.
Istilah korupsi Trading in influence belum familiar bagi semua orang. Bahkan cenderung tidak pernah terdengar. Padahal negara kita sudah meratifikasi sebuah undang-undang tentang itu yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).
Terjemahan harafiah dari “trading” adalah perdagangan, sedang “influence” adalah pengaruh. Jika diterjemahkan “trading in influence” artinya memperdagangkan pengaruh.
Pasal 18 UU Nomor 7 Tahun 2006 mengartikan “trading in influence” sebagai pemanfaatan jahat. Pasal tersebut memberikan penjelasan sebagai berikut:
(a) Janji, tawaran atau pemberian manfaat yang tidak semestinya kepada pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, agar pejabat publik atau orang itu menyalahgunakan pengaruhnya yang ada atau yang dianggap ada dengan maksud memperoleh manfaat yang tidak semestinya dari lembaga pemerintah atau lembaga publik Negara/Pihak untuk kepentingan penghasut asli perbuatan itu atau untuk orang lain;
(b) Permintaan atau penerimaan manfaat yang tidak semestinya oleh pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, untuk dirinya atau untuk orang lain agar pejabat publik atau orang itu menyalahgunakan pengaruhnya yang ada atau yang dianggap ada dengan maksud memperoleh manfaat yang tidak semestinya dari lembaga pemerintah atau lembaga publik Negara/Pihak.
Terdapat bebebapa kasus korupsi di Indonesia yang menurut akademisi dan praktisi hukum disebut sebagai bentuk perdagangan pengaruh (trading in influence, traffic of influence, influence peddling, undue influence atau influence market). Antara lain pada kasus Impor Sapi Luthfi Hasan Ishaaq, kasus PLTU Riau 1 Idrus Marham, kasus impor daging Irman Gusman, kasus dagang jabatan di Kementerian Agama Romahurmuzy dan kasus Patrice Rio Capella. Namun dugaan kolusi anak Presiden Jokowi dengan Grup Sinarmas tidak dikategorikan KPK sebagai tindakan trading in influence.
Sebenarnya konsekuensi dari ratifikasi tersebut mewajibkan Indonesia untuk mengakomodir klausul-klausul yang ada di dalam UNCAC sehingga dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum nasional di Indonesia. Ratifikasi menjadi acuan dalam menentukan kualifikasi kejahatan serta penanganan kasus korupsi. Namun sampai dengan saat ini, UU Tindak Pidana Korupsi belum memasukkan trading in influence sebagai salah satu tindak pidana korupsi. Belum ada niat serius pembuat UU (pemerintah dan DPR) untuk membumikan pasal-pasal dagang pengaruh dalam UU.
Dalam birokrasi, kita lihat beberapa contoh seperti apa trading in influence. Di antaranya adalah “katebelece” di mana seorang pejabat publik memberikan sebuah memo baik tertulis maupun secara lisan untuk mendapatkan kemudahan tertentu ataupun untuk membantu kolega-koleganya. Seperti penggunaan fasilitas negara. Masih banyak pejabat publik yang memberikan fasilitas-fasilitas negara kepada kolega-koleganya. Tindakan ini sebenarnya dapat dijadikan indikasi awal dari sebuah kejahatan yang bernama korupsi.
Menghapuskan KKN tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan perhatian khusus untuk penyelesaiannya. Ibarat pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati”. Untuk melakukan pencegahan, dibutuhkan penelusuran asal muasal terjadinya KKN. Praktik-praktik KKN kerap diawali dengan adanya memperdagangkan pengaruh (trading in influence). Ada penjual, pembeli, bahkan tidak jarang yang menghadirkan perantara dalam proses terjadinya trading in influence. Pelaku trading in influence berasal dari berbagai latar belakang profesi. Yang paling punya potensi untuk tindak dagang pengaruh ini adalah para penyelenggara negara, aparatur negara, pengusaha dan para makelar.
Lantas mengapa praktik trading in influence masih berkembang di Indonesia?
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi yaitu: substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.
Substansi hukum dalam pengaturan terhadap trading in influence di Indonesia masih lemah. Belum ada pengaturan secara eksplisit dalam UU dan aturan terkait tentang tindak pidana trading in influence.
Budaya hukum kesadaran publik terhadap pemahaman trading in influence masih rendah.
Struktur hukum kita masih lemah, terlihat betapa minimnya mekanisme pengawasan trading in influence. Diperparah lagi sejak revisi UU KPK berlaku, praktis semua lembaga penyidik saat ini ada di bawah kekuasaan Presiden.
Inilah yang menyebabkan trading in influence sampai hari ini terus berkembang dan sangat susah untuk dihilangkan. Apalagi jika menyangkut Presiden dan afiliasinya.
jotz