04.11.2025
Mata Hukum
Home » TIM REFORMASI POLRI BENTUKAN PRESIDEN, KANDAS SEBELUM “BERLAYAR”.
NewsOpini

TIM REFORMASI POLRI BENTUKAN PRESIDEN, KANDAS SEBELUM “BERLAYAR”.

“Catatan Akhir Pekan Dr. H. Adi Warman, S.H., M.H., M.B.A.- Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN-PK)”

Mata Hukum, Jakarta – Beberapa minggu setelah gelombang unjuk rasa dan kerusuhan sosial pada akhir Agustus hingga awal September 2025, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan penting di hadapan sejumlah tokoh masyarakat.

Ia mengatakan bahwa pemerintah akan membentuk Tim Reformasi Polri, sebagai langkah memperbaiki akuntabilitas dan profesionalisme lembaga kepolisian yang saat itu banyak dikritik publik.

Pernyataan itu disambut hangat. Publik menilai, inilah momentum kembalinya semangat reformasi 1998 di tubuh Polri. Apalagi Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) pembentukan tim sedang disiapkan dan akan diumumkan dalam waktu paling lama tiga minggu.

Presiden Prabowo Subianto mengundang sejumlah tokoh lintas agama dan tokoh bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) ke Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis (11/9) sore. ANTARA/HO-Tim Media Presiden Prabowo Subianto

Namun waktu berlalu tanpa keputusan. Ketika Presiden melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri pada pertengahan September 2025, Kapolri justru mengambil langkah sendiri dengan membentuk “Tim Reformasi Polri versi internal”. Langkah itu diklaim sebagai bentuk tanggung jawab institusional, tetapi di mata publik, terkesan sebagai gerak cepat agar tidak didahului oleh Presiden.


Situasi ini memperlihatkan dinamika unik antara otoritas pembinaan Polri di tangan Presiden dan otonomi internal Polri di bawah Kapolri.

Sepulang dari lawatan luar negeri, Presiden tidak langsung menegaskan kelanjutan tim versi Istana. Sebaliknya, pada 17 September 2025, beliau menunjuk Ahmad Dofiri, mantan Wakapolri, sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Kamtibmas dan Reformasi Polri.

Penunjukan ini menandai pergeseran arah: bukan lagi reformasi melalui tim besar lintas unsur, melainkan penugasan khusus melalui jalur personal yang langsung berada di bawah Presiden.

Secara hukum, langkah Presiden sah. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Polri berada di bawah Presiden, dan Kapolri bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Namun, dua peristiwa yang hampir berdekatan — pembentukan tim oleh Kapolri dan penunjukan penasihat khusus oleh Presiden — memunculkan tafsir publik bahwa ada ketegangan halus soal siapa yang sesungguhnya memegang inisiatif reformasi Polri.

Keraguan publik makin menguat setelah pidato Presiden pada acara pemusnahan 214,84 ton barang bukti narkoba di Mabes Polri, 29 Oktober 2025. Dalam pidato itu, Presiden tidak lagi menyinggung rencana pembentukan Tim Reformasi Polri. Sebaliknya, ia memberikan pujian terbuka kepada Polri atas kinerja mereka:

Presiden Prabowo memberikan pidato pernyataan terkait demo rusuh dihadapan para ketua partai politik

“Saya bangga kepada Polri yang bekerja keras, berani, dan kompak menegakkan hukum demi keselamatan bangsa,” ujar Presiden. “Tugas kalian berat, tapi kalian sudah menunjukkan kesetiaan dan dedikasi yang luar biasa.”

Nada apresiatif ini memotivasi aparat, namun sekaligus menimbulkan pertanyaan publik. Apakah pujian tersebut merupakan bentuk penguatan moral, atau sinyal bahwa agenda pembenahan kelembagaan Polri kini diarahkan ke dalam — bukan melalui tim eksternal sebagaimana dijanjikan sebelumnya?

Bagi sebagian pengamat, pidato itu menandai pergeseran strategi politik Presiden: dari evaluative reform menjadi affirmative consolidation. Dengan kata lain, Presiden memilih memperkuat Polri melalui motivasi dan loyalitas ketimbang pembentukan tim independen yang mungkin menimbulkan resistensi internal.

Rangkaian peristiwa tersebut — ucapan Presiden, pembentukan tim internal Kapolri, penunjukan penasihat khusus, dan pidato penuh pujian — menunjukkan bahwa reformasi Polri tidak mati, tetapi berubah bentuk dan jalur. Dari rencana evaluasi eksternal menjadi penguatan internal, dari tim partisipatif menjadi instruksi vertikal.
Pendekatan ini efisien dari sisi politik dan birokrasi, namun menyisakan risiko: menyempitnya ruang transparansi publik.
Jika reformasi hanya dijalankan oleh mereka yang berada dalam lingkaran institusi, tanpa partisipasi masyarakat sipil dan pakar independen, maka reformasi bisa terjebak dalam formalitas dan kehilangan roh moralnya.

Kandasnya pembentukan tim reformasi versi Presiden dan munculnya tim internal Polri sekaligus penasihat khusus Istana memperlihatkan dinamika relasi kuasa yang halus tapi signifikan.
Presiden, sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi menurut Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, tentu memiliki kewenangan membina Polri. Namun, Kapolri juga memiliki dasar hukum untuk melakukan pembinaan teknis sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan 13 UU No. 2 Tahun 2002.

Kedua otoritas ini sah secara hukum, tetapi ketika dijalankan secara paralel tanpa koordinasi eksplisit, menimbulkan kesan kompetisi simbolik: siapa yang lebih dulu memegang kendali narasi “reformasi Polri”? Publik akhirnya dihadapkan pada paradoks — reformasi diperebutkan sebagai simbol prestasi, bukan dijalankan sebagai agenda perubahan substantif.

Tim Reformasi Polri memang kandas sebelum berlayar, namun kapal besar reformasi itu belum karam. Ia hanya berganti haluan dan nahkoda, berlayar dalam arus yang lebih tenang namun lebih tertutup. Kini, publik menanti apakah langkah-langkah yang diambil dari dalam — melalui Kapolri dan penasihat khusus — akan benar-benar membawa perubahan struktural atau sekadar memperindah citra institusi.

Reformasi Polri tidak boleh berhenti di ruang wacana atau kompetisi simbolik antara lembaga dan kekuasaan.
Reformasi sejati menuntut keberanian untuk dikritik, untuk diawasi, dan untuk berubah — meski harus melawan kenyamanan sendiri.

AW+1+11+25.

Berita Terkait

Jaksa Agung Menyetujui 30 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Farid Bima

Menteri Hukum: Pengampunan Tindak Pidana Juga Bisa Lewat Denda Damai oleh Kejaksaan

Farid Bima

Setelah 5 Hari Dicuri Motornya Kembali, Warga Tangerang Selatan Terima Kasih ke Polisi

Farid Bima

Leave a Comment