Ulah Jaksa “Benalu” dan “Pengkhianat”
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut jaksa-jaksa model begitu mencoreng citra kejaksaan dan menodai prinsip sebagai penjaga keadilan. Sepanjang tahun 2021 Kejagung telah menindak 209 jaksa dan pegawai di seluruh Indonesia. “Bagi saya angka ini sangat besar,” kata Burhanuddin dalam keterangan tertulis akhir tahun lalu. Belum ada data jaksa ‘benalu’ dan ‘pengkhianat’ untuk tahun 2022 ini.
Jakarta, Mata-Hukum — Sinyalemen Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD soal masih banyaknya mafia hukum bukan isapan jempol. Pekan lalu tiga jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah disomasi seorang pengusaha (Agus Hartono) karena ia merasa diperas sebesar Rp 10 miliar oleh jaksa penyidik.
Dalam somasinya Agus menyampaikan kronologi peristiwa sebagai berikut.
Juli 2022 lalu Agus diperiksa di Kejati Jawa Tengah. Ia menjadi saksi dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit di Bank Mandiri, BRI Agroniaga dan Bank BJB Cabang Semarang kepada perusahaannya, PT Citra Guna Perkasa. Kasus tersebut sudah berlangsung sejak 2016.
Ketika pemeriksaan selesai ia didatangi jaksa bernama Putri Ayu Wulandari. Keduanya bertemu empat mata, karena Agus Hartono tidak lagi didampingi penasihat hukumnya.
Saat itu penyidik menyatakan bahwa Agus Hartono dipastikan bersalah dengan pasal sebagai orang yang turut serta melakukan korupsi. Lalu si penyidik mengaku bisa membantu menghapus 2 surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atas perkara yang dituduhkan kepada Agus Hartono. Setiap SPDP dihargai senilai Rp 5 miliar.
“Dia (penyidik) mengatakan ‘atas perintah Pak Kajati, bisa kami bantu’. Satu SPDP mintanya Rp5 miliar, karena ini ada dua SPDP jadinya Rp10 miliar,” ungkap Agus Hartono dalam pernyataan terbuka pada Jumat malam 25 November 2022 di Semarang.
Agus tidak memenuhi permintaan uang tersebut karena ia yakin bisa lepas dari jerat hukum.
Namun tak lama berselang, Agus Hartono ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jateng. Ia menganggap penetapan tersangka itu karena tidak mau memenuhi permintaan penyidik.
Pengacara Agus, Kamaruddin Simanjuntak, menilai penetapan kliennya menjadi tersangka merupakan kriminalisasi. “Ini upaya-upaya mengkriminalisasi perbuatan perdata menjadi perbuatan dugaan tindak pidana.”
Karena itu ia mengirimkan surat somasi atau teguran hukum oknum jaksa tersebut. Ia meminta Jaksa Agung untuk menonaktifkan dan memeriksa jaksa yang diduga terlibat percobaan pemerasan.
“Saya meminta kepada Jaksa Agung untuk menonaktifkan ketiga oknum jaksa yakni koordinator Pidsus Kejati Jawa Tengah, Putri Ayu Wulandari, mantan Kajati Jawa Tengah yang sekarang menjabat sekretaris Jampidsus, Andi Herman, dan Kasi Penyidikan Pidsus Kejati Jawa Tengah, Leo Jimmi Agustinus. Dan melakukan pemeriksaan serta audit investigasi atas percobaan pemerasan terhadap klien saya, Agus Hartono,” desak Kamaruddin Simanjuntak.
Penonaktifan 3 jaksa itu demi mempermudah proses pemeriksaan. Seperti dalam kasus Ferdy Sambo.
Asisten Intelijen Kejati Jateng Bambang Marsana mengaku sudah mengetahui dugaan pemerasan tersebut. Ia tengah melakukan pemeriksaan secara internal. Oknum yang bersangkutan bakal diklarifikasi. “Pimpinan memerintahkan kami untuk melakukan pemeriksaan secara profesional, transparan dan akuntabel. Serta akan memberikan tindakan tegas bila terbukti oknum jaksa dimaksud melakukan perbuatan tercela dalam penanganan perkara,” jelas Bambang.
Sebaliknya Bambang menyatakan jika tuduhan terhadap oknum jaksa tidak terbukti maka Kejati Jateng akan mengambil tindakan tegas terhadap Agus Hartono yang dinilainya hanya berusaha untuk menghindari jeratan hukum.
Mencuatnya berita pemerasan jaksa ini membuat Kejaksaan Agung buka suara.
“Kami telah melakukan pemeriksaan secara internal untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan berbagai pemberitaan di media dengan melakukan klarifikasi terhadap oknum jaksa dimaksud, termasuk juga akan melakukan pemeriksaan atau klarifikasi terhadap pelapor,” ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Minggu 27 November 2022.
