“Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Agustina Arumsari: Kami mengumpulkan bukti-bukti sampai pada kesimpulan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 300,003 triliun,”

Mata Hukum, Jakarta – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap jumlah terbaru soal kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Jumlahnya bertambah mencapai Rp 300 triliun.
“Perkara timah ini hasil penghitungannya cukup lumayan fantastis, yang semula kita perkirakan Rp 271 T dan ini adalah mencapai sekitar 300 T,” kata ST Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung 29 Mei 2024.

Angka tersebut terungkap setelah Kejaksaan Agung mendapat hasil penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalam melaporkan hasil penghitungan ini, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh hadir langsung di Kejaksaan Agung.
Seperti diketahui, sejauh ini Kejagung sudah menjerat 21 tersangka dalam kasus korupsi timah.
Perkara ini sendiri memang paling menarik perhatian beberapa waktu terakhir. Tajuk lengkap perkaranya adalah dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Untuk diketahui bahwa pihak Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus tersebut.
Tersangka Perintangan Penyidikan:
- Toni Tamsil alias Akhi (TT)
Tersangka Pokok Perkara:

- Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung
- MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP
- Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP
- Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP
- Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP
- Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP
- Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
- Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN
- Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT
- Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
- Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011
- Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018
- Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah
- Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE
- Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT
- Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN
- Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie
- Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019
- Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019
- Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung
Rincian Kerugian Negara Rp 300 Triliun Akibat Kasus Korupsi Timah

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mengusut kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022. Kasus korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 Triliun.
Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Agustina Arumsari, merinci besaran kerugian negara tersebut. Pihaknya turut melibatkan sejumlah ahli dalam penghitungan itu.

“Kami mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti yang kemudian sampai pada kesimpulan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 300,003 triliun,” kata Agustina dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu.
Agustina tidak menyebut detail jumlah kerugian negara dalam perkara itu. Dia mengatakan hal itu akan jelaskan dalam persidangan nantinya.

Namun, dia merinci jumlah Rp 300 triliun yang disebutkan menjadi kerugian real dalam perkara itu. Jumlah itu, kata dia, meliputi harga sewa smelter hingga kerugian lingkungan yang ditimbulkan.
“Yang pertama adalah kemahalan harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp 2,285 triliun. Yang kedua adalah pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra tambang PT Timah sebesar Rp 26,649 triliun,” rinci Agustina.
“Kemudian yang ketiga adalah kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan yang dihitung oleh Prof Bambang ini sebesar Rp 271,069 triliun,” tambah dia.
Agustina menerangkan secara ringkas penyebab aktivitas ilegal itu menimbulkan kerugian negara. Sebab, terang dia, kerusakan yang ditimbulkan oleh tambang ilegal merupakan residu yang menurunkan nilai aset lingkungan secara keseluruhan.
“Penjelasan secara ringkasnya seperti itu, tentu saja detailnya nanti akan kami sampaikan di dalam proses persidangan berkolaborasi dengan para ahli yang tadi sudah saya sebutkan ada sekitar enam ahli,” ucap Agustina.
