“Majelis Hakim menetapkan total suap diterima mantan Ketua PN Jaksel dan para hakim kasus vonis lepas CPO tahun 2023-2025 sebesar 39,1 miliar”
Mata Hukum, Jakarta – Para Wakil Tuhan yang mulia Hakim terdakwa kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng (CPO), Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom, divonis 11 tahun penjara.

Sungguh ironi 3 Wakil Tuhan yang mulia ini harusnya jadi benteng keadilan justru terjerumus suap. Sering kali kita mendengar bahwa Hakim adalah Wakil Tuhan yang ada di bumi sehingga Hakim disebut sebagai Yang Mulia. Gelar ini sangat agung dan tinggi serta berat jika dilihat dari berbagai perspektif.

Majelis Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan Djuyamto Dkk menerima suap perkara itu karena keserakahan.
“Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi ini bukan karena kebutuhan atau corruption by need, tapi karena keserakahan atau corruption by greed,” ujar ketua majelis hakim Effendi saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada, Rabu 3 Desember 2025.

Hakim menyatakan pertimbangan memberatkan lainnya ialah Djuyamto dkk tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kemudian, perbuatan Djuyamto dkk telah mencoreng nama baik lembaga yudikatif.
“Perbuatan terdakwa telah mencoreng nama baik lembaga yudikatif sebagai benteng terakhir pencari keadilan di Republik Indonesia ini, padahal pimpinan Mahkamah Agung sudah berulang kali mengingatkan warga pengadilan untuk berperilaku bersih,” ujar hakim.
Sementara hal meringankan vonis tersebut ialah Djuyamto dkk telah mengembalikan sebagian suap yang diterimanya. Selain itu, mereka disebut masih memiliki tanggungan keluarga.
Dalam perkara ini, majelis hakim menyatakan total suap yang diterima Djuyamto sebesar Rp 9.211.864.000, dan Agam Syarief serta Ali Muhtarom masing-masing senilai Rp 6.403.780.000.
Berikut ini vonis lengkap ketiga hakim tersebut:
- Djuyamto divonis 11 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 9.211.864.000 subsider 4 tahun kurungan.
- Agam Syarief Baharudin divonis 11 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 6.403.780.000 subsider 4 tahun kurungan.
- Ali Muhtarom divonis 11 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp X 6.403.780.000 subsider 4 tahun kurungan.
Majelis Hakim tetapkan total suap putusan lepas kasus CPO Rp39,1 M
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan total suap yang diterima terkait kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2023-2025 sebesar Rp39,1 miliar.
Uang tersebut diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan periode 2024-2025 Muhammad Arif Nuryanta; tiga hakim nonaktif (Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharuddin); serta Mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
“Dengan demikian unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi,” ujar hakim anggota Andi Saputra dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus di Jakarta, Rabu 3 Desember 2025.
Andi memerinci uang suap diterima para terdakwa dalam dua tahap, yakni Arif menerima total Rp14,73 miliar yang meliputi Rp3,44 miliar dan Rp11,29 miliar.
Kemudian, Wahyu menerima total Rp2,36 miliar yang terdiri atas Rp808,7 juta dan Rp1,55 miliar serta Djuyamto menerima total Rp9,21 miliar meliputi Rp1,3 miliar, Rp7,89 miliar, serta Rp24,02 juta.
Lalu, Agam menerima uang suap sebesar Rp6,4 miliar yang terdiri atas Rp1,3 miliar dan Rp5,1 miliar serta Ali menerima sejumlah Rp6,4 miliar meliputi Rp1,3 miliar dan Rp5,1 miliar.
Majelis Hakim berpendapat rangkaian perbuatan Djuyamto, Wahyu, Arif, Agam, dan Ali dilakukan secara terstruktur dan sistematis dengan sistem sel putus, yaitu adanya pembagian tugas secara diam-diam, yang menunjukkan telah terjadinya niat jahat atau mens rea.
Niat jahat dimaksud, lanjut Andi, yakni dengan mengatur alur proses estafet pemberian uang dengan maksud dan tujuan apabila perbuatan itu terungkap, maka antar-sel menjadi terputus meski tidak ada kesepakatan yang diucapkan di antara kelima terdakwa.
Dalam kasus tersebut, kelima terdakwa telah divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama.
Dengan demikian, kelimanya dijatuhkan hukuman penjara, denda, dan uang pengganti. Secara perinci, Djuyamto, Ali, dan Agam masing-masing dikenakan pidana penjara selama 11 tahun; Arif selama 12 tahun dan 6 bulan; serta Wahyu selama 11 tahun dan 6 bulan.
Kemudian, kelima terdakwa masing-masing dijatuhkan pidana denda sebanyak Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara, uang pengganti yang dijatuhkan kepada Djuyamto sebesar Rp9,1 miliar; Ali Rp6,4 miliar; Agam Rp6,4 miliar; Arif Rp14,73 miliar; dan Wahyu Rp2,36 miliar.
Pembayaran uang pengganti diberikan dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 4 tahun penjara untuk Djuyamto, Agam, Ali, dan Wahyu serta 5 tahun penjara untuk Arif.