Dalam proses ini kejaksaan tetap menerapkan prinsip praduga tak bersalah. Jika terbukti, Kejagung akan melakukan tindakan tegas terhadap oknum jaksa yang dimaksud.
Ulah Tercela Jaksa
Upaya Kejaksaan menjaga kebersihan institusi ini memang jadi pekerjaan rumah berat.
Tiga pekan lalu LBH Bandar Lampung melaporkan oknum jaksa berinisial AM yang berdinas di Kejati Sumsel dijadikan tersangka oleh Polda Sumatera Selatan karena terlibat dalam mafia tanah di Desa Malangsari, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan. Oknum ini diduga ikut memainkan perkara tanah yang menyerobot 10 hektare lahan warga.
Masih di Lampung. Awal November lalu seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung ketahuan menilep dana tunjangan kinerja pegawai TA 2021-2022 sebesar Rp 1,8 miliar. Pelakunya jaksa yang bertugas di bagian keuangan. Jeruk makan jeruk.
Modus operasi dilakukan bendahara berinisial I bersama dengan B selaku kepala urusan kepegawaian keuangan dan PNBP Kejari Bandar Lampung dan S selaku operator simak Bmn Kejari Bandar Lampung, yang diperbantukan sebagai pembuat daftar gaji.
Mereka diduga melakukan mark up, sehingga terjadi penggelembungan besaran tunjangan kinerja beberapa pegawai. Setelah uang masuk ke rekening pegawai, uang langsung didebet otomatis pada hari yang sama berdasarkan surat permintaan penarikan, pengembalian kepada pihak bank yang dibuat oleh kaur keuangan dengan mengatasnamakan kepala kejaksaan negeri Bandar Lampung.
Di Palu, Sulawesi Tengah, oknum jaksa bernama Arifuddin menekan seorang terdakwa kasus narkotika (atas nama Risaldhy) dan mengancam akan menuntut seumur hidup jika tidak menyerahkan uang sebesar Rp 700 juta.
Terdakwa Risaldhy mendapat informasi dari Arifuddin jika dirinya akan dituntut seumur hidup. Namun jika dia menyerahan uang Rp700 juta maka tuntutan itu akan diringankan menjadi 8 tahun penjara, dan terdakwa pun bakal divonis 6 tahun penjara. Risaldy kemudian menyerahkan uang senilai Rp700 juta kepada Jaksa Arifuddin.
Namun ternyata saat vonis, Risaldhy malah mendapat hukuman 15 tahun penjara.
Uang itu disebut-sebut sudah disetor ke sejumlah pejabat di Kejaksaan Tinggi Sulteng. Kasus ini ditangani Polda Sulteng. Jaksa Arifuddin tidak pernah datang dalam pemeriksaan polisi. Kejati Sulteng menerangkan Jaksa Arifuddin tidak pernah masuk kantor sejak kasusnya mencuat.
Jaksa Benalu
Oktober 2022 lalu, Jaksa Agung Muda Intelijen Amir Yanto mengaku masih banyak menerima laporan tentang ulah nakal jaksa di tanah air. Tapi ia tidak menyebut berapa jumlah laporan yang masuk ke mejanya. Laporan yang ia terima didominasi oknum pegawai dan jaksa yang bermain proyek, makelar kasus dan terlibat dalam politik praktis di sejumlah Kejati maupun Kejari.
Amir Yanto menegaskan, mereka yang masih berperilaku negatif, hedon, tidak profesional dan terlibat dalam partai politik, praktik KKN dan main proyek akan ditertibkan Satuan Tugas 53 Kejaksaan Agung.
Amir Yanto mengingatkan agar semua jajaran Adhyaksa menjalankan imbauan Jaksa Agung agar menjaga pola hidup sederhana, tidak menampilkan sikap hedonisme di depan publik dalam kondisi krisis ekonomi global yang berkepanjangan ini dan “tunjukkan sikap empati dan prihatin sehingga kita bisa mengambil hati masyarakat.”
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut jaksa-jaksa model begitu dengan sebutan “benalu” dan “pengkhianat”. Pasalnya ulah kotor mereka sangat mencoreng citra kejaksaan dan menodai prinsip sebagai penjaga keadilan.
Sepanjang tahun 2021 Kejagung telah menindak 209 jaksa dan pegawai di seluruh Indonesia. Mereka telah diberi sanksi disiplin, baik jenis ringan, sedang, hingga berat.
“Bagi saya angka ini sangat besar,” kata Burhanuddin dalam keterangan tertulis, Kamis 31 Desember 2021 lalu.
Belum ada data jaksa ‘benalu’ dan ‘pengkhianat’ untuk tahun 2022 ini.
jt-today/dt/kmp/jotz