Mata Hukum, Jakarta – Di negeri plus 62, yang tanahnya subur dan lautnya luas, ada satu kekayaan yang jadi rebutan: minyak mentah. Minyak ini begitu berharga, bisa membuat kendaraan melaju, pabrik beroperasi, dan tentu saja, bisa membuat kantong pejabat gendut kalau dimainkan dengan cerdik.

Di sudut ibu kota, di sebuah kantor mewah yang dindingnya penuh peta minyak dunia, duduklah Pak Licin, seorang pejabat tinggi di sebuah perusahaan minyak pelat merah. Bersamanya, ada Pak Cerdik, mitranya yang terkenal bukan karena kepintaran, tapi karena kelihaian mengutak-atik angka di laporan keuangan.
“Kita impor minyak murah, terus kita blender jadi RON 92. Lalu kita jual harga premium! Cuan gila, bro!” bisik Pak Licin sambil terkekeh.

“Brilian, Pak! Rakyat mana ngerti soal BBM. Yang penting motornya bisa jalan!” timpal Pak Cerdik, yang lebih peduli pada saldo rekeningnya daripada nasib negara.
Tapi mereka lupa satu hal: di Indonesia ada Kejaksaan Agung.
Di sudut lain Jakarta, seorang Inspektur Jujur sedang duduk di ruangannya yang penuh dengan tumpukan berkas. Ia bukan pejabat yang suka kemewahan. Kopinya pahit, karena katanya, “hidup sudah cukup manis dengan kejujuran.”
Suatu hari, ada laporan masuk ke mejanya:
๐ “Kerugian negara Rp193,7 triliun akibat pengelolaan minyak yang janggal.”
๐ “Harga impor lebih tinggi dari harga pasaran, ada mark-up!”
๐ “Diduga ada permainan dalam blending BBM dan pengiriman fiktif!”
Inspektur Jujur mengernyitkan dahi.
“Wah, ini bukan sekadar minyak tumpah. Ini duit rakyat yang bocor!”
Maka mulailah penyelidikan dan penyidikan besar-besaran. Tim Kejaksaan Agung menggeledah kantor-kantor terkait, membongkar dokumen, dan melacak transaksi mencurigakan.
Tak butuh waktu lama, nama Pak Licin dan Pak Cerdik muncul dalam daftar tersangka.
Konferensi pers pun digelar. Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa korupsi ini terjadi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta KKKS antara 2018-2023. Modusnya?
๐ข๏ธ Mark-up harga impor minyak.
๐ข๏ธ Blending BBM secara ilegal.
๐ข๏ธ Penyalahgunaan subsidi dan kompensasi negara.
Saat wartawan bertanya, Pak Licin yang dulu ceria kini berkeringat dingin.
“Pak, kenapa sampai berani korupsi sebesar ini?”
Dengan suara lirih, Pak Licin menjawab, “Saya hanya menjalankan sistemโฆ”
Inspektur Jujur tersenyum tipis.
“Kalau sistemnya korup, tugas kami adalah memperbaikinya. Dan kalau Anda ikut bermain di dalamnya, tugas kami adalah menangkap Anda!”
Akhir cerita, Pak Licin dan Pak Cerdik pun dijemput Kejaksaan Agung, diborgol, dan dijebloskan ke penjara.
Pesan moral yang ingin saya sampaikan dalam cerita ini adalah :
โ
Blender itu buat buah, bukan buat BBM.
โ
Korupsi mungkin licin di awal, tapi ujungnya pasti terpeleset.
โ
Keadilan mungkin lambat, tapi akhirnya akan datang juga.
Dan untuk rakyat Indonesia, jangan biarkan para mafia minyak mempermainkan hak kalian!
Semangat Pagi, Salam Sehat & Sinergi. JANGAN PERNAH LELAH MENCINTAI INDONESIA YANG HEBAT INI. ๐๐ผ๐ฎ๐ฉ๐๐
DR. H. Adi Warman., S.H., M.H., MBA / Pakar Hukum – Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi.( GN-PK ) Pengamat Sosial, Politik dan Keamanan.


