Yulce Wenda Istri Gubernur Papua Lukas Enembe Dicegah ke Luar Negeri
“Selain istri Gubernur Papua ada empat orang dicegah KPK yaitu; ibu rumah tangga, Lusi Kusuma Dewi, yang dicegah sejak 8 Desember 2022 hingga 8 Juni 2023. Kemudian, Presiden Direktur PT Rio De Gabriello/Round De Globe (RDG), Gibbrael Issak, serta swasta, Dommy Yamamoto dan Jimmy Yamamoto, dicegah sejak 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023”
Mata-Hukum, Jakarta – Istri Gubernur Papua Lukas Enembe, Yulce Wenda, dicegah bepergian ke luar negeri. Pencegahan itu berdasarkan permohonan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Yang bersangkutan aktif dalam daftar cegah dengan masa pencegahan 7 September 2022 sampai dengan 7 Maret 2023,” kata Sub Koordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Nur Saleh saat dikonfirmasi, Jumat, 13 Januari 2023.
Selain itu, ada empat orang lainnya yang dicegah ke luar negeri. Upaya itu dilakukan untuk memudahkan KPK dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe.
Keempat orang itu meliputi ibu rumah tangga, Lusi Kusuma Dewi, yang dicegah sejak 8 Desember 2022 hingga 8 Juni 2023. Kemudian, Presiden Direktur PT Rio De Gabriello/Round De Globe (RDG), Gibbrael Issak, serta swasta, Dommy Yamamoto dan Jimmy Yamamoto, dicegah sejak 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023.
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri mengatakan pencegahan dilakukan agar penyidik memperoleh keterangan yang utuh. Khususnya keterangan dari pihak-pihak yang diduga mengetahui kapasitas Lukas Enembe.
“Harapannya ketika dipanggil sebagai saksi, para saksi ini akan berada di dalam negeri. Sehingga, memperlancar proses pemeriksaan sebagai saksi di hadapan tim penyidik KPK gitu ya,” ucap Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya, yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Kedua, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Ketiga, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.