“Pengamat politik asal Universitas Nasional, Selamat Ginting: Kali ini, konflik kepentingan politik antara Megawati dengan Jokowi tak bisa diselesaikan dengan konsesus politik”
Mata-Hukum, Jakarta – Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi mendaftar sebagai capres dan cawapres ke KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 25 Oktober 2023. Dengan demikian isu dua poros dan Penjegalan Anies Baswedan di Pilpres 2024 pupus.
Sebelum mendaftar, pasangan Prabowo-Gibran dan rombongan berkumpul di Indonesia Arena, Senayan. Mereka kemudian diarak menuju Taman Suropati lalu menuju KPU menggunakan mobil jenis jip Maung Pindad.
Para Ketum dari Koalisi Indonesia Maju yakni Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Demokrat AHY, Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra, Ketum Garuda Ahmad Ridha Sabana, Ketum PSI Kaesang Pangarep dan Ketum Prima Agus Jabo ikut mendampingi di belakang.
Prabowo resmi mendaftar sekitar pukul 11.50 WIB. Pasangan ini kompak menggunakan kemeja biru dengan pin merah putih di bagian dada kiri.
Prabowo Gibran merupakan pasangan terakhir yang mendaftar ke KPU. Sebelumnya sudah ada dua paslon mendaftar yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dua paslon sebelum Prabowo-Gibran ini mendaftar pada 19 Oktober atau di hari pertama pendaftaran.
Airlangga mewakili pasangan ini ketika mendaftar ke KPU. Airlangga menjelaskan alasan mengapa Koalisi Indonesia Maju mengusung Prabowo-Gibran.
“Kami yakni Prabowo-Gibran adalah pasangan yang tepat untuk melanjutkan kepemimpinan bangsa dan membawa kemajuan bagi Indonesia,” kata Airlangga.
Airlangga menuturkan, Prabowo-Gibran merupakan perpaduan yang saling melengkapi. Sebab berpengalaman, partiotik dipadukan dengan pemimpin muda.
“Kami sadari Indonesia ke depan penuh tantangan, dengan dukungan politik dari seluruh rakyat dan koalisi besar untuk mendorong kolaborasi, kekuatan politik melanjutkan pembangunan,” kata Airlangga.
Isu Dua Poros pada Pemilu Presiden 2024 Pupus, Malah Timbul Keretakan Hubungan antara Megawati dan Jokowi
Pengamat politik asal Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, memberikan komentar atas pupusnya wacana dua poros di Pemilihan Presiden (Pilpres 2024).
Isu duet antara Prabowo Subianto dengan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 tampaknya tak bakal terlaksana.
Hal tersebut telah ditegaskan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDIP di Kemayoran Jakarta, pada Minggu 1 Oktober 2023 lalu.
Alhasil, sampai saat ini, masih ada tiga bakal calon presiden (bacapres) yang akan berkontestasi. Selain Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, ada nama Anies Baswedan.
“Megawati menolak mentah-mentah rencana politik pihak-pihak yang ingin menyatukan Prabowo dengan Ganjar dalam menghadapi kontestasi pilpres 2024 mendatang,” kata Selamat Ginting.
Ginting melanjutkan, menurutnya, keputusan tersebut menunjukkan adanya konflik kepentingan antara Megawati Soekarno Putri dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kali ini, konflik kepentingan politik antara Megawati dengan Jokowi tak bisa diselesaikan dengan konsesus politik, terang Ginting.
“Megawati adalah queen maker (penentu keputusan) politik bagi koalisi pendukung Ganjar. Sedangkan Jokowi menjadi king maker politik bagi koalisi pendukung Prabowo,” sambungnya.
“Jadi jelas ada konflik politik yang tidak bisa ditutupi dari kedua elite politik itu,” papar Ginting.
Ia kemudian menjelaskan bahwa Megawati sebenarnya memiliki utang politik kepada Prabowo Subianto.
Utang tersebut termanifestasi melalui Perjanjian Batutulis pada Mei 2009 silam.
“Di mana isi poinnya antara lain PDIP akan mendukung Prabowo dalam pilpres tapi nyatanya, utang politik itu tidak direalisasikan pada pilpres 2014 dan 2019,” kata Ginting.
“Tapi dengan keputusan Rakernas PDIP yang berakhir kemarin, maka pupus sudah Prabowo mendapatkan dukungan dari PDIP,” lanjutnya.
Ginting lantas berujar, Jokowi bisa menjadi presiden karena mendapatkan tiket dari PDIP.
Namun belum tentu ayah dari Kaesang Pangarep itu akan berpihak kepada PDIP dalam Pilpres 2024 ini.
“Jokowi ini bukan kader murni PDIP, melainkan pengusaha yang menjadi aktor politik dan membutuhkan perahu politik,” tuturnya.
“Jokowi itu butuh perahu PDIP untuk berlayar menggapai posisi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI.”
“Ambisi politiknya sudah terwujud dan sekarang dia juga ingin menjadi king maker politik seperti Megawati,” kata Ginting.
Ia menyatakan bahwa PDIP merupakan marwah politik bagi keluarga Megawati yang membawa trah Sukarno.
Sebagai partai pemenang pemilu 2014 dan 2019, Megawati tidak sudi apabila kader partainya, dalam hal ini Ganjar, harus mengalah menjadi bacawapres.
Namun dalam perspektif Megawati, koalisi bisa saja terjadi jika Prabowo yang menjadi bacawapres dari Ganjar.
Di luar itu, Jokowi lebih merasa bisa mengendalikan Prabowo yang juga mendukung keluarga Jokowi berkiprah dalam politik dengan sokongan dari Partai Gerindra,” tuturnya.
“Sedangkan Ganjar, praktis dalam genggaman politik Megawati,” kata Ginting
Survei Indikator: Mayoritas Tak Percaya Isu Penjegalan Anies Capres
Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyatakan mayoritas publik tak percaya atas isu penjegalan terhadap Anies Baswedan sebagai bakal capres di Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkap hanya 19,9 persen responden dari survei itu yang percaya, sementara 46,7 persen tak percaya.
Jumlah responden dalam survei ini sebanyak 1.220 responden yang diwawancarai melalui tatap muka dan digelar pada 20-24 Juni 2023.
Pemilihan sampel dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan tingkat margin of error lebih kurang 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
“Kemudian, kita tanya isu penjegalan Anies sebagai capres, yang percaya terhadap isu ini itu 19,9 persen, 46,7 masyarakat enggak percaya,” kata Burhan dalam paparannya, pada Minggu 23 Juli 2023 lalu.
Burhan pun menyampaikan, dalam survei itu mereka turut menanyakan responden yang percaya, siapa pihak yang dianggap menjegal Anies.
Hasilnya, 10,1 persen menjawab lawan politik Anies, 8,5 persen PDIP, 3,2 persen pendukung Ganjar, 3,2 persen Prabowo Subianto.
Kemudian, Megawati Soekarnoputri sebesar 3,1 persen dan ada pula yang menjawab pemerintah dengan 2,8 persen.
Meski demikian, Burhan menekankan angka yang percaya atas isu penjegalan itu merupakan minoritas.
Selain responden yang percaya dan tidak percaya, 33,4 persen responden lainnya memilih untuk tidak tahu atau tak menjawab.
“33,4 persen enggak bisa jawab karena mungkin mereka enggak tahu ya,” ujarnya.